Polemik Yerusalem
Gawat, Dunia Arab dan Muslim Mulai Marah, Pengakuan Amerika Atas Yerusalem Picu Radikalisme
Pengakuan Trump bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel juga memicu kemarahan di dunia Arab dan Muslim serta kekhawatiran dari sekutu-sekutu Amerika.
TRIBUNKALTIM.CO - Bentrokan antara demonstran Palestina dan pasukan Israel serta protes di jalan-jalan terjadi hari Kamis (7/12) di Tepi Barat dan Gaza, setelah Presiden Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Di Tepi Barat, kerumunan demonstran melemparkan batu ke arah pasukan Israel dan membakar ban-ban di Ramallah, pusat pemerintahan Palestina, di mana asap hitam tebal membubung di kota itu. Puluhan orang luka ringan dalam bentrokan tersebut.
Di Betlehem, kota kelahiran Yesus, tentara menembakkan meriam air dan gas air mata ke arah demonstran, sementara di Gaza, demonstran membakar poster Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, serta membakar bendera-bendera Amerika dan Israel.
Palestina menutup toko-toko dan sekolah-sekolah dalam pemogokan umum, sementara Ismail Haniyeh, pemimpin kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza, menyerukan pemberontakan bersenjata ke-tiga Palestina dalam melawan Israel.

Khawatir akan eskalasi situasi, Israel menambah pasukan keamanan di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan di perbatasan Gaza.
Pengakuan Trump bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel juga memicu kemarahan di dunia Arab dan Muslim serta kekhawatiran dari sekutu-sekutu Amerika.
Di Yerusalem terletak Masjid Al-Aqsa, tempat tersuci ke-tiga dalam Islam, dan Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara mereka pada masa depan.
Banyak negara di seluruh dunia telah lama berpendapat bahwa status akhir kota itu hanya akan diputuskan melalui perundingan perdamaian Israel-Palestina. Akan tetapi para pejabat Palestina menyatakan keputusan Trump telah mendiskualifikasi Amerika sebagai perantara dalam proses perdamaian.
Namun bagi Israel, kompleks Al-Aqsa yang dikenal sebagai Temple Mount, adalah lokasi dua lokasi yang disebut dalam kitab suci dan merupakan tempat paling suci bagi umat Yahudi.
“Keputusan presiden merupakan langkah penting menuju perdamaian, karena tidak ada perdamaian yang tidak mencakup Yerusalem sebagai ibukota negara Israel," kata Netanyahu seperti dikutip VOA Indonesia.
Ratusan militan Islamis berpawai di kota-kota besar Pakistan, mengutuk keputusan Trump. Al-Shabab, kelompok ekstremis terkait al-Qaida, mendesak “seluruh Muslim untuk mengangkat senjata dan membela al-Aqsa dari penjajah Zionis yang didukung Amerika, karena apa yang diambil dengan kekerasan hanya dapat dipulihkan dengan kekerasan.”
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, sekutu Amerika, mengatakan, Trump harus “mundur dari keputusan itu untuk mencegah eskalasi berbahaya yang mendorong ekstremisme dan menciptakan situasi yang membantu terorisme.”
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan keputusan Trump “berpotensi menimbulkan kemunduran ke masa-masa yang lebih kelam daripada masa yang kita telah tinggali.”
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan status Yerusalem harus menjadi bagian dari perundingan Israel-Palestina dan menolak Trump.
“Saya tidak ambil bagian dalam keputusan ini, dan saya tidak menyetujuinya,” ujar Macron.