Dunia Bersimpati ke Palestina, Tapi Diplomat Uni Eropa Kutuk Penyerang Yahudi di Seluruh Dunia
"Yerusalem adalah ibu kota Negara Israel selama 70 tahun, dan Bangsa Yahudi selama 3.000 tahun," tegas Netanyahu.
TRIBUNKALTIM.CO, BRUSSELS - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, melanjutkan kunjungannya ke markas Uni Eropa ( UE) di Brussels, Belgia, Senin (11/12/2017).
Di Brussels, Netanyahu bertemu dengan ketua diplomat UE, Federica Mogherini.
Dilansir AFP, dalam konferensi bersama Netanyahu, Mogherini mengecam aksi kekerasan terhadap bangsa Yahudi di seluruh dunia.
Aksi itu sebagai tanggapan pasca-pernyataan Presiden Amerika Serikat ( AS), Donald Trump, yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pekan lalu (7/12/2017).
"Biarkan saya memulai konferensi dengan mengutuk dalam cara yang paling keras serangan terhadap bangsa Yahudi di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Serta terhadap Israel dan warganya," kata Mogherini.

Namun, Mogherini juga mengkritisi pemerintahan Trump yang telah merusak kebijakan Washington untuk tidak ikut campur terhadap Kota Suci Yerusalem selama 70 tahun.
"Sebab, akibat pengakuan itu, yang ada sekarang hanyalah eskalasi ketegangan dan kekerasan," kata Mogherini.
Dalam pertemuan dengan 28 menteri luar negeri anggota UE, Mogherini kembali menegaskan posisi UE mengajukan solusi untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan Palestina.
Langkah ini, lanjut Mogherini, diyakini bakal meredam konflik antar-dua negara.
Netanyahu menanggapi pernyataan Mogherini dengan menuturkan bahwa yang dilakukan Trump hanyalah "mendudukan fakta ke dalam tempatnya".
"Yerusalem adalah ibu kota Negara Israel selama 70 tahun, dan Bangsa Yahudi selama 3.000 tahun," tegas Netanyahu.
Pengakuan ini, lanjut Netanyahu, seharusnya malah memberikan dampak positif bagi usaha perdamaian antara Palestina dan Israel.
"Mengakui sebuah realita merupakan pondasi utama perdamaian," lanjut Netanyahu.
Uni Eropa: Yerusalem Harus Menjadi Ibukota Israel dan Palestina
PM Israel Benjamin Netanyahu hari Senin (11/12) bertemu pejabat urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini di Brussels. Uni Eropa menegaskan lagi pentingnya solusi dua negara dan pembagian kota Yerusalem.
Pertemuan pejabat urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Brussels Senin pagi (11/12) menjadi sorotan media, yang menunggu pernyataan kedua pejabat tinggi soal sengketa tentang status Yerusalem.
Keputusan sepihak Presiden AS Donald Trump untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel menyulut kecaman internasional, termasuk dari negara-negara Uni Eropa.
Dalam konferensi pers bersama PM Benjamin Netanyahu, Federica Mogherini kembali menegaskan pentingnya solusi dua negara dan kesepakatan tentang status Yerusalem.
„Satu-satunya solusi realistis untuk penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina adalah berdasarkan prinsip dua negara dan Yerusalem sebagai ibukota keduanya“ tandasnya.
Selama ini dunia internasional hanya mengakui Tel Aviv sebagai ibukota Israel
Netanyahu bela keputusan Trump
Benjamin Netanyahu membela keputusan Donald trump dan menyebut langkah itu sebagai fakta yang sudah ada sejak dulu. Dia menambahkan: "Perdamaian harus didasarkan pada realita“.
Netanyahu menegaskan, pada kenyataannya penunjukkan Yerusalem sebagai ibukota Israel "tidak merusak perdamaian, tapi justru membuat perdamaian jadi mungkin“.
Pemimpin Israel itu pada saat yang sama menekankan pentingnya kemitraan antara Israel dan Uni Eropa. Lembaga-lembaga intelijen Israel dan Eropa sejak lama bekerjasama untuk mencegah serangan teror kelompok militan. Kedua pihak juga bahu-membahu meredam ekspansi ISIS di Timur Tengah.
Benjamin Netanyahu juga menyoroti kerjasama Israel-Uni Eropa dalam bidang ekonomi dan teknologi baru.
Pejabat urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini juga ikut mengarisbawahi hubungan baik itu. Uni Eropa dan Israel „adalah sahabat dan mitra“, katanya.
Yerusalem kendala proses perdamaian
Status kota Yerusalem yang diduduki Israel sejak perang enam hari tahun 1967 hingga kini menjadi salah satu batu sandungan terbesar dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
Israel sejak lama mengklaim Yerusalem sebagai ibukotanya. Namun hingga kini tidak ada negara yang mengakui kedaulatan Israel atas kota itu. Resolusi PBB menyatakan bahwa Yerusalem berada di bawah administrasi internasional, hingga adanya penyelesaian yang dapat diterima semua pihak.
Palestina menuntut Yerusalem timur menjadi ibukota negara yang bakal dibentuknya. Rancangan proses perdamaian berdasarkan prinsip solusi dua negara adalah deklarasi sebuah negara Palestina Merdeka dan penandatanganan perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina. Namun hingga kini, perundingan tema tersebut selalu menemui jalan buntu.
[Kompas.com/dw/dpa, ap, afp]