Trump Dibully Ramai-ramai Usai Ancam Negara-negara yang Menentangnya
Beberapa diplomat malah menilai ancaman itu ditujukan untuk merayu para pemilih AS demi Pemilu Sela tahun depan.
Seorang diplomat senior dari sebuah negara Islam, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyerang surat ancaman Haley, dengan berkata, "Sebuah negara memilih bullying terang-terangan semacam itu hanya ketika negara itu tahu mereka tidak punya argumentasi moral atau hukum untuk meyakinkan negara lain."
Baca: Erupsi Gunung Agung, Jumlah Wisman Anjlok, Ini 4 Cara Pemerintah untuk Pulihkan Pariwisata Bali
Baca: Ingin Gelar Pesta Akhir Tahun di Rumah? Simak, 7 Tipsnya!
Baca: Kawasan Tanah Abang Berubah, Berikut Trayek Baru Angkutan Umum
Sementara seorang diplomat senior Barat yang juga meminta namanya tidak diungkapkan, menyebut surat ancaman Haley itu sebagai "taktik murahan" di PBB, namun "bagus sekali untuk Haley 2020 atau Haley 2024", merujuk kemungkinan duta besar AS ini mencalonkan diri pada Pemilu 2020 atau 2024.
"Dia tidak akan memenangkan satu suara pun di Majelis Umum atau Dewan Keamanan, tetapi dia akan memenangi suara penduduk AS," sindir diplomat Barat itu.
Sedangkan seorang diplomat senior Eropa yang meminta namanya tak disebutkan yakin Haley tak akan mampu membalikkan suara banyak negara anggota PBB.
"Kita kehilangan kepemimpinan AS di sini dan surat semacam ini jelas tidak akan membantu menegakkan kepemimpinan AS dalam proses perdamaian Timur Tengah," kata sang diplomat.
Duta Besar Bolivia untuk PBB Sacha Sergio Llorentty Soliz mengomentari surat Haley dengan kalimat berbau tantangan. "Negara pertama yang semestinya dia tulis adalah Bolivia," ujar Soliz.
Baca: Kompak! Usai Diperiksa KPK, 4 Anggota Keluarga Setya Novanto Semuanya Tutup Mulut
Baca: Divonis Lebih dari 8 Tahun, Andi Narogong Terpaksa Rayakan Natal Bersama 4 Tahanan di KPK
Baca: Keren, 7 Pelaku Seni Indonesia Raih Penghargaan Internasional, yang Terakhir Bukan Artis!
Baca: Jelang Natal dan Tahun Baru Polda Kaltim Intensif Operasi Cipkon, Ini Hasilnya. . .
"Kami menyesalkan arogansi dan pelecehan terhadap keputusan berdaulat negara-negara anggota (PBB) dan terhadap multilateralisme," ujar Soliz tegas.
Israel menganggap Yerusalem ibu kota abadi dan tak terpisahkan sebagai miliknya. Negara ini menginginkan semua kedutaan besar asing berada di kota ini.
Sebaliknya, Palestina menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya, tepatnya di bagian timur kota yang diduduki Israel menyusul Perang 1967 yang kemudian dianeksasi namun tidak pernah mendapatkan pengakuan internasional. (Warta Kota)