Stabil: Disbun Wajib Selesaikan Konflik Tenurial Sawit Tepian Langsat

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), tidak serius dalam upaya penanganan konflik sektor perkebunan di Kaltim.

Penulis: Budi Susilo |
TRIBUN KALTIM/BUDI SUSILO
Para aktivis LSM Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan wilayah Kalimantan Timur saat berada di rumah kopi Na Min Kota Balikpapan pada Selasa (13/2/2018) sore. 

Laporan wartawan Tribun Kaltim, Budi Susilo

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), tidak serius dalam upaya penanganan konflik sektor perkebunan di Kaltim. 

Sampai dengan saat ini tidak ada langkah hebat yang dilakukan Dinas perkebunan Provinsi Kaltim dalam menekan angka konflik yang terjadi di Kaltim.

Hal itu diungkapkan Koordinator Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (Stabil), Hery Sunaryo, kepada Tribunkaltim.co di rumah kopi Na Min, Jalan Indrakilla, Kota Balikpapan pada Selasa (13/2/2018) sore. 

Ia menjelaskan, berdasarkan topologi Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan, konflik tenurial masyarakat dengan pemegang izin ada 201 konflik di Kalimantan.

Baca: Dapat Nomor Urut 1, Sofyan Hasdam Sebut Kerja Keras Untuk Raih Kaltim 1

Dari 201 konflik dari 28 provinsi di Indonesia, Kaltim bersanding dengan Sumatera Selatan di urutan keempat dengan jumlah 56 konflik.

Di bawah Riau dengan 36 konflik, kemudian Jambi dengan 26 konflik.

"Banyaknya konflik tenurial di Kaltim bersumber dari kasus lama yang belum diselesaikan. Kemudian muncul lagi konflik baru. Sehingga tren yang terjadi setiap tahun meningkat," tuturnya. 

Semisal, Herry mencontohkan, saat ini konflik yang terjadi di Kutai Timur antara masyarakat  kelompok tani dan PT KAN di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon.

Baca: Ada Ruang Disekat SMPN 3 Loa Kulu Perlu 5 RKB

Karena itu, tegasnya, Dinas Perkebunan Kaltim harus berani membuat terobosan, serta langkah hebat yang tersistematis dalam penangan konfIik perkebunan diKaltim. "Gak bisa hanya duduk manis membiarkan berbagai konflik ini terjadi," tegasnya. 

Beberapa problem konflik perkebunan di Kaltim sebenarnya sudah dapat dilihat secara jelas permasalahan isunya. Sebagai misal salah satu pemicu konflik tersebut adalah ketidakpastian areal kawasan hutan merupakan salah satu penghambat.

"Penentuan kawasan KBKT yang terlihat jelas sebagai penghambat efektifitas tata kelola hutan di Indonesia khususnya dikaltim," ujar Hery.

Baca: COP Yakin Pelaku Penembakan Orangutan Kaltim Bakal Terungkap

Sepanjang tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat Kalimantan berada di posisi kedua setelah Sumatera terkait konflik tenurial.

Tentu ini harusnya menjadi catatan serius buat disbun kaltim untuk meminimalisir konflik perkebunan yang terjadi di Kaltim. 

Konflik yang terjadi, di Kaltim seringkali terjadi karena ketidakselarasan antar kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dengan implementasi di lapangan, dalam proses penerbitan izin terjadi ketimpangan dalam penguasaan lahan sebagaimana konflik yang saat ini terjadi di Kutai Timur di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon.

Baca: Tiap Calon Pilkada PPU Dikawal Satu Personel Polisi

"Baru-baru ini masyarakat kelompok tani di desa Tepian Langsat mengadukan persoalan pencaplokan lahan oleh dua perusahaan besar yakni PT KAN dan PT NIKP terhadap lahan kelompok tani yang sudah mereka garap sejak tahun 2002 atas ijin kepala desa sampai kecamatan. Tapi sejak tahun 2012 ijin konsesi perkebunan diberikan Pemkab Kutim terhadap 2 perusahaan tersebut. Akibatnya konflik tenurial terjadi sampai saat ini," ungkapnya.

Selain itu, pemberian izin-izin yang tidak terkoordinasi, serta tidak partisipatif, kurang efektifnya konsultasi publiknya ditambah lemahnya pemprov dalam penanganan konflik, bisa dikatakan Pemerintah lalai atau abai dalam menjaga hak masyarakat lokal maupun masyarakat adat.

Hal ini penting untuk disuarakan, karena konflik tenurial di Kaltim sangat dominan di sektor perkebunan di Kaltim, hal ini sangat dapat dirasakan, dengan banyaknya konflik yang terjadi namun tidak ada penanganan yang jelas terhadap konflik yang terjadi.

Terlebih Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, seolah tak mampu, atau tak paham dalam pengelolaan dan  penanganan konflik perkebunan. "Setiap tahun data konflik perkebunan di Kaltim meningkat," tutur Hery.

Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Prov Kaltim tahun 2017, kasus pertanahan yang ditangani sebanyak 7 kasus, 3 di antaranya adalah konflik sektor perkebunan. dengan problem klasik berupa ganti rugi lahan yang belum selesai dan kasus tumpang tindih lahan.

Data Dinas Perkebunan Prov Kaltim tahun 2017 ada 56 kasus, terdiri dari kasus lahan dan non lahan.

Kasus lahan terdiri dari ganti rugi lahan, tumpang tindih perizinan, okupasi atau pendudukan, tanah adat, mencapai 60 persen atau sebanyak 41 kasus.

Baca: COP Yakin Pelaku Penembakan Orangutan Kaltim Bakal Terungkap

Sedangkan kasus non lahan terdiri dari tuntutan plasma, pembagian hasil, tidak memiliki IUP, penolakan masyarakat dan lain-lain, mencapai 32 persen atau sebanyak 19 kasus.

Disbun Kaltim tidak bisa hanya tinggal diam melihat berbagai konflik yg terjadi harus berani membuat terobosan hebat, karena semakin lama konflik, semakin besar biaya sosial yang muncul, belum lagi dampak psikologisnya, sehingga penting untuk melahirkan ide gagasan yang tepat dalam  penyelesaian konflik yang terjadi.

Sebagian besar konflik yang terjadi adalah kasus lama yang belum ada penyelesaiannya hingga saat ini. 

Dari berbagai konflik yang terjadi, pihak perusahaan dalam  penyelesaian konflik yg terjadi umumnya diselesaikan dengan cara penegakan hukum. 

Baca: Minggu Digelar Pawai Pilkada PPU Damai

"Seringkali masyarakat yang sudah berpuluh tahun menggarap lahannya selalu kalah ketika digugat perusahaan di pengadilan dengan finansial dan Sumber Daya Manusia mumpuni yang dimiliki pihak perusahaan tentu masyarakat selalu kalah dalam proses penyelesaian konflik di pengadilan," katanya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved