Opini
Tugas Berat Gubernur Kaltim 2018, Menghindarkan Rakyat Dari Kutukan Sumberdaya Alam
kekayaan tersebut bukan saja menjadi berkah bagi Kaltim melainkan juga dapat menjadi sumber kutukan atau resource curse
OPINI
Tugas Berat Gubernur Kaltim 2018-2023
Menghindarkan Rakyat Kaltim dari Kutukan Sumber Daya Alam
Oleh Bernaulus Saragih, PhD
Environmental Economics
Staff Pengajar Universitas Mulawarman

Kalimantan Timur (Kaltim) kaya akan sumber daya alam, namun kekayaan tersebut bukan saja menjadi berkah bagi Kaltim melainkan juga dapat menjadi sumber kutukan atau resource curse jika tidak hati-hati dalam mengelola, karena sekali sumber daya alam tersebut habis selamanya tidak akan dapat dipulihkan (unrenewable) sehingga mengancam perekonomian Kaltim dalam jangka pendek dan untuk pemanfaatan oleh generasi mendatang. Sumber daya alam (SDA) seperti minyak, gas, dan batubara berdasarkan laporan kementerian ESDM 2015 di Kaltim telah berada pada posisi deminished atau masa-masa akhir menuju pada berhenti antara 8 sampai 12 tahun mendatang, sedangkan batubara dipredikasi masih bertahan hingga 20 tahun lebih dari sekarang.
Kutukan sumber daya alam atau resource curse atau lebih populer disebut dengan Dutch Desease adalah suatu keadaan dimana terjadi kejatuhan perekonomian suatu wilayah atau negara akibat dari ketergantungan yang terlalu besar terhadap sumber daya alam, seperti migas. Semua sumber daya difokuskan pada komoditas tersebut, baik manusia, teknologi, keuangan, dan jasa sehingga ketika sumber daya tersebut habis dieksploitasi maka terjadi kehilangan pendapatan membawa dampak pada kemiskinan massive bagi wilayah atau rakyat karena tidak adanya antisipasi.
Kalimantan Timur juga telah memasuki periode kutukan sumber daya alam terhitung awal tahun 2000 ketika satu persatu HPH dan Industri Perkayuan bangkrut diikuti dengan PHK besar-besaran, hutan telah habis dieksploitasi namun tidak ada perubahan kesejahteraan yang signifikan bagi rakyat, khususnya rakyat disekitar hutan.
Kutukan sumber daya alam ini semakin nyata sejak tahun 2015 yaitu ketika Kaltim mulai mamasuki periode dimana terjadi penurunan produksi dan harga migas sebagaimana terlihat dari data penerimaan pemerintah provinsi (APBD) dari 13 trilliun lebih ditahun 2013 menjadi hanya 7,8 trilliun rupiah ditahun 2017. Hal ini terjadi karena kontribusi migas dan pertambangan berkisar 86% terhadap penerimaan Kaltim.
Perekonomian Kaltim secara langsung dan tidak langsung disumbangkan oleh sektor pertambangan dan migas, sehingga setiap penurunan produksi maupun harga terhadap migas dan tambang batubara akan memberi efek terhadap penerimaan daerah baik dari Dana Perimbangan maupun penerimaan tidak langsung lainnya.
Sejak tahun 2015 ekonomi Kaltim jatuh dan terdegradasi yaitu minus 3,5 ditahun 2016 sampai minus 1,8 ditahun 2017 dan tahun 2018 ada pertumbuhan positif 2,8%. Jatuhnya perekonomian diikuti dengan persoalan-persoalan lingkungan yang semakin masive seperti banjir, kekeruhan sungai, tumpahan minyak, kemusnahan sumber daya, dan kehilangan akses publik terhadap sumber daya alam adalah melengkapi apa yang disebut dengan kutukan sumber daya alam.
Mengapa SDA dapat menjadi kutukan bagi Kaltim? Pertanyaan ini dapat terjawab dengan alasan berikut. Pertama, adalah apabila hasil-hasil atau penerimaan dari SDA selama ini tidak mampu merubah struktur perekonomian Kaltim dari miskin menjadi sejahtera atau makmur. Kedua adalah apabila pemerintah daerah tidak mampu mempersiapkan pengalihan atau perpindahan (transformasi) sumber-sumber pendapatan dari SDA ke sumber daya terbarukan, dan yang ketiga adalah apabila pemerintah pusat tidak mampu mempertahankan dana transfer ke Kaltim dalam jumlah yang setidaknya sama ketika masih ada produksi SDA dengan tanpa produksi SDA oleh Kaltim.
Sekarang mari kita lihat alasan pertama. Apakah penerimaan Kaltim dari SDA selama ini telah mampu memberikan kesejahteraan atau kemakmuran bagi Kaltim?. Jawabnya belum, mengapa belum karena fakta menunjukkan bahwa dari berbagai indikator ekonomi dan pembangunan baik yang berupa fisik maupun non-fisik Kaltim masih berada jauh dari rata-rata nasional seperti infrastruktur jalan, akses antar kabupaten dan kota, akses antar kecamatan, apalagi akses antar desa masih sangat buruk bahkan belum tersedia.
Demikian juga kesehatan dan pendidikan jika dibandingkan Kaltim sebagai penghasil SDA dengan beberapa provinsi lain yang bukan penghasil SDA justru rangking Kaltim lebih rendah. Stunting maupun balita giji buruk masih banyak ditemukan di Kaltim, akses terhadap air bersih sangat rendah, PPU misalnya baru sekitar 15%, Samarinda baru sekitar 67%, Balikpapan lebih buruk lagi jika musim kemarau.
Pertanyaan lanjutannya mengapa Kaltim masih menjadi sarang kemiskinan baik kemiskinan infrastruktur maupun kemiskinan dalam arti kekurangmampuan daya beli adalah karena apa yang diterima oleh Kaltim dari hasil SDA selama ini masih terlalu kecil dibandingkan dengan pendapatan negara dari SDA Kaltim. Juga jika dibandingkan dengan kebutuhan dana pembangunan Kaltim.
Apalagi jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk mengangkat derajat kesejahteraan rakyat Kaltim. Penyebab lainnya mengapa SDA belum mampu mensejahterakan rakyat Kaltim juga oleh manajemen pemerintahan yang kurang memperhatikan skala prioritas dalam pembangunan sehingga banyak proyek yang menghabiskan uang namun tidak memiliki efek atau linkage terhadap pertumbuhan ekonomi.
Masih ditemukan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam mendisain beberapa proyek dimana kurang memenuhi hajat hidup orang banyak, namun cenderung berorientasi proyek semata alias menghabiskan anggaran.
Dua sebab diatas yaitu dana bagi hasil yang terlalu kecil terutama dari migas, dan pengelolaan keuangan yang kurang berbasis prioritas telah mengakibatkan pemborosan anggaran dan mengancam keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Seperti sekarang pemprov Kaltim tidak mampu merawat dan memanfaatkan Stadion Palaran, Hotel Atlet maupun Samarinda Convention Center, lebih banyak kosong alias nganggur dibanding termanfaatkan. Patut disayangkan investasi trilliunan rupiah diketiga proyek tersebut harus dibayar mahal dengan kembali menggelontorkan dana yang besar untuk pemeliharaan tanpa pendapatan yang berarti.
Penyebab kedua mengapa SDA bisa menjadi kutukan bagi Kaltim adalah, apabila pemerintah gagal dalam melakukan transformasi ekonomi maka kemiskinan yang mulai tumbuh sejak tahun 2016 akan kembali menyerang Kaltim dengan gempuran yang lebih dasyat.
Seandainya saja kondisi saat ini tetap terpelihara dimana sumber pendapatan Kaltim masih berbasiskan SDA dan ketika SDA tersebut benar-benar habis pertumbuhan ekonomi Kaltim tidak lagi minus 3 persen, tetapi bisa sampai minus 30% karena Kaltim akan kehilangan 70% pendapatnnya. Dan gejala menuju kearah ini sudah mulai terlihat dengan belum mampunya pendapatan dari sektor-sektor non-migas mengimbangi pendapatan dari migas di Kaltim.
Ini mengindikasikan bahwa sektor non-migas belum dapat diandalkan alias tidak memiliki perkembangan yang berarti. Sektor pertanian kurang berkembang karena keberfihakan yang lemah terhadap sektor ini. Alokasi anggaran pemprov untuk sektor pertanian sangat kecil, demikian halnya untuk sektor perikanan dan pariwisata. Swasembada beras yang belum pernah tercapai, apalagi swasembada pangan lainnya seperti daging, bawang, buah, masih jauh dari harapan. Lebih dari 70% komoditas kebutuhan pangan rakyat Kaltim adalah bersumber dari provinsi lain,. Kebiasaan dan membiarkan rakyat Kaltim terbiasa dengan mengimpor bahan pangan adalah karena tingginya daya beli dari pendapatan SDA selama ini, sehingga pertanian tidak menarik dan ketika pendapatan dari SDA tersebut kemudian hari habis, maka rakyat Kaltim harus benar-benar banting stir. Dan jika rakyat tidak mampu beradaptasi maka kutukan sumber daya alam akan benar-benar terasa.

Alasan yang ketiga yaitu bahwa pemerintah pusat tetap memiliki komitmen terhadap pembangunan Kaltim dengan atau tanpa sumbengan SDA Kaltim kekas negara. Dengan melihat kondisi perkembangan keuangan negara dimana hutang yang semakin menggunung, disaat yang sama terjadi penurunan penerimaan negara dari SDA apakah karena penurunan produksi atau lifting maupun karena ketidakpastian harga rasanya sulit mengharapkan bahwa Kaltim akan tetap mendapatkan dana transfer yang besaranya sama dengan ketika masih penghasil utama SDA.
Namun apakah situasi ini mungkin ditengah-tengah berbagai undang-undang yang mengatur keuangan negara dan sistim pembagian hasil dan pendapatan daerah?, rasanya tidak mungkin. Pemerintah Pusat harus menabrak berbagai aturan untuk mentransfer dana dalam jumlah besar ke Kaltim untuk mengganti kehilangan dari SDA, dan belajar dari kasus terjadinya penurunan pendapatan dari minyak dan gas ditahun 2015-2017 sejauh ini pemerintah pusat hanya berpegang pada sistim bagi hasil, bukan pada kondisi keuangan Kaltim. Sehingga Kaltim mengalami defisit yang luar biasa.
Belajar dari pengalaman memperjuangkan perimbangan keuangan sangat jamak kita mendengar jawaban pemerintah pusat bahwa bukan hanya Kaltim yang mau diurus oleh pemerintah tetapi masih banyak provinsi lainnya yang mau diurus. Jawaban yang sederhana ini mengindikasikan bahwa tidak mudah bagi Kaltim kemudian hari untuk mendapatkan dana perimbangan dari pusat jika Kaltim sendiri tidak lagi menjadi penyumbang besar kekas negara. Oleh karena itu sangat diperlukan upaya untuk membangun perekonomian yang mandiri.
Lalu strategi apa yang harus ditempuh untuk mencegah agar kutukan sumber daya alam tidak terjadi terhadap Kaltim?
Untuk mencegah Kaltim terserang tsunami kemiskinan, salah satu cara diantaranya adalah segera mempercepat transformasi ekonomi Kaltim, blue print transformasi harus segera kembali disusun dan dirapatkan kemudian disosialisasikan dengan baik ke pemerintah pusat dan daerah (Kab/Kota) maupun seluruh rakyat Kaltim. Demikian juga harus dilakukan reformasi birokrasi memperpendek prosedur perijinan, menstimulasi pertumbuhan berusaha dan berinovasi, dan membangun berbagai macam insentif bagi dunia usaha dan koperasi maupun UMKM. Hilirisasi industri CPO, karet, maupun produk rakyat, membangun image pertanian sebagai masa depan, memberdayakan pengusaha lokal, dan memaksa korporasi untuk berbasis di Kaltim. Memberlakukan tax bagi transfer dana keluar Kaltim, membangun industri pengolahan ikan dan rumput laut, melakukan carnaval budaya setiap periodik didua kota besar Samarinda dan Balikpapan, menyediakan informasi dan promosi wisata yang massive, memasarkan jasa-jasa lingkungan hutan kepasar internasional seperti menjual carbon, memperjuangkan kompensasi atas pemeliharaan hutan kedunia internasional, dan menzonasi kabupaten kota berbasiskan karakteristik dan keunggulan masing-masing menuju one dsitrict one image, seperti halnya dinegara-negara maju bahwa setiap kota punya image sendiri yang membedakannya dengan yang lain. Ada kota wisata, ada kota bisnis, ada kota pendidikan, ada kota olah raga, ada kota industri, ada kota pelabuhan, ada kota micro-chip, dll.
Tugas Berat Gubernur 2018-2023
Dalam situasi Kaltim memasuki periode kritis sumber daya alam, tanggal 27 Juni 2018 rakyat Kalimantan Timur (Kaltim) akan melakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung dalam rangka menentukan kepemimpinan di Kaltim untuk lima tahun kedepan (2018-2023), Pilkada ini diharapkan agar rakyat Kaltim benar-benar menjatuhkan pilihannya pada pasangan yang akan mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi pembangunan Kaltim, terutama dalam mencegah agar kutukan sumber daya alam dapat dicegah.
Tugas teberat Gubernur 2018-2023 adalah bagaimana menghadapi situasi penurunan penerimaan keuangan yang terus berlangsung ditengah-tengah semakin banyaknya program pembangunan yang harus diselesaikan dan setidaknya mempertahankan, jika tidak dapat meningkatkan level kesejahteraan yang dimiliki oleh rakyat saat ini. Kita ketahui bahwa sejak tahun 2013 telah terjadi penurunan anggaran Pemprov Kaltim (APBD) dari 13 trilliun rupiah menjadi hanya 7,8 trilliun rupiah ditahun 2016. Pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi bertumbuh negatif bahkan mencapai minus 3 persen ditahun 2016 dan baru pada tahun 2018 bertumbuh positif. Pertumbuhan yg positif ini pun belum dapat dipastikan akan tetap terjadi jika produksi dan harga migas tidak bertahan.
Namun dapat dipastikan bahwa setelah tahun 2025 dengan memperhatikan data cadangan terbukti serta level eksploitasi(eksisting produksi) dari Kementerian ESDM 2015 maka pertumbuhan ekonomi Kaltim akan kembali negatif bahkan akan dibawah minus 30% jika transformasi ekonomi tidak menunjukkan hasil. Mengapa terjadi demikian?, karena mulai tahun 2025 produksi migas Kaltim akan memasuki penurunan produksi menuju pada titik akhir di 2035. Tahun 2035 produksi migas Kaltim akan habis dengan asumsi tingkat produksi dan cadangan terbukti tidak ada pertambahan.
Berdasarkan data dari BPS tahun 2017 bahwa 86% sumber pendapatan Kaltim secara langsung dan tidak langsung berasal dari migas dan batubara, artinya bahwa kontribusi non-migas masih sangat kecil sehingga apabila terjadi penurunan produksi maupun harga dikomoditas migas dan batubara, secara langsung akan memberikan efek yang luar biasa besar bagi Kaltim seperti apa yang sudah terjadi dari tahun 2014 sampai 2017, dimana terjadi penurunan harga minyak dan batubara diikuti dengan penurunan produksi migas.
Hal ini sangat berbeda dengan sumber-sumber perekonomian provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa dimana ketergantungan terhadap sumber daya primer justru berbanding terbalik dengan Kaltim. Sebut saja DKI dan Jawa Barat misalnya. Perekonomian provinsi-provinsi di Pulau Jawa sangat tergantung kepada sumber daya terbaharukan dan innovasi, sektor ril, jasa keuangan maupun manufaktur. Sehingga dalam konteks ancaman kutukan sumber daya alam mereka tidak akan perlu khawatir.
Berbeda dengan perekonomian nasional, perekonomian Kaltim sangat khas, sangat tergantung pada sumber daya primer sehingga ketika produksi dan harga komoditas tersebut jatuh maka akan otomatis terjadi penurunan pendapatan. Disaat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh diatas 5% pertahun perekonomian Kaltim justru bertumbuh negatif bahkan dibawah 3% dutahun 2016.
Kondisi ini membawa implikasi bagi Kaltim bahwa pemerintah dan rakyat Kaltim sama sekali tidak memiliki kontrol atas bertumbuh atau tidak perekonomiannya karena harga migas maupun lifting migas diluar kontrol pemerintah dan rakyat Kaltim.
Suatu anomali jika perekonomian berada diluar kontrol pemerintah, namun berada ditangan investor asing ataupun korporasi hal ini sama saja menyerahkan nasib rakyat ketangan asing atapun pemilik modal karena dalam kenyataannya harga migas dan batubara berada dipasar internasional demikian juga dengan penentuan lifting tidak berada ditangan pemerintah provinsi.
Maka suka atau tidak perekonomian Kaltim harus dikembalikan kepada kekuatan pemerintah dan rakyat Kaltim sendiri dengan demikian rakyat dapat menentukan arah pembangunan dan pemerintah daerah dapat merencanakan pembangunan dengan berbasis pada penguasaan informasi sumber-sumber pendapatan yang dapat dikendalikan atau diawasi sendiri.
Jika sumber-sumber keuangan tidak dapat dikendalikan oleh rakyat dan pemerintah provinsi maka apakah ada jaminan bagi kesejahteraan rakyat Kaltim? Siapapun gubernurnya, jika rakyat dan gubernurnya tidak memiliki pengaruh dan kekuatan untuk mengontrol atau mengawasi komoditas yang sangat menentukan bagi perekonomiannya?. Atau dapatkah juga kita simpulkan bahwa pemilihan gubernur Kaltim menjadi tidak strategis sebagaimana halnya di Jawa, tidaklah se-strategis pemilihan gubernur didaerah lainnya di Indonesia karena pengaruh gubernur Kaltim dalam menentukan arah pembangunan tidak sesignifikan daerah lainnya?. Karena pengaturan sumber-sumber ekonomi dominan telah diatur oleh pusat.
Apa yang akan terjadi jika ekonomi Kaltim tidak bertumbuh, atau terus tergerus mengikuti penurunan produksi migas dan harga migas? Kaltim dan seluruh rakyat Kalti sudah merasakan dalam 4 tahun terakhir. Berbagai macam sumber pendapatan bagi rakyat maupun aparatur pemerintah terpaksa dihapus, beasiswa yang merupakan salah satu dambaan anak-anak Kaltim juga nyaris hilang, sarana kesehatan, pendidikan, jalan, dan lainnya terpaksa jalan ditempat. Yang pada akhirnya telah mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat, meningkatkan jumlah penduduk miskin, pertambahan pengangguran, penurunan kualitas lingkungan hidup, totalitas menurunkan produktifitas kaltim sebagaimana terlihat dari penurunan PDRB ditiga tahun terakhir. Income percapita rakyat Kaltim menurun dari rata-rata 41 juta rupiah pertahun ditahun 2014 menjadi 37 juta ditahun 2016. Disaat yang sama income percapita rakyat Indonesia menaik dari Rp. 42 juta ke Rp. 47 juta.
Situasi perekonomian dan pembangunan Kaltim yang sangat tergantung kepada migas dan batubara, namun beyond atau diluar kontrol pemerintah Kaltim akan harga maupun pengaturan produksinya, adalah dua hal yang sangat berbahaya bagi Kaltim. Kaltim sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengatur harga migas dan batubara, sama halnya dengan lifting migas berada diluar kewenangan pemerintah provinsi Kaltim namun Kaltim sangat bergantung pada sektor tersebut adalah menjadi tantangan terberat bagi Gubernur yang akan dipilih oleh rakyat Kaltim.
Tugas maha berat karena gubernur yang akan datang harus mampu melakukan berbagai macam strategy menghadapi ancaman resource curse atau kutukan sumber daya alam ini jika tidak ingin rakyat Kaltim menderita. Perjuangan gubernur 2018-2023 adalah harus mampu memberikan pemahaman kepada Pemerintah Pusat akan ancaman yang sedang dihadapi oleh Kaltim paska migas, dan bagaimana agar pemprov Kaltim ikut serta didalam menyaksikan dan mengetahui proses produksi migas dari waktu-kewaktu agar rakyat Kaltim memperoleh informasi yang akurat sampai kapan akan tetap tergantung pada migas, dan yang ketiga adalah benar-benar mewujudkan transformasi ekonomi sebelum produksi migas benar-benar habis.
Untuk hal yang terakhir ini tugas penting lainnya adalah memperjuangkan dana bagi hasil (DBH) migas yang lebih besar sebagai modal untuk mengakselerasi pertumbuhan infrastruktur di Kaltim. Jika gubernur yang akan terpilih 2018 tidak mampu menperjuangkan ketiga hal tersebut maka Kaltim akan benar-benar memasuki kehidupan kutukan sumber daya alam atau resource curse tersebut.
Gubernur terpilih nanti harus melakukan pergerakan yang masive dengan seluruh rakyat Kaltim untuk memperjuangkan dana bagi hasil yang lebih besar, gubernur harus berani tampil didepan, membela rakyat Kaltim, tidak boleh berlindung dibalik alasan alasan jabatan, ataupun bagian dari pemerintah pusat, gubernur harus lebih membuka mata terhadap apa yang akan terjadi terhadap rakyat Kaltim jika minyak dan gas benar-benar habis.
Sekali sumber daya migas habis selamanya tidak akan pernah pulih yang artinya generasi mendatang Kaltim juga akan kehilangan sumber daya tersebut. Tetapi jika sumber daya tersebut hilang namun wajah perekonomian Kaltim berada diatas level nasional dengan berbagai macam keunggulannya maka dapat dipastikan kutukan sumber daya alam tidak akan terjadi dan generasi mendatang Kaltim tidak akan terlalu mengingat dosa-dosa pendahulunya yang telah membiarkan sumber daya alam migas habis tanpa makna.
Ada berbagai macam argumentasi yang dapat dibangun untuk memperjuangkan peningkatan dana bagi hasil tersebut kepemerintah pusat seperti argumentasi ekonomi, pertahanan keamanan, sosial budaya, sejarah, lingkungan hidup dan sumber daya manusia Kaltim. Inti dari perjuangan adalah agar Kaltim terhindar dari kutukan sumber daya alam, yaitu terjadinya kemiskinan yang luar biasa karena kehilangan pendapatan dari sumber daya alam.
Dan kehilangan pendapatan dari sumber daya alam sudah didepan mata tinggal menghitung jari, tidak sampai 10 tahun kedepan. PDRB Kaltim tanpa migas akan jatuh dari yang biasanya berada di angka 450-480 trilliun menjadi hanya berkisar di 80 trilliun rupiah. Menjadi daerah atau provinsi termiskin ke tujuh di Indonesia. Kaltim akan berada dibawah 4 provinsi lainnya di Kalimantan, kelebihan Kaltim dibanding dengan Kalteng dan Kalsel maupun Kalbar selama ini adalah sumbangan migas, jika migas tersebut berakhir maka perekonomian Kaltim akan berada dibawah provinsi lainnya.
Pertanyaannya bagi kita seluruh rakyat Kaltim adalah, dari keempat paslon Gubernur dan wakil gubernur yang ada siapakah menurut rakyat Kaltim yang mampu membawa kita pada harapan tersebut?
Jangan tergoda dengan program-program yang teramat indah bahkan banyak yang tidak masuk akal, jangan juga terpancing dengan segala macam retorika yang mereka bangun, jangan juga terpancing dengan berbagai macam transaksi finansial yang diiming-imingi untuk memilih, sebab jika kita salah pilih maka hak kritis kita akan hilang dengan telah menerima apa yang mereka berikan. Jika anda diberikan 100 ribu rupiah untuk diminta memilih paslon tertentu, maka anda tidak berhak lagi kemudian hari kecewa atau mengkritisi yang bersangkutan karena andalah yang memilihnya.
Mari rakyat Kaltim memilih dengan menggunakan rationalitas, kita lihat masa depan yang akan kita hadapi, dan kita putuskan siapa yang akan mampu membawa kita pada perubahan dan yang terpenting adalah kepastian siapa dari keempat paslon tersebut yang akan mampu menghindarkan rakyat Kaltim dari kutukan sumber daya alam. Semoga