Pembunuh Orang Utan Divonis 6-7 Bulan Penjara, COP: Putusan Tak Pertimbangkan Nilai Konservasi

"Ada juga info dari medsos dan warga, yang gak terlapor kami yakin banyak," katanya.

Greenpeace/ Ulet Ifansasti
Jumlah orangutan di Indonesia terus menurun. Dari estimasi terbaru dalam laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan Indonesia Tahun 2016 yang diluncurkan hari ini, dinyatakan kepadatan populasi orangutan di daratan Kalimantan (termasuk Sabah dan Sarawak) menurun dari 0,45-0,76 individu/km2 (PHVA 2004) menjadi 0,13-0,47 individu/km2. 

Selain dua kasus pembunuhan yang sudah diadili, mereka mencatat sejumlah konflik manusia dan orang utan.

Salah satunya terjeratnya orang utan di lahan enclave taman nasional Kutai (TNK) awal 2017 lalu.

Termasuk berbagai cerita orang utan masuk perkampungan warga di Kecamatan Kongbeng, Kutai Timur, dan penyerangan orang utan ke penduduk di Muara Badak beberapa waktu lalu.

"Ada juga info dari medsos dan warga, yang gak terlapor kami yakin banyak," katanya.

Dari kacamata COP sendiri, penegakan hukum yang berat bagi pelaku pembunuhan orang utan, menjadi pintu masuk membuka pandangan masyarakat soal kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.

Sebagai contoh, 2011 lalu, ketika kasus pembunuhan orangutan menjadi isu nasional dan jadi perhatian, pemerintah pusat dan daerah 'menegur' industri perkebunan sawit yang diduga jadi biang kasus ini.

"(Waktu itu) semua perkebunan sawit melakukan evaluasi. Sebelumya, mereka bikin satgas ilegal, tangkap, bunuh, dan kubur (orang utan). Sekarang gak berani," ujarnya.

"Sejak kejadian itu masyarakat Kaltim makin tahu. Sejak saat itu, BKSDA bisa menerima banyak orang utan, kalau ini banyak masyarakat baca dan nonton, oh ternyata bunuh orang utan itu lama juga dipenjara. Efek jera yang kita dorong," sambungannya.

Diketahui, hingga pertengahan tahun 2018 ini, terpantau ada dua kasus pembunuhan orangutan yang divonis di meja hijau.

Pertama, putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan, Kalimantan Tengah, Nomor Perkara 26/Pid.B/LH/2018/PN BNT dan 27/Pid.B/LH/2018/PN BNT, Senin (14/5/2018) yang menyatakan terdakwa, Muliyadi bin Landes dan Tamorang bin Ribin, atas kasus pembunuhan orang utan di Jembatan Kalahien, Kab. Barito Selatan, Kalimantan Tengah.

Setelah beberapa kali, keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana membunuh satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, dan dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sejumlah Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) subsider 1 bulan.

Baca juga:

Lalu Muhammad Zohri, Atlet RI Pertama yang Sukses Raih Medali Emas di Kejuaraan Dunia U-20 IAAF

Kehabisan Tiket Pesawat, Kepulangan  Pemain Borneo FC Tertunda

Bila Cawapres Bukan Cak Imin, PKB Buka Opsi Tak Dukung Jokowi; PDIP Sebut Gimik

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved