Fatwa MUI Bolehkan Vaksin MR, Dinkes Tarakan Lanjutkan Pemberian Imunisasi Massal untuk Pelajar
Komisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin Measless dan Rubella (MR) untuk imunisasi.
Penulis: tribunkaltim |
"Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini," kata Hasanuddin.
Hukumnya Mubah
Direktur LP POM MUI Kaltim Sumarsongko ikut membenarkan perihal fatwa MUI No. 33/2018 terkait vaksin MR. Dia menyatakan, hal ini (Fatwa MUI) juga sudah disebar dan diberitahukan kepada perwakilan MUI Kabupaten/Kota lainnya.
"Sudah kami sebar ke kabupaten/Kkota. Artinya, status vaksin itu memang belum bersertifikat halal, tetapi karena klausulnya darurat diperbolehkan. Intinya seperti itu," jelas Sumarsongko, Rabu (22/8/2018).
Kasusnya sama, seperti pengandaian, dimana saat tak ada makanan lain, babi diperbolehkan untuk dikonsumsi.
Cucu Konglomerat Ditangkap saat Isap Kokain di Toilet, Inilah Deretan Pabrik Uang Richard Muljadi
"Iya, benar. Namanya darurat seperti itu. Kaidah darurat, ketika tak ada penggantinya. Kedua, menyangkut bahaya jiwa atau pun fisik. Kan dilihat (jika tak divaksin) saat di kandungan, bayi bisa cacat, bisa buta, tuli, bisa kelainan jantung," kata Sumarsongko.
Dalam penentuan fatwa tersebut, Sumarsongko ikut meyakinkan bahwa MUI pasti telah mempertimbangkan banyak faktor hingga akhirnya fatwa tersebut terbit.
"Pasti. Dalam penelitian juga meliputi analisa DNA menggunakan PCR," ujarnya.
Hadirnya fatwa tersebut, juga disampaikan membuat terang persoalan akan penggunaan vaksin MR.
"Sekarang kan jadi lebih jelas. Kalau kemarin kan ada keraguan karena belum ada fatwa MUI. Sekarang sudah ada, dan bagi yang ingin melakukan vaksin, ya silakan. Hukumnya mubah," ucapnya.
Hukum mubah ini juga pernah dibahas antara MUI dengan Kemenkes dalam pengurusan sertifikasi halal vaksim MR beberapa waktu lalu.
RESEP - Masih Punya Stok Daging Kurban? Begini Cara Membuat Nasi Goreng Kambing yang Lezat
Disebutkan, sesuai Fatwa Nomor 4/2016 menjelaskan jika imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Selain itu, imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis memang tidak dibolehkan, terkecuali atas beberapa kondisi
"Kondisi pertama, digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat, kedua belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, dan terakhir, adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal," tandas Sumarsongko.