Gempa dan Tsunami Sulteng
Kisah Ramna, Korban Gempa Palu yang Selamat dari Likuefaksi, Selamat Karena Dimuntahkan Bumi
Ramna mengira akan mati tertelan bumi saat gempa Palu bermagnitudo 7,4. Namun ia masih diberi kesempatan untuk meneruskan kehidupan ini.
Lapar dan haus tidak dihiraukan, semua orang yang menolong keluarganya di sini merasakan yang sama.
Tidak ada bantuan dari manapun, Arifin dan masyarakat Petobo berjuang sendiri-sendiri untuk menyelamatkan keluarganya dari penderitaan yang memilukan ini.
“Semua lapar, termasuk ibu. Saya memberi makan jajanan anak yang berasal dari puing-puing warung yang ikut hanyut tidak jauh dari tempat ibu terjepit,” papar Arifin.
Menjadi pengungsi
Setelah berjuang lama, pada Sabtu sore ibunya bisa dibebaskan dari jepitan material rumah.
Ia membawanya ke tempat pengungsian.
Dengan tertatih-tatih, Arifin menggendong ibunya.
Perjuangan tak kenal lelah berbuah keberhasilan. 24 jam Harina meringkuk tak berdaya di puing-puing rumah bercampur lumpur di Petobo.
Menangis dan Ungkap Perjuangannya saat Gempa Palu, Pasha : Kalau Dianggap Lalai Saya Siap Mundur
Kisah Korban Likuefaksi di Palu Dalam Hati Saya Harus Tetap Hidup
Ia nyaris putus asa, namun doa terus ia panjatkan agar bisa selamat dari bencana ini.
Ia bahkan telah membayangkan jika akhir hidupnya dalam kondisi seperti ini ia sudah menerima ikhlas, ia seperti menghadapi kematian di samping anak kandungnya yang tengah berusaha menyelamatkan.
Namun kehendak Tuhan berkata lain, doanya dan doa anaknya dikabulkan Tuhan.
Ia bisa diselamatkan.
“Jika saya pasrah menerima nasib ini, mungkin ibu saya sudah tak terselamatkan, saya bersyukur,” ujar Arifin.
Tidak ada perawatan bagi Harina, ia hanya dibawa ke tenda pengungsian.
Wanita sepuh ini pasrah dengan terluka.