Pilpres 2019
Menjadi Panelis Debat Capres, Timses Jokowi Pertanyakan Netralitas BW dan Margarito
Terpilihnya mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto sebagai panelis debat pertama Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menimbulkan polemik.
Menjadi Panelis Debat Capres, Timses Jokowi Pertanyakan Netralitas BW dan Margarito
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Terpilihnya mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto sebagai panelis dalam debat pertama Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menimbulkan polemik.
Bambang adalah satu dari tujuh panelis yang ditetapkan oleh KPU RI. Debat pertama bertema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme.
Mereka adalah Guru Besar Hukum Internasional Universi tas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pad jadjaran Prof Bagir Manan, Ketua Komnas HAM 2017-2020 Ahmad Taufan Damanik.
Kemudian mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, Koordinator Indonesia Corruption Watch Ad nan Topan Husodo. Juga pakar hukum tata negara Indonesia Margarito Kamis, dan perwakilan dari pimpinan KPK.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin berharap delapan orang panelis untuk debat pertama bisa bersikap objektif. Tujuh dari delapan orang panelis sudah mengaku bersedia.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan, ketujuh nama yang menyatakan bersedia diharapkan orang-orang yang memiliki integritas, kapasitas, dan profesionalitas.

Meski, menurut Karding, terdapat dua nama panelis yang cenderung mendukung calon presiden 02 Prabowo Subianto.
"Terlepas secara pribadi, satu-dua orang, misalnya Mas BW dan Pak Margarito dipersepsikan memiliki kecenderungan dukungan pribadi ke Pak Prabowo, tapi kita berharap agar objektivitas mereka sebagai tokoh tetap terjaga," ujar Karding saat dikonfirmasi Tribunnews, Minggu (30/12/2018).
Karding menilai debat pasangan capres penting untuk masyarakat Indonesia.
Utamanya agar masyarakat dapat memberikan penilaian dan menentukan pilihan mereka pada pencoblosan pilpres.
Sehingga diharapkan seluruh materi-materi pertanyaan disusun berdasarkan kepentingan Indonesia, bukan hanya untuk menyudutkan salah satu pasangan capres tertentu.
"Bukan sekadar kepentingan untuk menyudutkan, mem-framing, dan menjatuhkan. Walaupun dalam politik itu hal-hal yang sah, misalnya di antara mereka ini dititipkan pertanyaan-pertanyaan oleh pihak sebelah," tutur Karding.
Sebelumnya Ketua KPU Arief Budiman menerangkan, para panelis debat dipilih berdasarkan tema debat.
Diketahui, Polemik mengenai penunjukkan Bambang ramai diperbincangkan di media sosial.
Petisi Tolak BW

Situs Changeorg juga membuat petisi penolakan Bambang Widjojanto (BW) sebagai panelis Debat Capres 2019.
Disebutkan, langkah KPU menetapkan BW sebagai salah seorang panelis depat Capres-Cawapres 2019 dinilai tidak tepat. Bambang dipandang tidak memiliki kapasitas secara moral untuk dilibatkan dalam seremonial perhelatan negara termasuk sebagai tim panelis Debat Capres-Cawapres dalam Pilpres 2019.
“Kami sudah menyampaikan keberatan mengenai hal ini ke Ketua KPU Arief Budiman karena Bambang Widjojanto tidak memiliki kapasitas secara moral untuk dilibatkan dalam perhelatan negara karena statusnya masih menjadi tersangka,” kata Koordinator LSM Satgas Anti Diskriminasi Hukum (Sadis) Gunawan dalam keterangan tertulis, Minggu (30/12/2018).
Dilansir dari Change.org beberapa fakta mendasar yang menjadi alasan penolakan Bambang Widjojanto ini antara lain :
Pertama, pada tahun 2015 pernah menjadi tersangka memberi keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada di Kotawaringin Barat
Kedua, Bambang Widjojanto terlibat dalam manipulasi pajak berdasarkan laporan kepada Jaksa Agung pada 30 Oktober 2018. Terdapat temuan dugaan Bambang melakukan manipulasi pidana pajak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama menjalankan profesi sebagai pengacara Senior Partner di Widjojanto, Sonhaji & Associates yang merugikan negara mencapai puluhan miliar Rupiah.
Ketiga, antara tahun 2009-2010 terdapat nama-nama besar lainnya yang pernah menjadi klien Bambang yang rata-rata bahkan memberikan minimal Rp 15 miliar yaitu Bupati Morotai Rusli Sibua, tersangka dugaan suap Rp 2,9 miliar terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar, Rusli Zaenal, mantan Gubernur Riau, Bupati Tapanuli Tengah, Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar, lembaga LPS yang melahirkan bailout Bank Century, dan terdapat 40 orang lainnya dan diduga terdapat unsur manipulasi pajak dan pencucian uang.
Keempat, Bambang Widjojanto, ketika mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2012, melaporkan dan memberikan keterangan hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp 4,8 miliar.
Padahal menurut Koordinator LSM Satgas Anti Diskriminasi Hukum (Sadis) Gunawan secara konservatif kekayaan Bambang Widjojanto sekitar Rp 150 Miliar bahkan bila dihitung pendapatan per klien bisa mencapai Rp. 400 Miliar.
Kelima, posisi sebagai timses cawapres no urut 02 Sandiaga Uno pada saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 berpotensi akan membuat Bambang Widjojanto sangat tidak netral dan tidak akan berimbang dalam mengemukakan pertanyaan kepada masing-masing calon capres/cawapres.
Dengan berbagai alasan hukum dan politis seperti itu, menurut mereka, Bambang Widjojanto sangat tidak layak untuk dijadikan salah satu panelis di debat pilpres 2019.
Petisi ini didukung oleh LSM Satgas Anti Diskriminasi Hukum (Sadis), seluruh Relawan dan Pendukung Calon No Urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, dan masyarakat yang peduli demokrasi yang sehat, jujur dan adil.
[bin/dennis destryawan]
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Timses Jokowi Berharap BW dan Margarito Kamis Objektif Jadi Panelis Debat Capres,