Ternyata, Satu Bahan Kosmetik Ini Sangat Manjur untuk Pemutih, Tapi Bisa Buat Janin Cacat dan Kanker
Dia juga mengungkap bahwa meskipun harga kosmetik ilegal ini terkadang lebih mahal dari yang terdaftar, tapi ada saja warga yang menggunakannya.
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Doan Pardede
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Polresta Samarinda berhasil mengungkap praktik pembuatan kosmetik ilegal dengan omzet mencapai Rp 2,8 Miliar per bulannya.
Pelaku memasarkan produknya dengan memanfaatkan media sosial, serta akun jual beli barang online.
Bahkan, produk kosmetik ilegal itu juga telah di endorse oleh sejumlah artis ternama.
Ogah Terprovokasi Kisruh di Pusat, Perwakilan 3 Kubu KNPI di Kaltim Komit Kembali Bersatu
Vanessa Angel Ternyata Pernah Terpukul Karena Batal Menikah, Sampai Stres dan Nyaris Bunuh Diri
Produk pemutih jadi produk yang paling banyak dibeli oleh konsumen.
Terdapat 41 produk yang berhasil dibuat oleh pelaku, yang telah beroperasi sejak 2017 lalu, dengan penghasilan per harinya mencapai Rp 80 Juta.
"Dari hasil pemeriksaan, pelaku belajar membuat kosmetik ilegal ini dari menonton Youtube, karena banyak peminatnya, akhirnya pelaku memproduksi banyak dan menjualnya," ucap Kepala Bidang Penindakan BPOM Samarinda, Siti Chalimatus S, Senin (7/1/2019).
Kosmetik illegal sendiri dapat menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh, hingga menyebabkan kematian bagi penggunanya.
"Kosmetik yang dihasilkan oleh pelaku ini mengandung merkuri yang merupakan bahan berbahaya, yang tidak boleh digunakan, karena merkuri ini sejenis logam berat," jelasnya.
"Ke otak bisa ganggu susunan saraf, fungsi ginjal juga bisa rusak, dan banyak kerusakan lainnya yang dapat ditimbulkan," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, BPOM bersama Polresta Samarinda mengungkap praktik pembuatan kosmetik ilegal di jalan Perjuangan II,Samarinda pada Kamis (3/1/2019) lalu, sekitar pukul 13.30 Wita.
Sejumlah barang bukti dan tujuh orang diamankan saat penggrebekan itu.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 197 Jo 106 ayat 1, UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun kurungan. (*)