Abu Bakar Baasyir Enggan Berikrar Setia Pancasila, PDIP: Jadi Warga Negara Lain Saja

Hasto Kristiyanto menanggapi pembebasan tanpa Syarat Abu Bakar Ba'asyir yang enggan menandatangani janji setia kepada Pancasila.

istimewa
Pose Abu Bakar Baasyir saat berada di RSCM. (TRIBUNNEWS.COM) 

"Tidak, kita masing-masing punya kedaulatan," ujarnya. Ma'ruf berharap tak ada intervensi antar negara terkait permasalahan Abubakar Baasyir. Ma'ruf mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ya, supaya tidak mengintervensi masing-masing negara,"kata Ma'ruf.

Unsur Politik
Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan menginidikasikan ada unsur politik atas rencana pemerintah membebaskan secara bersyarat Ustaz Abubakar Baasyir.

"Untuk kasus Baasyir ini memerlukan waktu sangat lama dan intervensi Yusril Ihza Mahendra. Bahkan pembebasan Ba’asyir terjadi di waktu-waktu menjelang pemilihan umum," kata Ricky Gunawan.

Dia melihat potensi sangat kecil terhadap kemungkinan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengurangi masa hukuman, ataupun membebaskan terpidana lain (termasuk terpidana mati), yang sudah lanjut usia.

Namun, terlepas dari kontroversial pembebasan Baasyir, dia meminta, pemerintah agar mengkaji status terpidana lainnya, termasuk terpidana mati, yang sudah berusia tua dan mungkin sakit-sakitan, agar dapat juga segera dibebaskan.

Menurut dia, pemerintah dapat membentuk suatu peraturan panduan yang mengikat secara hukum tentang usia narapidana.

"Peraturan semacam ini akan membuat hal yang sekarang ini diterima Baasyir dapat pula diterima narapidana lain yang profilnya jauh dari sorot media," kata dia.

Dia menjelaskan, pengaturan usia narapidana penting tidak hanya dalam urusan hak asasi manusia namun juga baik sebagai bentuk tertib administrasi keadilan.

Selain itu, kata dia, peraturan tersebut juga penting bagi pemerintah menepis anggapan pembebasan Baasyir ini hanyalah demi memenangkan demografi tertentu pada pemilihan umum.

"Preseden ini sesungguhnya sangat baik karena membuka ruang bagi terpidana-terpidana lain yang usianya juga sudah uzur untuk mendapatkan hal yang serupa dari Presiden," ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, menunggu langkah kemanusiaan lainnya dari pemerintah terhadap para pelaku tindak pidana. 

Pada saat ini, menurut dia, terdapat 51 orang terpidana mati menunggu pengubahan pemidanaan dengan masa tunggu di atas 10 tahun.

Selain itu, kata dia, pemberian amnesti untuk korban dikriminalisasi dan pertimbangan grasi terpidana mati kasus narkotika.

"Jika presiden menghormati nilai kemanusiaan ini, maka presiden harus mengubah pidana mati ke-51 orang tersebut menjadi pidana seumur hidup ataupun pidana maksimal 20 tahun penjara," kata Anggara.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved