Abu Bakar Baasyir Enggan Berikrar Setia Pancasila, PDIP: Jadi Warga Negara Lain Saja
Hasto Kristiyanto menanggapi pembebasan tanpa Syarat Abu Bakar Ba'asyir yang enggan menandatangani janji setia kepada Pancasila.
Dia menegaskan, masukkan seseorang dalam daftar tunggu pidana mati terlalu lama dengan ketidakpastian merupakan bentuk penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi dari negara.
Berdasarkan data yang diolah ICJR dari Dirjen Pemasyarakatan sampai dengan Oktober 2018, terdapat 219 orang dalam daftar tunggu pidana mati, dengan hitungan masa tunggu sampai dengan 1 Desember 2018.
Terdapat 51 orang dengan masa tunggu lebih dari 10 tahun tanpa kejelasan yang mempengaruhi kondisi psikologis.
Bahkan 21 orang di antara telah masuk ke dalam daftar tunggu pidana mati lebih dari 15 tahun.
Selain itu, pemberian amnesti kepada Baiq Nuril dan Meiliana, mereka yang dinilai mengalami kriminalisasi. Baiq Nuril, korban kekerasan seksual yang dikriminalisasi dengan UU ITE dan harus berada di bawah bayang-bayang pidana 6 bulan penjara.
Sedangkan, kasus Meliana juga harus diperhatikan oleh presiden, lagi-lagi pasal tentang penodaan agama menyerang kelompok agama minoritas. Hal ini terjadi karena praktik penegakkan hukum yang diskriminatif dalam Pasal 156a KUHP.
"Presiden dengan nilai kemanusiaan yang dianutnya harus juga menginisiasi untuk dilakukan perubahan terhadap rumusan pasal karet tentang penodaan agama yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas agama," kata dia.
Terakhir, presiden harus secara seksama mempertimbangkan grasi. Khusus untuk terpidana mati kasus narkotika, Presiden Joko Widodo telah secara jelas menyatakan akan menolak seluruh permohonan grasi yang diajukan.
Berdasarkan catatan ICJR pada 2016 dan 2017, presiden menolak seluruh permohonan grasi untuk terpidana mati kasus narkotika, berdasarkan Putusan MK No. 56/PUU-XIII/2015.
Melalui putusan itu, dia menjelaskan, MK mengisyaratkan dalam hal mengeluarkan Keputusan Presiden mengenai grasi, Presiden terikat pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Grasi
Pasal ini telah jelas memerintahkan pertimbangan yang diberikan presiden adalah pertimbangan yang layak, dengan melakukan pemeriksaan secara mendalam, tidak secara buta menolak permohonan kasus tertent secara umum.
"Secara filosofis, grasi memang lebih bersifat kemanusiaan karena merupakan bentuk belas kasih atau pengampunan yang diberikan kepala negara kepada seorang terpidana," kata dia.
Sehingga pertimbangan pada faktor kemanusiaan yang sangat bersifat individual dan subjektif harus dilakukan, tidak dapat diletakkan dalam konsep pukul rata seperti pada terpidana khusus kasus narkotika yang diterapkan presiden.
Dia menambahkan, dalam kasus terpidana mati perempuan kasus narkotika jelas, perempuan kerap menjadi korban perdagangan orang lewat penipuan dan penyalahgunaan relasi kuasa sindikat narkotika.
"Harusnya Presiden memperhatikan aspek ini," tambahnya.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan untuk membebaskan ustaz Abubakar Baasyir dari tahanan tanpa syarat.
Menurut dia, upaya itu merupakan langkah hukum yang sangat bijak dan mulia.
"Usulan pembebasan ustaz Abubakar Baasyir pernah disampaikan Ketua Umum MUI Bapak Kiai Ma'ruf Amin pada awal 2018 lalu dengan pertimbangan kesehatan dan kemanusiaan," kata Zainut Tauhid.
Dia meyakini setelah melalui proses pertimbangan yang panjang akhirnya presiden memutuskan untuk segera membebaskan Ustaz Abubakar Baasyir dalam waktu dekat ini.
Atas upaya itu, dia mengucapkan syukur dengan keputusan itu. Dia menilai, dibebaskannya Ustaz Abubakar Baasyir menunjukkan pemerintah menjunjung tinggi prinsip perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam menangani masalah terorisme.
Selain itu, kata dia, pemerintah menghormati harkat martabat kemanusiaan sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
"MUI mengimbau seluruh masyarakat Indonesia tidak mengembangkan asumsi dan dugaan lain terkait dengan pembebasan, karena hal itu dapat mengaburkan esensi hukum itu sendiri yaitu netral dan berpihak kepada nilai kemanusiaan dan keadilan," kata dia.
Di kesempatan itu, dia mengajak, masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaannya terhadap bahaya terorisme, karena terorisme tidak pernah mati dan terus menjadi ancaman bagi kemanusiaan.
"Bukan saja ancaman terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa Indonesia tetapi juga ancaman terhadap keselamatan dunia," tambahnya.
(Tribun Network/gle/nis/wly/Sydney Morning Herald)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Abu Bakar Baayir Enggan Tandatangani Janji Setia Kepada Pancasila, Sekjen PDIP: Tidak Bisa Ditawar,