Breaking News

Bukan Hanya Ponorogo dan Jember, Warga di Jombang Juga Termakan Isu hari Kiamat, Ini Buktinya

Isu hari kiamat tidak hanya terjadi di Kabupaten Ponorogo. Ternyata, sejumlah warga di Kabupaten Jombang, Jatim, juga termakan isu tersebut.

Editor: Doan Pardede
surabaya.tribunnews.com/sutono
Salah satu rumah warga Desa Pakel, Bareng, Jombang, yang dijual dan pemiliknya booyongan ke Malang. 

TRIBUNKALTIM.CO -  Isu hari kiamat tidak hanya terjadi di Kabupaten Ponorogo. Ternyata, sejumlah warga di Kabupaten Jombang, Jatim, juga termakan isu tersebut.

Mereka yang termakan desas-desus tersebut juga rela menjual rumah dan harta miliknya untuk berangkat di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang.

Beberapa orang yang terpengaruh itu setidaknya ada di wilayah Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang.

Mereka berencana pindah ke sebuah ponpes di Kasembon, Malang.
Baca juga :

Amir: Pemprov Tak Pernah Janjikan Legalisasi Penangkapan Kepiting, Larangan Itu Aturan Pusat

Di antaranya rumah milik Fatihin, di Dusun Jemparing Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Jombang.

Sejak dua bulan lalu rumah berukuran sekitar 37 x 7 meter sudah dilego kepada keponakannya dengan harga Rp 50 juta.

Tak hanya itu, Fatihin juga menjual dua ekor sapi miliknya dengan harga Rp 16 juta.

Padahal, seharusnya harga dua ekor sapi itu bisa mencapai Rp 30 juta rupiah.

Demikian pula rumahnya, seharusnya harganya jauh di atas Rp 50 juta.

Achmad Burhani, adik Fatihin, mengatakan, kakaknya sengaja menjual rumah mereka karena akan berpindah ke pondok pesantren di Kasembon bersama istri dan tiga anaknya.

Rencana ini muncul karena adanya kabar kiamat yang bakal terjadi tidak lama lagi.

Harga tersebut menurutnya harga yang tidak lazim dan jauh di bawah harga pada umumya.

“Rumahnya dijual dan kakak saya beserta keluarga mondok di Kasembon, karena itu tadi, takut ada kiamat,“ terangnya, Jumat (15/3/2019).

Hal yang sama juga terjadi terhadap dua warga lain di Desa Pakel.

Namun hingga kini proses penjualan masih dalam tahap tawar-menawar alias negosiasi.

Kejadian di Ponorogo

Pernyataan Katimun tentang dunia akan segera kiamat membuat 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, memutuskan untuk mengungsi ke sebuah pondok di Malang.

Berdasarkan keterangan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni, Katimun sering menggelar ceramah di rumahnya di Desa Watu Bonang.

Bupati ponorogo Ipong Muchlisoni
Bupati ponorogo Ipong Muchlisoni (KOMPAS.com/Achmad Faizal)

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengatakan, alasan warganya pindah karena ada satu warga yang menyebarkan isu kiamat.

"Dua bulan lalu, Katimun (warga Desa Watu Bonang) setelah pulang menimba ilmu datang dari rumah ke rumah memengaruhi warga dan menyebarkan ajaran tersebut," kata Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/3/2019).

Saat mendatangi rumah ke rumah, kata Ipong, disampaikan kepada warga kiamat sudah dekat. Untuk itu, jemaah diminta menjual aset-aset yang dimiliki untuk bekal di akhirat atau dibawa dan disebarkan di pondok.

"Mereka juga sampaikan, kalau masuk ke jemaah ini, ketika dunia ini kiamat, mereka tidak ikut kiamat," kata Ipong. 

Selain memberi informasi tentang kiamat, Katimun dan kelompoknya menyatakan Ramadhan yang akan datang akan ada huru-hara atau perang. Untuk itu jemaah diminta membeli pedang kepada kiai seharga Rp 1 juta.

"Bila tidak membeli pedang, diminta menyiapkan senjata di rumah. Ini tidak masuk semua," kata Ipong.

Sementara itu, sejak sebulan lalu 52 warga tersebut sudah pindah ke pondok yang berada di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang.

"Tak hanya pindah, rumahnya juga sudah dijual, tetapi ada yang belum laku," kata Ipong.

Kabar 52 warga Pono  rogo mengungsi ke Malang menjadi viral setelah sebuah akun atas nama Rizki Ahmad Ridho mengunggah informasi itu di Info Cegatan Wilayah Ponorogo (ICWP).

Sejak di-posting dua hari kemarin sudah dikomentari 1.405 netizen dan disukai 1.014 netizen. Unggahan Rizki tersebut adalah,

"kepoinfo seng omahe watu bonang enek ora jarene lemah' pdo.di dol.gek pindah neg malang kae kronologine pie..Seng 2 krngu" jarene kenek doktrin seng kiamat disek dwe daerah kno gek jarene neh kui gae jaket MUSA AS..kui aliran opo lurrr.samarku mbat brawek neg daerah" lio..Ngnu wae..mergo rdok nyamari babakan ngne kie wedi ko mbat di gae edan lak io.jembuk.

(#kepoinfo yang rumahnya di Watu Bonang ada apa tidak. Infonya tanah-tanah dijual lalu pada pindah ke Malang. Terus bagaimana kronologinya. Yang kedua, dengar-dengar katanya kena doktrin bahwa kiamat pertama kali akan datang di situ. Lalu katanya lagi ada yang memakai jaket MUSA AS. Itu aliran apa ya saudara, khawatirku merembet ke daerah lain. Gitu aja. Soalnya agak membahayakan masalah seperti ini. Takutnya malah membuat orang gila),"

Kondisi rumah Katimun, tokoh yang mengajak 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo pindah ke Malang karena isu kiamat sepi tak berpenghuni, Rabu ( 13 / 3 / 2019) sore.
Kondisi rumah Katimun, tokoh yang mengajak 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo pindah ke Malang karena isu kiamat sepi tak berpenghuni, Rabu ( 13 / 3 / 2019) sore. (KOMPAS.com/MUHLIS AL ALAWI)

Rumah Katimun, tokoh yang mengajak 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, pindah ke Kabupaten Malang karena isu kiamat, sepi, Rabu (13/3/2019).

Rumah itu diketahui sudah tidak berpenghuni sejak dua bulan lalu. Pantuan Kompas.com, pintu rumah Katimun terkunci rapat. Bahkan bagian depan rumah dipagar dengan jaring plastik melingkar.

"Setelah Katimun pindah ke Malang, aktivitas pengikutnya tidak ada lagi. Mushala yang dahulu ramai jemaahnya juga sepi. Sekarang sepi seperti kuburan," ujar Kepala Desa Watu Bonang Bowo Susetyo kepada Kompas.com, Rabu malam.

Bowo mengatakan, tidak mengetahui persis proses 52 warga Watu Bonang hijrah ke Malang. Dia hanya mengetahui bahwa Katimun hijrah ke Malang dua bulan lalu.

Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo menjelaskan tentang 52 warganya yang pindah ke Malang.
Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo menjelaskan tentang 52 warganya yang pindah ke Malang. (KOMPAS.com/MUHLIS AL ALAWI)

Bowo Susetyo mengaku kaget dan tak tahu-menahu ada 52 warganya pindah ke Malang. Dia hanya mengetahui bahwa Katimun hijrah ke Malang dua bulan lalu.

Bowo mengatakan secara administrasi 52 warga yang pindah ke Malang itu masih warga Desa Watu Bonang. Bowo mengatakan, sejauh ini baru empat rumah yang dijual oleh warga yang termakan isu kiamat itu.

"Ketika kami konfirmasi kenapa dijual, warga mengatakan hasil penjualan itu nanti akan menjadi bekal selama mondok di Kasembon, Kabupaten Malang," kata Bowo.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menerima anugerah perempuan satu digit dari Bamag LKKI di Kota Batu, Rabu (6/3/2019)
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menerima anugerah perempuan satu digit dari Bamag LKKI di Kota Batu, Rabu (6/3/2019) (KOMPAS.com/ANDI HARTIK)
Baca juga :

Menurut Ipong, Pemkab Ponorogo bersama ormas Islam dan MUI sudah turun ke lokasi untuk memberi pemahaman dengan berbagai cara, tetapi tidak mempan dan tembus.

"Untuk itu saat ini orang-orang lain yang belum terpengaruh kami bentengi sekarang supaya tidak melebar lebih dari 52 orang," kata Ipong.

Namun, menurut Ipong, kasus ini terkendala karena di lokasi kejadian tidak ada aktivitas keagamaan. Selain itu, bila hendak menindak, polisi harus ke pondok pesantren langsung dan harus ada fatwa MUI dulu. 

[Michael Hangga Wismabrata]

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved