Sakau dan Ngamuk Kepada Ibu, Simak Kisah Anak Pecandu Narkoba yang Ingin Insyaf
Sz, 16 tahun salah seorang yang yang merasakan bahayanya narkoba. Ia bahkan sempat ngamuk kepada ibunya karena tak diberi uang untuk membeli sabu.
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - "Narkoba merusak mu" bukan hanya sekedar jargon kampanye anti narkoba. Namun ungkapan ini benar adanya, dan terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur.
Selain tubuh menjadi rusak, pikiran, serta akal sehat pun jadi rusak. Bahkan, orangtua yang seharusnya dihormati, dan dilindungi, jadi korban dari narkoba.
Tribunkaltim.co bertemu dengan seorang anak berusia 16 tahun berinisial Sz di kantin Polsek Samarinda Kota, jalan Bhayangkara, Kamis (18/4/2019) siang tadi.
Anak tersebut tampak berbadan kurus, dan seperti tidak memiliki gairah untuk hidup. Di meja kantin tempat anak itu berada, terdapat secarik kertas bertuliskan tangan dengan tinta hitam.
Setelah diamati, ternyata kertas tersebut merupakan surat pernyataan berisi kesanggupannya untuk tidak lagi menggunakan narkotika jenis sabu.
Kendati terlihat seperti anak yang pendiam, namun anak yang tinggal di jalan M Said itu tampak lancar menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Tanpa canggung, anak tersebut menjelaskan jika dirinya telah tiga hari berada di tahanan Polsek Samarinda Kota, sejak Senin (15/4/2019) lalu.
Setelah ditelusuri lebih dalam, anak tersebut masuk ke tahanan bukan karena kasus kasus narkotika, namun karena sering ngamuk kepada ibunya. Anak ini kerap mengamuk kepada ibunya ketika tidak diberi uang.
Parahnya lagi, anak ini meminta uang untuk membeli sabu, guna dikonsumsi bersama teman-temannya.
Bahkan, saking seringnya membeli sabu, dirinya punya tempat langganan membeli sabu.
"Tapi saya tidak mukul ibu, hanya saja saya marah kalau ibu tidak beri uang. Iya, uangnya memang untuk beli sabu.
Kalau tidak dikasih uang, saya cari pinjaman ke keluarga lain," ucapnya, Kamis (18/4/2019).
Sz sendiri telah putus sekolah sejak kelas II SD. Sebelum mengenal sabu setahun terakhir ini, dirinya telah lebih dahulu mengenal lem untuk dihirup.
Akibat salah pergaulan, dirinya pun terjerumus menjadi pecandu narkoba.
Sejumlah upaya telah dilakukan oleh ibunya, bahkan dirinya telah menjalani masa rehabilitasi di Balai rehab BNN Tanah Merah selama empat bulan.
Namun, setelah keluar dan kembali bertemu dengan teman-temannya, dirinya kembali ketergantungan terhadap narkoba.
"Sempat berhenti, merokok saja saya berhenti. Tapi, ketemu teman-teman lagi, makanya makai lagi.
Dulu sebelum direhab, saya sering sakau, badan saya sakit semua kalau tidak pakai sabu, sekarang sudah tidak lagi walaupun tidak menggunakan sabu," terangnya.
Ruangan tahanan baginya bukan tempat yang asing lagi, dirinya sudah sering keluar masuk tahanan Polsek, walaupun ditahan hanya beberapa hari saja.
Umumnya, dirinya ditangkap Polisi karena kedapatan menggunakan lem, lalu nongkrong hingga larut malam, dan kenakalan remaja lainnya.
"Kapok juga kalau masuk tahanan terus, capek juga sudah aku. Sering sudah masuk tahanan, awalnya saja saya digalakin sama tahanan lain, besoknya mereka baik," ungkapnya.
Selama menggunakan sabu, dirinya selalu membeli kepada seorang wanita yang di rumahnya terdapat warung menjual kebutuhan pokok warga. Dirinya membeli di jalan Lambung Mangkurat, gang Bakti.
Saking sering membeli sabu kepada wanita itu, dirinya tak perlu lagi memberikan "kode" pembelian ketika hendak membeli.
"Kalau yang baru pertama beli, pasti agak lama prosesnya itu, karena dia (wanita) tidak jual ke sembarang orang," jelasnya.
"Tapi, kalau saya sudah sering sama dia. Kalau dia lihat saya masuk gang, dari jauh pasti dia nganggukin kepala, lalu saya balas ngangguk juga.
Pas sudah berhadapan, langsung diberikannya saya satu poket kecil, saya kasih dia Rp 100 ribu, transaksinya cepat kalau sudah dikenal," sambungnya.
Dia tidak pungkiri, jalan Lambung Mangkurat, terutama gang tertentu banyak warga yang berjualan sabu. "Memang banyak yang jualan di sana," tegasnya.
Lanjut dia menjelaskan, agar dirinya dapat terlepas dari jerat narkoba, dirinya sadar harus meninggalkan lingkungannya.
Maka dari itu, setelah dua kali menolak untuk masuk pesantren, kali ini dirinya bersedia.
Sekitar pukul 15.00 Wita, Sz diantara ibunya ke pesantren yang terdapat di Prangat, Kutai Kartanegara.
Sebelum masuk ke mobil menuju pesantren, dirinya tampak mencium tangan semua orang yang berada di kantin itu, sambil mengucap pamit.
"Saya jalan dulu om," ucapnya tersenyum.
Ancaman Narkoba Itu Nyata
Sementara itu, Humas Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Samarinda, Ahmad Fadholi menegaskan bahwa ancaman narkoba itu memang nyata.
Bahayanya narkoba itu bukan hanya sebagai isu yang selalu digaungkan oleh aparat penegak hukum, namun benar adanya.
"Artinya ini memang nyata, dampak kerusakannya sangat besar. Narkoba merusak fisik, masa depan, hubungan dengan orangtua hingga merusak struktur sosial di masyarakat," tegasnya.
Terkait hal ini, menurutnya tinggal kemauan semua pihak saja untuk bersama-sama menolak narkoba.
"Ancaman narkoba ini nyata dan sangat serius. Tinggal kemauan bersama saja untuk menolaknya.
Terkait rehabilitasi, hal ini juga harus dibarengi dengan kesadaran si penggunanya, karena sifat narkoba ini kerusakanya permanen," pungkasnya. (*)
BACA JUGA
Tak Terpengaruh Tensi Panas Politik! Polisi Tetap Hajar Pengedar Narkoba di Balikpapan
Polpres PPU Ungkap 5 Kasus Narkoba, Tersangka Mengaku Modus Bisnis dengan Jual ke Pengecer
Polisi Tangkap Target Operasi Pengedar Narkoba di Balikpapan, Istri Diduga Ikut Terlibat
Tak Ada Kelurahan yang Bersih dari Narkoba, Begini Respon Pemkot Samarinda
Tersangka Kurir Narkoba di PPU Musnahkan Sabu 0,86 Gram, Begini Caranya
Likes dan Follow Fanspage Facebook
Follow Twitter
Follow Instagram
Subscribe official YouTube Channel