Ramadhan 2019
Apa Hukum Suntik atau Injeksi Bagi Orang yang sedang Berpuasa di Bulan Ramadhan? Ini Fatwa dari MUI
Ketika seseorang terserang penyakit saat berpuasa, tak jarang ada yang membutuhkan tindakan medis seperti injeksi (menyuntik).
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah, 2: 183-184)
Pendapat ulama tentang suntikan bagi orang yang berpuasa
Para ulama berbeda pendapat tentang suntikan bagi orang yang berpuasa, apakah membatalkan puasa atau tidak.
- Menurut para ulama salaf
Menurut para ulama salaf, suntikan dengan memasukkan obat ke dalam tubuh melalui pori-pori di bawah kulit atau melalui pembuluh darah adalah membatalkan.
Karena pada hakekatnya, suntikan adalah memasukkan suatu benda ke dalam tubuh, meskipun tidak melalui lubang badan yang lazim (umum).
Hal ini dapat dibaca dalam berbagai kitab fiqh salaf seperti kitab “Al-Muhadzzab Fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’I”, sebagai berikut:
“Jika orang yang berpuasa melakukan suntikan, maka batallah puasanya. Karena jika puasa seseorang menjadi batal disebabkan oleh sesuatu yang masuk kedalam otaknya melalui lubang hidung, maka tentu sesuatu yang masuk kedalam tubuh melalui suntikan lebih membatalkan puasanya”
- Menurut para ulama modern
Menurut para ulama modern seperti Sayyid Sabiq dan Syeikh Ibrahin Abu Yusuf, suntikan tidak membatalkan puasa, karena suntikan dilakukan dengan memasukkan obat melalui lubang tubuh yang tidak lazim, meskipun obat tersebut dapat merasuk ke dalam tubuh.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab “Fiqh as-Sunnah”, sebagai berikut:
“Di antara sesuatu yang boleh dilakukan dalam berpuasa adalah suntikan secara mutlak, baik dengan tujuan untuk memasukkan makanan atau tujuan lain, dan baik dilakukan di otot atau di bawah kulit, karena meskipun sesuatu yang dimasukkan melalui suntikan tersebut masuk kedalam tubuh, tetapi hal itu dilakukan melalui lubang yang tidak lazim”.
Demikian juga dalam kitab “Al-Ijabahasy-Syar’iyyah Fi Masailasy-Syari’ah” karya Syeikh Ibrahim Abu Yusuf, sebagai berikut :
“Diperbolehkan menancapkan jarum (suntik) di bawah kulit atau pada pembuluh darah (urat), meskipun dengan tujuan untuk memasukkan makanan, karena hal itu dilakukanbukan melalui lubang badan yang diperhitungkan oleh syara’ (mulut, hidung dantelinga).Sungguh pun demikian, sebaiknya hal itu dilakukan sesudah berbuka puasa”.
Keputusan Fatwa Hukum MUI