Pilpres 2019
Jelang Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK, Berikut Persiapan BPN, TKN, KPU, hingga Faktor Keamanan
Berikut sederet persiapan yang dilakukan jelang sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Cornel Dimas Satrio | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Persiapan terus dimatangkan jelang sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 yang akan digelar, Jumat (14/6/2019) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak hanya persiapan teknis yang terus dimatangkan seperti kelengkapan fasilitas ruang sidang, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyiapkan 9 Hakim konstitusi penentu akhir sengketa Pilpres 2019.

Sejauh ini pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa Pilpres 2019, juga tengah menyiapkan diri untuk menghadapi sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
1. BPN siapkan 15 Pengacara tanpa Didampingi Prabowo dan Sandiaga
Pada sidang perdana gugatan sengketa Pilpres 2019, tim BPN bakal menyiapkan 15 orang dari tim kuasa hukum dan perwakilan BPN yang hadir di gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Bambang Widjojanto akan membacakan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019.

Sementara itu, BPN memastikan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno tidak akan hadir saat sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi ( MK), Jumat (14/6/2019).
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Andre Rosiade mengonfirmasi kabar tersebut. Adapun agenda sidang pendahuluan yakni penyampaian permohonan sengketa oleh pemohon, dalam hal ini pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Pak Prabowo dan Bang Sandi tidak akan hadir besok," ujar Andre Rosiade saat dihubungi, Kamis (13/6/2019).
Menurut Andre Rosiade, ada dua alasan Prabowo-Sandi akhirnya memuturkan tidak hadir dalam sidang tersebut.
Pertama, sejak awal Prabowo tidak ingin mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keinginan untuk mengajukan permohonan sengketa justru berasal dari para pendukung Prabowo-Sandiaga.
"Karena ini keinginan rakyat ya tentu Pak Prabowo akhirnya menyampaikan aspirasi masyarakat itu untuk gugat ke MK. Tapi ini kan bukan hanya bicara Prabowo Sandi tapi bicara gugatan dan keinginan aspirasi rakyat," ucapnya.
Selain itu, Prabowo-Sandi juga tidak ingin para pendukungnya hadir di sekitar Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang pertama. Andre mengatakan, pihak BPN khawatir kehadiran Prabowo-Sandiaga akan mendorong para pendukungnya untuk ikut datang ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ditakutkan dengan kehadiran Pak Prabowo dan Bang Sandi menyebabkan pendukung kami datang berbondong-bondong. Untuk itu kita putuskan Pak Prabowo dan Bang Sandi tidak hadir, dengan harapan pendukung kami juga tidak hadir," kata Andre.
Baca Juga:
Soal Putusan Sengketa Pilpres 2019, Hakim Mahkamah Konstitusi Dinilai Pengamat akan Bersikap Netral
Pengunjuk Rasa Aksi Protes Sengketa Pilpres 2019, tak akan Pengaruhi Hakim Mahkamah Konstitusi
Prabowo dan Sandi Batal Hadiri Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2019; Jubir BPN Ungkap Alasannya
2. TKN Siapkan 29 Nama Pendamping di Mahkamah Konstitusi (MK)
Kubu Jokowi-Maruf Amin sebagai pihak terkait dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019, telah menyiapkan 29 nama pendamping sebagai prinsipal ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (13/6/2019).
Hal ini diungkapkan pengacara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Ade Irfan Pulungan.

Menurutnya dasar kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) menyertakan pendamping tersebut adalah Peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 4 pasal 4 tahun 2018 tentang tata beracara dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden.
Hal itu disampaikannya ketika datang beserta tim untuk menyerahkan jawaban dan alat bukti ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (13/6/2019).
"PMK Nomor 4 pasal 4 tahun 2018 itu kan dimungkinkan adanya pendamping untuk mendampingi prinisipal di dalam persidangan. Makanya kami memanfaatkan aturan itu," kata Ade Irfan Pulungan.
Tugas para pendamping tersebut, kata Ade Irfan Pulungan. di antaranya memberikan informasi kepada tim kuasa hukum terkait sengketa Pilpres 2019.
"Tugas pendamping itu dia bisa memberikan informasi kepada kami tim kuasa hukum terkait persoalan yang ada," ujarnya.
Ade pun mengatakan, para pendamping tersebut diperbolehkan hadir dan duduk di kursi pihak terkait dalam sidang sengketa Pilpres.
Kendati demikian, para pendamping tidak diperkenankan memberikan keterangan secara langsung kepada majelis hakim.
"Ya, bisa masuk. Hasil komunikasi dengan pihak panitera mereka bisa hadir di persidangan dan duduk di kursinya pihak terkait, yang dua puluh itu disediakan MK tapi dia statusnya pasif, tidak bisa memberikan keterangan. Dia bisa langsung beri masukan ke kami tapi bukan ke majelis hakim. Kalau tim kuasa hukum dia bisa langsung bicara ke Majelis Hakim," kata Ade Irfan Pulungan.
3. KPU Siapkan 20 Pengacara Hingga Ratusan Box Alat Bukti Hadapi Gugatan
4. Turunkan 48 Ribu Personel Gabungan TNI/Polri berjaga di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan pihaknya bersama TNI akan menurunkan puluhan ribu personel yang bertugas mengamankan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
"Kita keseluruhan berkaitan dengan pengamanan ini ada 48 ribu personel gabungan TNI-Polri," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Argo mengatakan pihaknya juga telah berkomunikasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merumuskan skema pengamanan yang tepat.
"Tentunya dari pihak kepolisian sudah komunikasi dengan pihak MK. Kepolisian dengan TNI sudah bertemu dengan pimpinan MK," tutur Argo.
Penurunan personel ini sebagai bentuk langkah antisipasi apabila terjadi kericuhan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun sebenarnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sudah menegaskan melarang demonstrasi digelar di depan Mahkamah Konstitusi (MK) selama sidang sengketa Pilpres 2019 berlangsung.
Pasalnya demonstrasi berpotensi mengganggu ketertiban publik.
"Tidak kita perbolehkan di depan MK karena mengganggu jalan umum, mengganggu ketertiban publik, dan mengganggu hak asasi orang lain," ujar Tito di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Kapolri Tito Karnavian mengatakan kebijakan ini diberlakukan setelah pihaknya belajar dari kasus kerusuhan di depan Bawaslu.
Baca Juga:
Inilah Profil 9 Hakim Mahkamah Konstitusi yang Tangani Sengketa Pilpres 2019, Sebentar Lagi Diputus
Begini Persiapan Akhir di Mahkamah Konstitusi Jelang Sidang Sengketa Pilpres 2019
Tito Karnavian menyebut akibat diskresi pihak kepolisian yang membolehkan demonstrasi hingga malam hari justru disalahgunakan hingga berujung kerusuhan.
"Karena itu, kita tidak mau ambil risiko. Kali ini tidak boleh ada aksi apapun di depan MK karena itu mengganggu jalan umum, karena jalan Merdeka Barat itu jalan protokol," tegas Tito Karnavian.
Namun polisi memperbolehkan massa menggelar aksi di depan IRTI Monas dan samping Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda yang berada di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan.
"Kalau nanti ada penyampaian pendapat, kita akan kanalisasi depan IRTI, di samping patung kuda dan diawasi," ungkap Tito. (*)
(TribunKaltim.co / Cornel Dimas Satrio K)