Kisah Guru Besar UGM, Saksi Ahli Jokowi-Maruf, Diragukan Bambang Widjojanto, Diapresiasi Mahfud MD

Guru Besar Ilmu Hukum UGM Prof Eddy OS Hiariej mengaku ditelpon mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD< semalam sebelum tampil di MK

Editor: Rafan Arif Dwinanto
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Saksi ahli tim kuasa hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin, Edward Omar Sharif Hiariej saat sidang lanjutan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli dari pihak terkait yakni paslon nomor urut 01 Joko Widodo - Maruf Amin. 

TRIBUNKALTIM.CO - Guru Besar Ilmu Hukum, UGM, Prof Eddy OS Hiariej menjadi saksi ahli untuk kubu Jokowi-Maruf.

Eddy menyampaikan keterangan soal kecurangan terstruktur, sistematis dan massif di sidang ke lima sengketa Pilpres 2019, di Mahkamah Konstitusi.

Namun, kredibilitas Eddy sebagai seorang yang ahli, diragukan Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto.

Dalam sidang, Bambang Widjojanto sempat menyindir berapa buku dan jurnal yang sudah dihasilkan Guru Besar UGM, ini.

Dalam sidang, Guru Besar Ilmu Hukum pidana, Eddy OS Hiariej bercerita sempat berbincang dengan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat memberikan keterangan pada sidang MK.

Seperti diketahui, Eddy OS Hiariej memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (21/6/2019).

Dalam kesempatan itu Eddy OS Hiariej memaparkan berbagai hal termasuk soal pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Penjelasan pelanggaran TSM tersebut menanggapi dalil dari tim hukum Prabowo-Sandi.

Momen Eddy OS Hiariej menceritakan dirinya sempat berbincang dengan Mahfud MD pun terlihat di persidangan.

Hal itu terjadi ketika Eddy OS Hiariej hendak menjawab pertanyaan dalam sidang.

"Saya kira perlu saya ceritakan di dalam Mahkamah Konstitusi yang mulia ini, tadi malam ketika mantan ketua MK prof Mahfud mendengar saya akan sebagai ahli, beliau menelepon," ujar Eddy OS Hiariej.

Mahfud MD, kata dia, bertanya hal apa yang akan diterangkan pada sidang MK.

"Beliau nanya, 'apa yang akan mas terangkan'?" ucapnya.

Kepada Mahfud MD, Eddy OS Hiariej mengatakan jika dirinya akan memaparkan soal pelanggaran TSM.

"Saya bilang saya soal TSM," katanya.

Dikatakannya bahwa Mahfud MD memberikan penilaian atas kapastitasnya untuk membahas hal tersebut.

"Oh cocok (kata Mahfud MD), 'karena ketika saya sebagai ketua MK mengambil beberapa putusan dalam pildaka soal TSM saya mengadopsi dalam hukum pidana," jelasnya.

Mahfud MD - Yusril Ihza Mahendra. Mahfud MD mengingatkan Yusril Ihza Mahendra agar persoalan Maruf Amin terkait jabatannya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijawab jelas
Mahfud MD - Yusril Ihza Mahendra. Mahfud MD mengingatkan Yusril Ihza Mahendra agar persoalan Maruf Amin terkait jabatannya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijawab jelas (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN-TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)

Eddy OS Hiariej pun menyimpulkan jika kemampuannya dibidang ini diakui Mahfud MD.

"Berarti dalam pengertian beliau menganggap saya punya kapasitas untuk menjawab itu," jelasnya.

"Itu mengapa sehingga dalam pendapat hukum tadi saya merujuk pada berbagai putusan," tambahnya.

Terkait dalil tim hukum Prabowo-Sandiaga selaku pihak pemohon perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden soal pelanggaran TSM, Eddy OS Hiariej menyebut harus ada hubungan kasualitas antara pelanggaran TSM tersebut dan dampaknya.

"Konsekuensi lebih lanjut hubungan kausalitas itu harus dibuktikan," kata Eddy O. S Hiariej, saat membacakan pendapat hukum di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6/2019) seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Merujuk pada Fundamentum Petendi atau dasar gugatan atau dasar tuntutan, kuasa hukum pemohon menunjukkan beberapa peristiwa, kemudian megeneralisir bahwa kecurangan terjadi secara TSM.

Padahal, kata dia, untuk mengetahui apakah berbagai pelanggaran tersebut, kalau memang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan, mempunyai hubungan kausalitas dengan hasil Pilpres harus menggunakan teori individualisir.

Kredibilitasnya Sebagai Ahli Diragukan Bambang Widjojanto, Jawaban Guru Besar UGM Ini Elegan

Kubu Prabowo-Sandi Dinilai Gagal Buktikan Kecurangan TSM, Begini Ulasan Guru Besar Ilmu Hukum UGM

Dia menjelaskan, teori ini melihat sebab in concreto atau post factum.

Teori individualisir harus dipergunakan, sebab pelanggaran yang terstruktur dan sistematis harus menimbulkan dampak yang masif, bukan untuk sebagian tetapi sangat luas.

"Dalam fundamentum petendi, hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh kuasa hukum pemohon.

Belum lagi dasar teoritik dalam hubungan kausalitas, apakah hendak menggunakan teori Birkmayer, teori Binding ataukan teori Kholer," kata dia.

Namun, kata dia, kuasa hukum pemohon sama sekali tidak menyinggung hubungan kausalitas antara terstruktur, sistematis yang berdampak masif dan hubungannya dengan selisih penghitungan suara.

Selain itu, untuk membuktikan adanya TSM, harus dibuktikan dua hal.

Yaitu adanya meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat subjektif dan adanya kerjasama yang nyata untuk mewujudkan meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat objektif secara kolektif atau bersama-sama.

"Hal ini sama sekali tidak terlihat dalam Fundamentum Petendi," kata dia.

Adapun, perihal “sistematis” pelanggaran yang dilakukan mensyaratkan pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun bahkan sangat rapi.

Dalam konteks teori, hal ini dikenal dengan dolus premeditatus yang mensyaratkan beberapa hal dan tentunya harus dibuktikan.

Dia menambahkan, apa substansi perencanaan, siapa yang melakukan perencanaan, kapan dan di mana ?

Dalam hubungan dengan “terstruktur” di atas, dolus premeditatus terkait substansi perencanaan, siapa yang melakukan, kapan dan di mana.

Harus ditunjukkan secara pasti untuk terjadi meeting of mine dan kerjasama yang nyata untuk menunjukan adanya meeting of mine tersebut.

"Berbagai dalil yang diutarakan dalam Fundamentum Petendi hanya dihubung-hubungkan antara satu dengan yang lain atas dasar vermoedens atau persangkaan-persangkaan.

Sayangnya vermoedens bukanlah alat bukti dalam hukum acara di Mahkamah Konstitusi," tambahnya. (*)

Subscribe Official Channel YouTube:

BACA JUGA:

Andai Akhirnya Sidang MK Putuskan Prabowo-Sandi Kalah dan Jokowi Menang, Begini Sikap Kuasa Hukum 02

Yusril Beberkan Alasan Pentingnya Mempidanakan Bambang Widjojanto, Salah Satunya soal Tuduhan

Chef Arnold Poernomo Pamer Latihan Bela Diri, Gibran Rakabuming: Parkiran Ramai Nol Jangan Ditinggal

Ardi Bakrie Langsung Pulang Saat Mendapat Video Call dari Putrinya, Menangis Mikhayla Tanya Hal Ini

Membaca Peluang Argentina Lolos ke Perempat Final Copa America 2019, Lionel Messi Turut Komentar

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved