Pilpres 2019

Hal Tak Terduga Ini Dilakukan Anggota Tim Hukum 02 di Sidang Putusan MK, Langsung Jadi Perbincangan

Tingkah Denny Indrayana sontak menjadi perbincangan warganet yang menyaksikan siaran langsung sidang putusan tersebut.

Editor: Doan Pardede
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana saat sidang lanjutan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli dari pihak terkait yakni paslon nomor urut 01 Joko Widodo - Maruf Amin. 

Menurut mereka, ajakan tersebut merupakan pelanggaran serius.

Menurut MK, tim 02 tidak menguraikan lebih jauh apa hubungan dan korelasi antara ajakan tersebut dengan perolehan suara.

Dalam persidangan, pihak Jokowi-Ma'ruf membantah tuduhan tersebut.

Faktanya, saat 17 April lalu, tidak ada intimidasi terhadap pemilih di TPS yang dilaporkan ke Bawaslu atau Kepolisian.

Realitas lain, menurut tim 01, partisipasi pemilu 2019 meningkat dibanding Pemilu 2014.

Fakta lain, tim Prabowo-Sandiaga juga mengajak para pendukungnya untuk mengenakan baju putih ketika ke TPS. Hal itu sesuai surat yang dikeluarkan BPN pada 12 April 2019.

Menurut Mahkamah, selama persidangan, tidak ada fakta yang menunjukkan adanya intimidasi yang disebabkan ajakan mengenakan baju putih. Selain itu, menurut MK, tidak ada fakta pengaruh ajakan tersebut terhadap perolehan suara.

"Oleh karena itu, dalil pemohon a quo tidak relevan dan karenannya harus dikesampingkan," ucap hakim Arief Hidayat.

2. Tolak dalil pemohon terkait kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri

Mahkamah Konstitusi ( MK) tidak setuju dengan dalil yang disampaikan tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai kecurangan pemilu berupa penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satunya terkait kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri.

"Dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan di MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Menurut MK, pemohon tidak merujuk definisi hukum mengenai money politics dalam materi permohonannya. Hal tersebut membuat dalil pemohon menjadi tidak jelas, apakah dalil itu sebagai modus politik uang atau vote buying.

Terlebih lagi, pemohon tidak dapat membuktikan adanya pengaruh dalil tersebut pada perolehan hasil suara.

Menurut hakim, pemohon hanya menggunakan frasa patut diduga untuk mengaitkan kenaikan gaji dengan pengaruhnya atas pilihan dukungan PNS, TNI, dan Polri. Dengan kata lain, pemohon hanya mendasarkan pada logika dan nalar untuk membuktikan permohonannya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved