KPK Pantau Pengiriman Batu Bara di Kaltim, Demu Minta Status Izin Tambang Dipublikasikan
Persoalan tambang batu bara di Kaltim, khususnya Kutai Kartanegara menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Persoalan tambang batu bara di Kaltim, khususnya Kutai Kartanegara menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, dalam koordinasi dan supervisi penataan izin CnC bersama pemerintah daerah dan pusat tidak seketika semua perusahaan yang belum CnC ditutup izinnya.
Jika perusahaan itu belum beroperasi dan secara administrasi masih beritikat memenuhi perizinan CnC masih diberi kesempatan.
Berbeda dengan perusahan yang sudah beroperasi tapi belum CnC dipastikan dicabut izinnya. Hal itu dikemukakan Alexander Marwata kepada wartawan di Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (26/6) kemarin.
"Kita hargai itikad perusahaan yang ajukan IUP dan terhenti karena non CnC. Tentunya ini jadi kewenangan provinsi. Jadi evaluasi ini, apakah IUP diteruskan atau diproses lagi dengan dokumen baru biar CnC," katanya.
Di sisi pendapatan negara, dari hasil kordinasi dan supervisi KPK terkait penataan izin, ditemukan IUP non CnC yang belum mengantongi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Ia enggan sebutkan berapa perusahaan dan potensi kerugian negara yang ditimbulkan karena hal ini. "Praktis, mereka nggak bayar pajak, royalty dan seterusnya," katanya.
Selain penertiban izin, KPK menggandeng Dirjen Pajak memantau setoran hasil usaha pertambangan batubara ke kas negara.
Kegiatan ini disinkronkan dengan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu untuk mengecek laporan triwulan pendapatan perusahaan.
"KPK hanya mendorong pemda agar berani bergerak maju. Kami supervisi dan monitor kewajiban melaporkan hasil penambangan ke pemprov kaitan dengan royalti, pajak dan lainnya," katanya.
Berdasarkan laporan Litbang KPK pada 2013 ditemukan ada Rp 1,2 triliun kewajiban royalti penambangan batu bara yang belum disetor ke kas negara. Karena itu, KPK serius melakukan pemantauan lalu lalang penjualan batu bara Kaltim yang berada di perairan Samarinda.
Bahkan, pasca kunjungan Ketua KPK Agus Rahardjo, 15 November lalu mengecek lalu lalang ponton di perairan Samarinda, KPK pastikan akan lakukan pengawasan ke Dinas ESDM untuk kembali turun memantau hal yang sama.
"Dan memang, kami dapatkan jetty ilegal. Kami koordinasi dengan kepolisian untuk tertibkan itu. Kami nggak punya orang (di Kaltim), kami mendorong, ya ditutup donk, jetty itu," kata Alexander.
Sementara, rekomendasi pembuatan pos pantau penjualan batu bara Kaltim, salah satunya di Muara Berau pun masih terus diusahakan bersama dengan Bea Cukai. Pos tersebut diharapkan mampu menutup celah kebocoran penerimaan pajak.

"Kajian KPK, kapal dan tongkang dari lokasi tambang belum jelas mau diekspor atau untuk kebutuhan dalam negeri. Ini belum ada yang monitor," katanya seraya mengatakan masih terus memetakan utuh celah-celah korupsi agar pendapatan negara lebih dalam digali.
Diumumkan ke Publik
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Baharuddin Demu menilai sebaiknya data perusahaan tambang batu bara yang sudah mendapatkan penetapan status izinnya Clear and Clean (CnC) maupun yang Non CnC agar diumumkan ke publik.
Sebagai mitra kerja, Komisi III belum pernah diperlihatkan data detail perusahaan yang mengantongi sertifikat CnC atau Non CnC. Hal itu menyulitkan pengawasan.
"Kalau itu terpublikasikan, maka publik dan rakyat bisa terlibat mengawasi. Sejak awal kita minta itu ke Dinas ESDM, tapi, tak digubris," kata Demmu kepada Tribun, Rabu (26/6) malam.
Usulan publikasi daftar perusahaan yang sudah maupun belum CnC ini, dia nilai banyak manfaatnya. Pertama membantu publik, terlebih Dinas ESDM Kaltim yang memverifikasi dokumen untuk diserahkan ke pusat lebih cepat, efisien, terbuka dan sinergis.
Sejak pemindahan kewenangan soal perizinan batubara dari pemkab/kota ke pemrov pada 2015 lalu, Dewan sudah menilai tugas Dinas ESDM Kaltim bakal berat memverifikasi dokumen perizinan.
"Publikasikan di media dan kirim data itu ke Bupati, Wali kota, Camat, Kelurahan sampai Desa. Minta publikasi di setiap kampung yang ada tambangnya. Ini jadi alat kontrol," kata politisi Partai Amanat Nasional ini. "Dengan itu, pelaporan bisa bersinergi," tambahnya.
Diketahui, dari sekitar 1,404 izin pertambangan baru ada 400 yang masuk kategori CnC. Ini, menjadi indikasi ada yang salah dalam proses awal perizinan.
Sebab, dengan beroperasinya perusahan tambang batu bara non CnC, bisa jadi salah satu indikasi, ada oknum pejabat berwenang yang `nakal'.
Apalagi, dalam persyaratan CnC izin pertambangan itu, memuat ketentuan perusahan tidak tumpang tindih, sudah menyetor jaminan reklamasi, lengkap Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) dokumen lainnya.
Namun, menurut dia, fakta di lapangan, selalu bertolak belakang. Misalnya, ada perusahaan yang berkonflik lahan dengan warga sampai lubang tambang menganga ditinggalkan tidak ditindak.
Dengan terang benderangnya proses penertiban izin itu dibuka ke publik, bisa menepis anggapan ada permainan di balik meja.
"Kalau Distamben dan Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu bilang tidak ada (pelanggaran), buktikan terbalik saja," kata mantan Dinamisator Jatam Kaltim.
Dari sisi pengawasan, ia sudah tidak mau lagi mendengar adanya keluhan soal keterbatasan anggaran, jumlah pengawasan inspektur tambang. (dro)
Subscribe Official YouTube Channnel:
Baca juga:
PKS Ambil Sikap Politik Setelah Pembacaan Putusan MK, Begini Penjelasan Mardani Ali Sera
Sejarah Hari Ini - Aksi Brutal Petinju Mike Tyson Gigit Telinga Evander Holyfield, Simak Videonya
LIVE STREAMING - Brazil vs Paraguay Perempat Final Copa America 2019, Rekor Buruk Adu Penalti
Ancam Bakar Ijazah dan Akan Dibunuh Jika Menolak, Pria Ini Tega Perkosa Anak Tiri hingga Hamil
Jadwal Pengumuman Hasil SBMPTN 2019 di Situs Resmi LTMPT Berubah, Begini Penjelasannya