Pilpres 2019

Gerindra Gabung ke Jokowi Jadi Perdebatan, Sejumlah Kader Diyakini Dahaga Bertahun-tahun di Oposisi

Bagaimana jika partai politik yang berada di kubu Prabowo-Sandiaga bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Maruf? Begini analisa pengamat

Editor: Doan Pardede
(CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com)
Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerindra di Jalan RM Harsono, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO - Isu terkait peluang partai politik dalam bersikap sebagai oposisi atau masuk koalisi pendukung Jokowi-Maruf masih hangat diperbincangkan.

Bagaimana jika partai politik yang berada di kubu Prabowo-Sandiaga bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Maruf?

Mayoritas Kader Gerindra Ingin Oposisi

Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafi'i menjawab prediksi pengamat terkait kemungkinan bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Maruf Amin.

Syafi'i mengakui perdebatan soal posisi partai pascaputusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil Pilpres 2019 sempat mengemuka di tengah kader.

Namun, Syafi'i menegaskan bahwa mayoritas para kader ingin Partai Gerindra tetap menjadi oposisi.

"Ketika kita memilih oposisi kecenderungan kader arahnya sama, memilih menjadi oposisi," ujar Syafi'i saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Menurut Syafi'i, Partai Gerindra sudah terbiasa menjadi oposisi.

Sehingga perdebatan mengenai arah dan sikap partai sudah semakin berkurang.

Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.

Kemudian, pada periode 2014-2019 di bawah Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla, partai yang diketuai oleh Prabowo Subianto itu kembali memilih menjadi oposisi.

Saat itu, Partai Gerindra yang mengusung Prabowo dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa memang kalah dalam Pemilu 2014 yang dimenangkan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Mungkin karena sudah terbiasa jadi oposisi maka perbedaan pendapat apakah menjadi partai pendukung atau menjadi oposisi itu perdebatannya semakin berkurang," kata Syafi'i.

Peluang Gerindra Gabung Koalisi Jokowi-Maruf

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat, tidak hanya Partai Amanat Nasional (PAM) dan Demokrat yang berpeluang bergabung dengan koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin pasca-Pilpres 2019.

Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.

"Gerindra apakah mungkin? Itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).

Baca juga :

Gerindra Jelaskan Alasan Prabowo Tak Datang di Penetapan Pilpres, Pilih Datang saat Pelantikan

Pengamat Sebut Partai Gerindra Dilanda Galau, 2 Partai Ini Bersikap 100 Persen Gabung Pemerintah

Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.

Analisis Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio
Analisis Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio (Vincentius Jyestha/Tribunnews.com)

Demikian pula medio 2014-2019 di masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Pasti ada kader kader ataupun simpatisannya Gerindra yang 'dahaga'," kata Hendri.

Di sisi lain, Hendri menilai, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang akan tetap menjadi oposisi pemerintah.

Menurut dia, elektabilitas PKS cenderung meningkat jika menjadi oposisi ketimbang bergabung dalam pemerintahan.

Pada Pemilu 2009, PKS mendapatkan perolehan suara sebanyak 8.206.955 suara atau 7,88 persen.

Saat itu, PKS mendukung pasangan capres-cawapres terpilih Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Baca juga :

Soal Koalisi, Gerindra Belum Terima Tawaran Resmi dari Jokowi, Mardani Ali Sera Betah di Oposisi

Dukungan untuk Adian Napitupulu Jadi Menteri Jokowi Juga Datang dari Politisi Gerindra

Namun, perolehan suara PKS turun menjadi 8.480.204 atau 6,79 persen pada Pemilu 2014.

Suara PKS meningkat tajam pada Pileg 2019, yakni dengan perolehan 11.493.663 suara atau 8,21 persen.

"Sejarahnya PKS kalau ada di luar pemerintahan itu elektabilitasnya justru naik. Kalau dia di posisi oposisi elektabilitasnya pasti naik," kata Hendri.

"Feeling politik saya kemungkinan besar yang tidak masuk ke dalam koalisi pemerintahan justru hanya PKS," kata dia.

Sebelumnya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto secara resmi telah membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.

Keputusan tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekjen parpol dan sejumlah petinggi partai lainnya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, dalam rapat tersebut, Prabowo mengembalikan mandat dukungan sebagai pasangan capres-cawapres ke masing-masing partai politik.

Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2019.

Dalam putusannya, MK menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga.

SUBSCRIBE OFFICIAL YOUTUBE CHANNEL:

BACA JUGA:

Yusril Anggap Tugas jadi Pengacara TKN Berakhir, Begini Nasib Tim Hukum TKN Usai Menang Sidang MK

Andre Rosiade Ungkap Ada Parpol Koalisi Adil Makmur yang Diam-diam Ajukan Proposal ke Jokowi

PPDB Online di Balikpapan, Pendaftaran SMP Membeludak, Orangtua Calon Siswa Sebut Ribet dan Sulit

Beda Fasilitas Dibanding Zaman Gede Widiade Alasan Utama Marko Simic 'Melempem' di Persija

Pembuktian Dokumen Lelang Berujung Pertikaman, Proses Lelang Proyek LPSE-ULP Tetap Lanjut

Artikel  di atas telah tayang di Kompas.com dengan judul : "10 Tahun Jadi Oposisi, Bisa Saja Gerindra Gabung dengan Koalisi Pemerintahan"

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved