Pengakuan Fikri, Korban Salah Tangkap yang Dipaksa Akui Pembunuhan Cipulir, Dipukul hingga Disetrum
Empat pengamen jadi korban salah tangkap dan dipaksa mengakui pembunuhan Cipulir hingga divonis bersalah dan dipidana.
TRIBUNKALTIM.CO - LBH Jakarta menuntut kerugian dari Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI karena salah menangkap orang dan 4 orang pengamen dipaksa mengakui melakukan pembunuhan pengamen di Cipulir.
Emmpat pengamen Fi (19), Fa (12), Uc (13), dan Pa (16) ditangkap Jatanras Polda Metro Jaya tahun 2013 lalu.
Keempatnya ditahan karena dituduh melakukan pembunuhan di kolong jembatan samping kali Cipulir, Jakarta Selatan.
Keempat pengamen tersebut akhirnya terpaksa mengaku dan kasus itu naik ke Kejaksaan hingga akhirnya di sidangkan di Pengadilan.
Mereka kemudian divonis hakim bersalah dan harus mendekam di penjara anak Tanggerang.
Belakang, keempat anak ini dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut.
Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Penyiksaan yang Dialami
Salah satu pengamen yang menuntut ganti rugi ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan DKI, Fikri Pribadi mengaku dirinya mengalami penyiksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Penyiksaan itu dia terima beserta empat orang pengamen lainya karena dipaksa mengaku sebaga mengaku melakukan pembunuhan di kolom jembatan, samping kali Cipulir, Jakarta Selatan, 2013 silam.
Awalnya Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16) menemukan sesosok mayat di bawah kolong jembatan pada malam hari.
Dia mengaku tidak mengenali sosok mayat tersebut. Sontak dia langsung melapor pihak sekuriti setempat terkait temuan itu.
Pihak sekuriti lantas melapor ke pihak polisi.
Saat polisi datang ke lokasi, Fikri dan ketiga temanya sempat diminta menjadi saksi untuk proses penyidikan.
"Polisinya bilangnya 'tolong ya Abang jadi saksi ya'. 'iya nggak papa saya mau' saya jawab begitu. Tahunya pas sudah di Polda malah kita yang diteken," kata dia saat ditemui di Pengandilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Ketika sudah berada di Polda Metro Jaya, dia bukan hanya diperiksa melainkan disiksa oleh para oknum polisi.
"Saya langsung dilakbanin, disiksa pokoknya di Polda. Disetrum, dilakbanin, dipukulin sampai disuruh ngaku," ucap dia.
Penyiksaan tersebebut diterima mereka secara bergantian.
Mereka harus menerima penyiksaan tersebut selama seminggu.
Karena tidak kuat akan siksaan tersebebut, mereka pun akhirnya memilih mengaku.
LBH Perjuangkan Ganti Rugi
Mereka bebas pada tahun 2013. Selang tiga tahun kemudian. LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan tersebut.
"Berhak ganti kerugian karena kan ditangkap, ditahan padahal mereka kan nggak bersalah. Selama ini harusnya bisa kerja, gara - gara dipidana nggak kerja kan. Hal hal seperti ini yang dituntut," kata kata kuasa hukum keempat anak tersebut, bernama Oky Wiratama yang juga anggota LBH saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).

Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak.
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.
BACA JUGA:
Kisah Mahasiswa Jadi Korban Salah Tangkap Aparat, Sempat Dianiaya Hingga Masuk Rumah Sakit
Ditembak, Dipukul, Disetrum. . . Inilah Kisah Sedih Korban Salah Tangkap Polisi
"Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, gak fair dong," ucap dia
Hingga pukul 12.20 WIB, sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan belum dimulai karena pihak termohon, yakni Kejaksaan Tinggi DKI belum hadir
"Berhak ganti kerugian karena kan ditangkap, ditahan padahal mereka kan nggak bersalah. Selama ini harusnya bisa kerja, gara - gara dipidana nggak kerja kan.
Hal hal seperti ini yang dituntut," kata kata kuasa hukum keempat anak tersebut, bernama Oky Wiratama yang juga anggota LBH saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
BACA JUGA:
Reka Ulang Pembunuhan Sadis di Balikpapan Terkendala Komunikasi, Ini Penyebabnya
Dua Pelaku Pembunuhan Karyawati PTPN Ternyata Masih Pelajar, Mengaku Sempat Setubuhi Korban
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak.
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.
"Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, gak fair dong," ucap dia
Hingga pukul 12.20 WIB, sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan belum dimulai karena pihak termohon, yakni Kejaksaan Tinggi DKI belum hadir
Mereka bebas pada tahun 2013. Selang tiga tahun kemudian. LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan tersebut.
"Berhak ganti kerugian karena kan ditangkap, ditahan padahal mereka kan nggak bersalah. Selama ini harusnya bisa kerja, gara - gara dipidana nggak kerja kan. Hal hal seperti ini yang dituntut," kata kata kuasa hukum keempat anak tersebut, bernama Oky Wiratama yang juga anggota LBH saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 untuk per anak.
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara. Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.
"Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, gak fair dong," ucap dia
Hingga pukul 12.20 WIB, sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan belum dimulai karena pihak termohon, yakni Kejaksaan Tinggi DKI belum hadir
Namun sidang hari ini urung di jalankan karena pihak LBH lupa membawa berkas administrasi untuk kepentingan sidang.
"Namun tadi diperiksa terkait kartu Advokat dan berita acara sumpah, saya sudah bawa ketinggalan di kantor, jadi kata majelis hakim semuanya yang asli harus dibawa senin dan ditunda jadi senin dengan agenda yang sama sekaligus jawaban termohon" ucap dia.
(*)
Subscribe YouTube newsvideo tribunkaltim:
Baca juga:
Ternyata Ruang Udara di Wilayah Indonesia Ini Dikendalikan Singapura, Malaysia, Jokowi Lakukan Ini
Biaya Sekolah Mikhayla Setengah Miliar, Nia Ramadhani Emosi Dengar Cita-cita Putri Ardi Bakrie
Mendagri Tjahjo Kumolo: Pelantikan Sekdaprov Kaltim tak Liar, Ini Respon Gubernur Kaltim Isran Noor
Buaya Muara Berbobot 150 Kilogram Berhasil Ditangkap, Reptil Ini Sering Teror Pemandian Anak-anak
Remaja Minta Kekasih Disetubuhi Teman Main di Gubuk Kosong, Motifnya Ingin Berbagi Kepuasaan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Korban Salah Tangkap, Empat Pengamen Minta Ganti Rugi Rp 746 Juta", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/17/13164101/jadi-korban-salah-tangkap-empat-pengamen-minta-ganti-rugi-rp-746-juta.
Penulis : Walda Marison
Editor : Sandro Gatra
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengakuan Fikri Pribadi, Dipukul hingga Disetrum Polisi untuk Akui Pembunuhan di Cipulir", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/18/05050081/pengakuan-fikri-pribadi-dipukul-hingga-disetrum-polisi-untuk-akui?page=all.
Penulis : Walda Marison
Editor : Sabrina Asril