Dugaan Data Kependudukan Diperjualbelikan, 5 Modus Pelaku: Pura-pura jadi Pembeli hingga Aplikasi
Dalam pertemuan itu, Hendra Hendrawan mengungkap adanya lima modus yang digunakan pelaku dalam mengumpulkan data pribadi untuk diperjualbelikan.
Dengan begitu pelaku akan mudah mengumpulkan data diri dari para pelamar.
Ketiga, melalui aplikasi bernama Cek KTP.
Modus keempat, yakni melalui pesan singkat atau SMS yang menawarkan pinjaman uang.
Mereka yang tertarik dengan tawaran pinjaman itu akan dimintai foto KTP dan data diri lainnya.
Kelima, pelaku pergi ke kampung-kampung dengan dalih menawarkan bantuan beras atau sembako lainnya.
Setelah itu masyarakat akan diminta seluruh data diri mulai dari KTP hingga KK.
Polri menilai bahwa oknum pelaku dugaan jual-beli data kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) melalui media sosial memperoleh data tersebut dari tempat umum.
Baca juga :
E-KTP Sudah 10 Tahun Tak Jadi-jadi, Fahri Hamzah Curiga Data Kependudukan Memang Diperjualbelikan
Blangko E-KTP Masih Terbatas, Lebih dari 700 Warga PPU Hanya Kantongi Suket
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mendeskripsikan oknum pelaku sebagai pemulung identitas.
"Data yang didapat pemilik akun tersebut, didapat dari masyarakat yang ketika mau meregistrasi masuk ke hotel, kemudian masuk ke tempat-tempat tertentu menyerahkan KTP, maka itu sebagai pemulung identitas," kata Dedi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).
Polri ungkap sumber data pelaku
Pada akhirnya, yang dirugikan adalah masyarakat karena data kepependudukannya telah dicuri. Polri pun sudah mengidentifikasi akun yang dimaksud.
Namun, Dedi menegaskan pihaknya tidak mengusut akun Twitter @hendralm yang memviralkan indikasi kasus jual-beli data kependudukan itu.