Dugaan Data Kependudukan Diperjualbelikan, 5 Modus Pelaku: Pura-pura jadi Pembeli hingga Aplikasi
Dalam pertemuan itu, Hendra Hendrawan mengungkap adanya lima modus yang digunakan pelaku dalam mengumpulkan data pribadi untuk diperjualbelikan.
TRIBUNKALTIM.CO - Koordinator Kawasan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET) Damar Juniarto menyebut bahwa masyarakat harus lebih peduli terhadap persoalan perlindungan data pribadi.
Menurut Damar, unggahan akun Twitter @hendralm belum lama ini menunjukkan adanya sindikat kejahatan terorganisasi yang memperjualbelikan nomor telepon, nomor induk kependudukan (NIK), dan data kartu keluarga.
"Banyak di luar sana yang tidak begitu peduli pada data pribadi. Ini momentum bagus untuk masyarakat di luar sana, bahwa kita dihantui oleh sindikat organized crime yang memanfaatkan celah-celah tadi, cara mengumpulkan data kita," ujar Damar saat ditemui di Pusdiklat Kepemimpinan LAN RI, Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual-beli data pribadi yang diunggah Hendra pada Jumat (26/7/2019).
Sang pemilik akun, Hendra Hendrawan, mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di grup Facebook bernama Dream Market Official.
Di sisi lain, Damar menilai perlu adanya edukasi publik yang dilakukan oleh Dukcapil.
Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui jalur apa yang bisa digunakan untuk melaporkan dugaan jual-beli data pribadi.
Laporan tersebut kemudian langsung dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.
Selain itu, menurut dia, diperlukan payung hukum setingkat undang-undang yang mengatur soal perlindungan data pribadi.
"Saya berharap dari Dukcapil bisa memberi tahu ke masyarakat jalur aduan seperti apa, misalnya menemukan tindak pidana yang menyangkut data pribadi sehingga nanti masyarakat tidak perlu memakai kanal yang terlalu melebar tetapi tertuju langsung," ucap Damar.
Sebelumnya, Hendra Hendrawan bertemu dengan Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh untuk mengklarifikasi unggahannya.
Dalam pertemuan itu, ia mengungkap adanya lima modus yang digunakan pelaku dalam mengumpulkan data pribadi untuk diperjualbelikan.
Modus pertama, pelaku membuat akun di suatu situs jual beli dan berpura-pura menjadi pembeli.
Kemudian, pelaku meminta foto KTP dari pemilik akun penjual yang ia tuju dengan alasan untuk menghindari adanya penipuan.
Kedua, pelaku membuka situs lowongan pekerjaan.
Dengan begitu pelaku akan mudah mengumpulkan data diri dari para pelamar.
Ketiga, melalui aplikasi bernama Cek KTP.
Modus keempat, yakni melalui pesan singkat atau SMS yang menawarkan pinjaman uang.
Mereka yang tertarik dengan tawaran pinjaman itu akan dimintai foto KTP dan data diri lainnya.
Kelima, pelaku pergi ke kampung-kampung dengan dalih menawarkan bantuan beras atau sembako lainnya.
Setelah itu masyarakat akan diminta seluruh data diri mulai dari KTP hingga KK.
Polri menilai bahwa oknum pelaku dugaan jual-beli data kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) melalui media sosial memperoleh data tersebut dari tempat umum.
Baca juga :
E-KTP Sudah 10 Tahun Tak Jadi-jadi, Fahri Hamzah Curiga Data Kependudukan Memang Diperjualbelikan
Blangko E-KTP Masih Terbatas, Lebih dari 700 Warga PPU Hanya Kantongi Suket
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mendeskripsikan oknum pelaku sebagai pemulung identitas.
"Data yang didapat pemilik akun tersebut, didapat dari masyarakat yang ketika mau meregistrasi masuk ke hotel, kemudian masuk ke tempat-tempat tertentu menyerahkan KTP, maka itu sebagai pemulung identitas," kata Dedi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).
Polri ungkap sumber data pelaku
Pada akhirnya, yang dirugikan adalah masyarakat karena data kepependudukannya telah dicuri. Polri pun sudah mengidentifikasi akun yang dimaksud.
Namun, Dedi menegaskan pihaknya tidak mengusut akun Twitter @hendralm yang memviralkan indikasi kasus jual-beli data kependudukan itu.
"Bukan (@hendralm) itu, banyak (akun). Nanti kita ekspos. Sudah berhasil diidentifikasi, kalau sudah, nanti kita ekspos," ungkapnya.
Data Pribadi Polri pun sudah menerima surat aduan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mengenai dugaan penyalahgunaan data kependudukan.
Berdasarkan dugaan sementara, akun yang diusut melakukan dugaan pencemaran nama baik terhadap Dukcapil, sebab data kependudukan dijamin keamanannya sehingga tidak bocor.
"Bukannya satu orang pemilik akun tersebut, ada beberapa orang yang memang dia menyebarkan konten-konten yang sebagian besar itu adalah hoaks. Data kependudukan itu bisa dijamin oleh Dirjen Dukcapil, tidak bocor," ujar Dedi.
Baca juga :
Pantas Saja Penerbitan e-KTP di Kota Balikpapan Selalu Molor, Ternyata Ini Penyebabnya
Blangko e-KTP Ludes Lagi, Daftar Antrean Pemohon Nyaris Seribu Orang
Sebelumnya, akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual-beli data KK dan NIK.
Informasi ini diunggah pemilik pada Jumat (26/7/2019). Hendra mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di media sosial.
"Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila gila gila," tulis Hendra dalam unggahannya itu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kita Dihantui Sindikat Kejahatan Terorganisasi Jual-Beli Data Pribadi" dan "Dugaan Jual-Beli Data Kependudukan, Polri Sebut Oknum Pelaku Dapat Data dari Tempat Umum"