Pilpres 2019
Dua Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei Bebas, Kuasa Hukum Ungkap Pertimbangan Hakim
Pengacara akhirnya mengungkapkan pertimbangan hakim memvonis bebas dua anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei 2019 lalu
TRIBUNKALTIM.CO - Kuasa Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Citra Keadilan Indonesia, Riswanto mengatakan, polisi yang menjadi korban dari upaya pengeroyokan lima anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei telah beraktivitas kembali.
Riswanto mengatakan, polisi yang terkena dampak itu hanya mengalami luka ringan saja.
"Jadi dia sudah bisa menjalankan aktivitas kembali sebagai anggota kepolisian, bahkan saat ini ia sedang di luar kota jalani tugas," ujar Riswan saat dihubungi, Selasa (6/8/2019).
Hal tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan hakim memvonis bebas dua anak berinisial R dan G ini saat persidangan.
Selain itu, pasal pengeroyokan yaitu Pasal 212 KUHP dan 214 KUHP yang disangkakan pada anak-anak itu juga tidak terbukti.
Meski demikian, mereka masih dikenakan Pasal 218 KUHP yang mengatur tentang unjuk rasa.
Adapun pasal 218 KUHP berbunyi,
"Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah".
Mereka pun akhirnya dinyatakan bebas oleh hakim.
Sementara, tiga anak lainnya saat ini masih menunggu putusan hakim.
Rencananya sidang putusan akan digelar pada Senin (12/8/2019).
Adapun tiga anak lainnya berinisial, A, D, dan RE. Ia berharap tiga anak lainnya bernasib sama dengan G dan R agar dibebaskan.
"Saya berharapnya sidang tiga anak lainnya ini bisa seperti G dan R sehingga bisa dikembalikan ke orangtua. Kita lihat aja nanti ya," tuturnya.
Sebelumnya, upaya diversi lima orang anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei dinyatakan gagal.
Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Setelah dinyatakan diversi gagal, mereka pun akhirnya menjalani proses hukum selanjutnya dan divonis bebas.
Upaya diversi gagal
Upaya diversi lima anak di bawah umur yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei lalu dinyatakan gagal.
Diversi, berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur, Selasa (6/8/2019) mengatakan, kegagalan upaya diversi itu terjadi karena tidak adanya kesepakatan antara dua pihak, yaitu korban (polisi) dengan pelaku (anak-anak yang tertangkap 22 Mei).
Saat Kerusuhan 22 Mei Sebab pihak, yaitu korban (polisi) tidak datang saat sidang diversi pada Senin kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca juga :
Berkas Dilimpahkan ke Kejaksaan, Namun 334 tersangka Perusuh 22 Mei Tetap di Polda Metro Jaya
10 Polisi Diperiksa Komnas HAM Terkait Kerusuhan 22 Mei, Begini Hasil Investigasinya
"Itu salah satu kendala karena pihak korban masih ada di luar DKI Jakarta, jadi masih proses mendatangkan untuk segera sampai. Kalau yang bersangkatan sampai di wilayah Jakarta Pusat tidak tertutup kemungkinan semuanya akan tercapai diversi," kata Makmur.
Karena permohonan diversi gagal, kasus anak-anak itu akan dilanjutkan ke persidangan.
Walau proses persidangan akan berlanjut, Makmur mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan kasus tersebut akan berakhir diversi.
Hal itu merujuk pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA .
Jadi dalam perkara anak diutamakan untuk upaya diversi. "Jadi ini harus dilanjutkan ke persidangan putusan hukum pidana.
Namun, apabila ada kesepakatan diversi meski beberapa menit sebelum hakim mengucapkan putusan, maka pembacaan putusannya itu bisa dihentikan," kata dia.
Sebelumnya, hakim di PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan diversi lima dari 10 anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei.
Hal itu diungkapkan Gita Aulia dari LBH Paham (Pusat Advokasi dan HAM) selaku kuasa hukum lima dari 10 anak yang ditangkap itu, seusai sidang.
Ia mengatakan, ada sejumlah pertimbangan hakim dalam mengabulkan permintaan diversi lima anak tersebut.
Pertama, lima anak tersebut masih di bawah umur dan harusnya kasus hukumnya diselesaikan di luar peradilan pidana.
"Kemudian kedua ancaman hukuman bagi adik-adik ini di bawah tujuh tahun jadi mereka diwajibkan untuk diversi," ucap Gita.
Baca juga :
Polisi Ungkap Pelaku Aksi Kerusuhan 21-22 Mei, Korban Tewas Ditembak dari Jarak 30 Meter
Polisi Umumkan 8 Kelompok yang Terlibat Kerusuhan 22 Mei, Ini Daftar Selengkapnya
Ketiga, Indonesia sedang membangun sistem pidana yang restorative justice.
Pendekatan restorative justice lebih menitikberatkan kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.(Kompas.com)