Kondisi Papua Dikabarkan Sudah Kondusif, Tapi Polri Justru Tambah 1.200 Brimob, Ini Alasannya

Upaya meredam kerusuhan di Papua terus dilakukan Polri dan sejumlah pihak, dengan menambah 1.200 Brimob yang akan disebar di Papua dan Papua Barat

Editor: Rafan Arif Dwinanto
(TRIBUNNEWS/HERUDIN)
Brimob menjaga kantor Bawaslu saat bentrokan dengan massa di sekitar Jalan MH Thamrin Jakarta, Rabu (22/5/2019). Aksi massa yang menuntut pengungkapan dugaan kecurangan Pilpres 2019 berujung bentrok saat massa mulai menyerang polisi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kondisi Papua Dikabarkan Sudah Kondusif, Tapi Polri Justru Tambah 1.200 Brimob, Ini Alasannya.

Upaya meredam kerusuhan di Papua terus dilakukan Polri dan sejumlah pihak, terbaru, Polri menambah 1.200 Brimob yang akan disebar di Papua dan Papua Barat.

Dilansir dari Kompas.com, Polri telah mendatangkan 12 satuan setingkat kompi (SSK) atau 1.200 personel untuk membantu mengamankan sejumlah wilayah Papua dan Papua Barat pasca-demonstrasi.

Demonstrasi tersebut sempat membuat kerusuhan di Manokwari, Sorong, Fakfak, dan Timika.

Namun, polisi menegaskan bahwa situasi terkendali dan sudah kondusif.

Lalu, mengapa penambahan personel tetap dilakukan?

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra beralasan, polisi tidak meremehkan situasi dan tetap bersiaga.

"Kami dalam konteks pengamanan kan tak boleh underestimate, tetap dalam kondisi overestimate," ucap Asep di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2019).

Ia menjelaskan, mereka tidak dapat meremehkan situasi karena ada hal yang dapat diprediksi dan ada yang tidak.

Maka dari itu, kata Asep, para aparat keamanan tetap disiagakan agar lebih siap jika terjadi sesuatu.

"Artinya hal-hal ada yang bisa kita prediksi, ada yang tidak.

Oleh karena itu, langkah paling tepat adalah kita tetap dalam pemikiran menjaga itu," ujar Asep.

"Tetap tidak boleh meremehkan situasi yang ada.

Itu penting, apabila terjadi sesuatu, kita akan lebih siap," ucap dia.

Dari 12 SSK yang telah didatangkan, Asep tidak merinci persebaran para personel untuk masing-masing wilayah.

Sebelumnya, pasca-kerusuhan di Fakfak, polisi mendatangkan 1 SSK Brimob, sementara sebanyak 2 SSK Brimob ke Timika.

Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).

Unjuk rasa kemudian melebar ke Fakfak dan Timika, pada Rabu (21/9/2019).

Demonstrasi di kedua tempat juga sempat terjadi kerusuhan. Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tidak adil yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.

DEFILE-Personel Brimob defile melintas di hadapan Walikota Samarinda, Syaharie Jaang, Sekkot Sugeng Chairuddin, Dandim 0901 Samarinda Letkol INF, M Bahrodin, Kaplresta Kombespol Vendra Riviyanto, Wakapolresta AKBP Dedi Agustono 
pada HUT ke 73, di Lapangan GOR Segiri jalan Kusuma Bangsa Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu(10/7/2019)
HUT Bhayangkara bertema Dengan Semangat Promoter Pengabdian Polri Untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara.(TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO)
DEFILE-Personel Brimob defile melintas di hadapan Walikota Samarinda, Syaharie Jaang, Sekkot Sugeng Chairuddin, Dandim 0901 Samarinda Letkol INF, M Bahrodin, Kaplresta Kombespol Vendra Riviyanto, Wakapolresta AKBP Dedi Agustono pada HUT ke 73, di Lapangan GOR Segiri jalan Kusuma Bangsa Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu(10/7/2019) HUT Bhayangkara bertema Dengan Semangat Promoter Pengabdian Polri Untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara.(TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO) (TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HP)

Puluhan Kasus Pelanggaran HAM

YLBHI merilis puluhan kasus pelanggaran HAM yang dialami mahasiswa Papua di Tanah Air. Ini juga jadi pemicu kerusuhan di Papua, beberapa hari terakhir.

Dilansir dari Kompas.com, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) mencatat, ada 30 pelanggaran hak asasi manusia ( HAM) yang dialami mahasiswa Papua sepanjang 2018 hingga pertengahan Agustus 2019 di beberapa daerah di Indonesia.

Tak Cukup Infrastruktur dan Undang-undang, Gubernur Papua Minta Perjanjian Khusus dengan Jokowi

YLBHI Beber Puluhan Kasus Pelanggaran HAM yang Dialami Mahasiswa Papua di Perantauan

Pastikan Situasi Normal, Ini Perintah Terbaru Jokowi untuk Papua, Singgung Percepatan Kesejahteraan

Arif Maulana dari LBH Jakarta mengatakan, selama periode 2018-2019, dugaan pelanggaran HAM yang dialami oleh mahasiswa Papua bukan hanya terjadi di Surabaya.

Melainkan juga di kota-kota lainnya.

"Di Surabaya ada 9 kasus, ini Surabaya dan Malang.

Dua kasus di antaranya baru saja terjadi.

Di Jakarta ada 4 kasus, di Semarang ada 4 kasus, di Bali ada 5 kasus, di Papua ada 8 kasus.

Jadi total ada 30 kasus," tutur Arif dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).

Ia menyebut, 30 catatan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi tersebut mulai dari intimidasi, ancaman kekerasan, tindakan rasis, penggerebakan asrama, pembubaran aksi diskusi, penangkapan, penangkapan sewenang-wenang hingga penganiayaan.

"Kalau bicara korban sudah banyak sekali.

Kami mencatat kurang lebih ada 250 orang yang jadi korban," ucap dia.

Akibat terjadinya beberapa peristiwa tersebut, lanjut dia, mahasiswa Papua kerap mengalami beberapa pelanggaran HAM dan menjadi korban diskriminasi pelanggaran atas hak atas pendampingan hukum, rasial, hak untuk berkumpul, dan menyampaikan pendapat.

YLBHI menggelar konferensi pers terkait catatan pelanggaran kepolisian RI sepanjang 2016-2019 di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
YLBHI menggelar konferensi pers terkait catatan pelanggaran kepolisian RI sepanjang 2016-2019 di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019). ((KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO))

Ia menuturkan, beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang dialami oleh mahasiswa Papua di beberapa kota menunjukkan bahwa negara belum melindungi dan mengayomi warga negara sepenuhnya.

"Keberadaan aparatur negara belum mampu menjawab tantangan negara untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM," kata Arif.

Untuk itu, YLBHI mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan beberapa hal, antara lain melakukan penindakan untuk mengadili dan memberikan hukuman kepada oknum aparat yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap mahasiswa Papua.

"Komnasham untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang diduga dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum," tutur dia.

Diberitakan sebelumnya, dugaan keterlibatan anggota TNI terlihat dalam video viral yang menyebar di media sosial beberapa hari terakhir.

Dalam video itu, terlihat seseorang yang diduga anggota TNI berseragam meminta agar mahasiswa Papua keluar dari asrama.

Dalam video juga terdengar teriakan bernada rasial terhadap para mahasiswa Papua.

Panglima Kodam V Brawijaya Mayjend TNI R Wisnoe Prasetja mengatakan, akan mendalami dugaan anggota TNI terlibat ujaran rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Dia berjanji akan menindak tegas jika ada anggotanya yang terbukti mengungkapkan ujaran rasial dalam pengamanan aksi di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

"Nanti saya akan dalami, kami pelajari bukti-buktinya," kata Wisnoe, Rabu (21/8/2019). (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved