Status 399 Warga Miskin Tanpa Jaminan Kesehatan Nasional Bakal Ditentukan Pemkot Bontang
Akibatnya, kini ratusan warga tersebut tak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Status 399 warga miskin yang dicoret kepesertaan mereka sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan bersumber dari APBN akan ditentukan oleh Pemkot Bontang.
Keputusan penonaktifan oleh SK Kementerian Sosial baru-baru ini berdampak bagi warga miskin Bontang yang dihapus kepesertaan mereka sebagai penerima subsidi negara.
Akibatnya, kini ratusan warga tersebut tak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemerintah diharapkan segera mengurus peralihan mereka dari tanggungan negara ke tanggungan daerah atau PBI bersumber dari APBD Bontang atau Provinsi Kaltim.
“Jadi kami mendorong agar pemerintah segera mempercepat proses peralihan ini ke PBI Provinsi atau PBI tanggungan Pemkot Bontang atau bisa juga diusulkan kembali,” ujar Kepala Operasional BPJS Bontang, Laily Jumiati kepada tribunkaltim.co, Senin (26/8/2019).
Dijelaskan Laily, tercatat sekitar 17.600-an peserta PBI BPJS Kesehatan asal Bontang masuk dalam kelompok yang bakal dinonaktifkan sesuai putusan pemerintah.
Namun, sementara ini pihak BPJS baru mengeksekusi sebanyak 1.279 orang. Selebihnya, masih menunggu ketetapan dari pemerintah pusat.
“Jadi data 1.729 itu yang sudah ada by name dan by address nya. Sisanya belum kami terima datanya dari pusat,” ujarnya.
Untuk informasi, peserta BPJS PBI yang bersumber dari APBN di Bontang sebanyak 36 ribuan orang. Sedangkan untuk PBI dari APBD sebanyak 80 ribuan.
Selebihnya merupakan peserta jamina kesehatan mandiri dan tanggungan perusahaan serta pegawai negeri sipil (PNS).
Cakupan kepesertaan JKN di Bontang telah mencapai 100 persen sejak tahun lalu.
Tunggakan Rp4 Miliar
Peserta BPJS Kesehatan kelas mandiri di Bontang tercatat menunggak pembayaran premi sebesar Rp4 miliar.
Jumlah ini setara 79 persen dari total seluruh peserta BPJS mandiri.
Hal ini diungkapkan Kepala Operasional BPJS Kesehatan Bontang, Laily Jumiati kepada Tribunkaltim.co saat ditemui, Senin (26/8/2019).
Laily menjelaskan, para peserta mandiri di Bontang berjumlah sekitar 15 ribu lebih.
Namun, kepesertaan yang aktif membayar tak banyak.
Akibatnya, tunggakan para peserta terus membengkak.
Banyak dari peserta BPJS Kesehatan mandiri terhambat pembayaran premi mereka, rentan tunggakan mulai dari 3 bulan hingga 3-5 tahun.
Bahkan, penunggakan terjadi sejak kali pertama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kartu Indonesia Sehat (KIS) diluncurkam awal 2014 lalu.
Parahnya, para peserta ini tak melaporkan penyebab terhambat pembayaran kepada BPJS.
Akhirnya, berdampak pada tumpukan biaya premi peserta.
”Jadi bukan berarti mereka tidak membayar premi maka selesai. Tapi tunggakan akan terus menumpuk,” ujarnya.
Ia meminta agar peserta BPJS Kesehatan mandiri melapor jika terhalang untuk membayar premi.
Selain menginformasikan kepada penyelenggara, juga bakal mencari solusi penyelesaian tunggakan secara komprehensif.
“Saya minta agar peserta yang menunggak segera melapor, nanti kita carikan solusi tanpa mengurangi pembayaran premi,” ujarnya.
Menurutnya, kesadaran para peserta BPJS mandiri masih rendah disebabkan sejumlah faktor.
Salah satunya penerapan sanksi yang masih lemah bagi para penunggak pembayaran premi.
“Aturannya ada kok soal sanksi. Tapi kami tunggu perintah dari pusat terkait penerapan sanksi tersebut,” pungkasnya. (*)