Kebakaran Hutan

Kebakaran Hutan Lumpuhkan Akses Darat Menuju Pulau Derawan, Panasnya Terasa Ratusan Meter

Peristiwa kebakaran hutan di Berau kembali terjadi, kali ini di Kampung Ulingan akses darat menuju Pulau Derawan, dan BPBD Berau masih upaya

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Recky – Free Divers Berau
Kebakaran hutan di kanan-kiri jalan menuju Kampung Tanjung Batu, sejak Minggu (1/9/2019) ini menutup akses warga dan wisatawan yang hendak menuju Pulau Derawan dan sekitarnya. Hingga kini, BPBD Berau belum dapat memastikan api sudah padam atau belum 

Mobil pemadam berjenis Sport Utility Vehicle (SUV) ini dianggap lebih mudah menjangkau lokasi jika dibanding mobil pemadam kebakaran reguler yang biasanya berukuran besar.

Sebelumnya, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo Agus Tantomo mengatakan, Pemkab Berau memiliki unit pemadam kebakaran yang cukup lengkap.

Namun karena kebakaran lahan biasanya terjadi di tempat yang jauh dan tidak ada akses jalan, pemadaman api tidak optimal.

“Ternyata itu tidak efektif. Karena lokasi kebakaran biasanya jauh dari sumber air, kondisi jalan yang tidak bisa ditembus dengan kendaraan darat. Saya sudah ngobrol dengan Skadron 13, mereka kan punya helikopter. Kami akan minta bantuan kepada mereka, ini juga sudah saya sampai ke pak bupati,” ungkapnya.

Namun menggunakan helikopter untuk memadamkan api, ternyata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.

“Kendalanya, harus ada alat khusus di helikopter untuk memadamkan api. Katanya harganya sangat mahal. Tapi menurut saya, membeli alat tambahan ini lebih murah jika dibanding dengan kerugian yang kita alami akibat kebakaran lahan ini,” tegasnya.

Selain alat tambahan yang diperlukan untuk memadamkan api dari helikopter, Agus Tantomo mengatakan, pihaknya juga harus menentukan, material apa yang akan digunakan untuk memadamkan api dari helikopter milik TNI Angkatan Darat ini.

Di Kabupaten Berau sudah ada 77 kasus kebakaran hutan dan lahan, 180 hektare lahan musnah dilalap api. Larena itu, Pemkab Berau bersama lintas instansi, menggelar rapat koordinasi untuk melakukan penanganan dan pencegahan kebakaran.
Di Kabupaten Berau sudah ada 77 kasus kebakaran hutan dan lahan, 180 hektare lahan musnah dilalap api. Larena itu, Pemkab Berau bersama lintas instansi, menggelar rapat koordinasi untuk melakukan penanganan dan pencegahan kebakaran. (Tribunkaltim.co, Geafry Necolsen)

Titik Terparah di Teluk Bayur

Sebagian besar wilayah Kabupaten Berau mulai diselimuti kabut asap dalam beberapa hari terakhir.

Kondisi ini bisa dilihat secara kasat mata.

Langit yang biasanya tampak biru, berubah menjadi abu-abu.

Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Berau, Tekad Sumardi, membenarkan, wilayah Berau hingga Senin (12/8/2019) ini diselimuti oleh kabut asap.

“Kabut asap ini sudah terjadi sejak minggu lalu. Jarak pandang menurun karena kabut asap,” kata Tekad Sumardi kepada Tribunkaltim.co.

Sumardi mengungkapkan, saat ini jarak pandang sekitar 5 sampai 7 kilometer.

“Tapi jarak pandang ini belum menganggu aktivitas penerbangan. Dengan catatan, ketebalan kabut asap ini tidak meningkat,” jelasnya.

Meski demikian, Tekad Sumardi, mengatakan kabut asap ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, terutama yang beraktivitas di luar rumah.

“Memang tidak berpengaruh terhadap aktivitas penerbangan. Tapi sangat berpengaruh terhadap isu nasional, termasuk dampak kesehatan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Sumardi juga mengungkapkan, kabut asap terparah terjadi di Kecamatan Teluk Bayur yakni di Kampung Labanan dan di Kecamatan Kelay.

“Terparah memang ada di bagian barat Kabupaten Berau,” ungkapnya.

Kabut asap ini juga diperparah oleh asap kiriman dari wilayah selatan.

Karena sepanjang bulan Agustus 2019 ini, kata Sumardi, angin bertiup dari selatan ke utara.

“Ada juga asap kiriman dari daerah selatan, dari Samarinda dan sekitarnya. Angin selatan ini membawa asap ke utara, untuk bagian utara (kabut asapanya) malah sedikit,” paparnya.

Sementara, titik panas yang terpantau oleh satelit BMKG, menurut Sumardi mecapai 40 persen dari luas wilayah Berau.

Titik panas ini selain disebabkan oleh musim kemarau, juga disebabkan banyaknya lahan yang terbakar.

Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat dan para pemangku kepentingan, untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan mengatasi kebakaran lahan.

“Karena kabut asap ini mayoritas berasal dari kebakaran lahan,” tandasnya.

Kebakaran lahan di Kampung Labanan Makarti, Kecamatan Teluk Bayur sudah terjadi sejak 10 Agustus 2019 kemarin.

Petugas pemadam kebakaran masih kesulitan mengatasi api yang terus meluas karena tidak ada akses jalan masuk di lokasi kebakaran .

Kontur lokasi yang tidak rata, semak belukar, dan api yang membara membuat mobil pemadam kebakaran sulit mencapai lokasi.

Para petugas harus memadamkan api secara manual dengan mendatangi langsung sumber api. 

Meminta Bantuan Pengadaan Armada Helikopter

Untuk mengatasi kebakaran hutan lahan yang terjadi di musim kemarau tahun 2019 ini, Pemkab Berau akan menggelar rapat secara khusus, untuk melakukan pencegahan dan penangananya.

Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo mengatakan, kebakaran lahan memang harus ditangani secara serius.

Jika tidak, selain api akan semakin meluas, juga akan membahayakan kesehatan masyarakat, termasuk berdampak terhadap perekonomian, apalagi jika kabut asap semakin parah seperti yang terjadi tahun 2015 lalu.

“Saya sudah menyarankan ke Bupati untuk melakukan rapat lengkap, mengundang Jajaran Polres dan Kodim. Saya juga sudah berkoordinasi dengan beberapa kepala kampung yang daerahnya rawan kebakaran hutan dan lahan,” kata Agus Tantomo kepada Tribunkaltim.co.

Agus Tantomo mengatakan, Pemkab Berau memiliki unit pemadam kebakaran yang cukup lengkap. Namun karena kebakaran lahan biasanya terjadi di tempat yang jauh dan tidak ada akses jalan, pemadaman api tidak optimal.

“Ternyata itu tidak efektif. Karena lokasi kebakaran biasanya jauh dari sumber air, kondisi jalan yang tidak bisa ditembus dengan kendaraan darat.

Saya sudah ngobrol dengan Skadron 13, mereka kan punya helikopter. Kami akan minta bantuan kepada mereka, ini juga sudah saya sampai ke pak bupati,” ungkapnya.

Namun menggunakan helikopter untuk memadamkan api, ternyata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. “Kendalanya, harus ada alat khusus di helikopter untuk memadamkan api.

Katanya harganya sangat mahal. Tapi menurut saya, membeli alat tambahan ini lebih murah jika dibanding dengan kerugian yang kita alami akibat kebakaran lahan ini,” tegasnya.

Seperti diketahui, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu, sempat melumpuhkan aktivitas penerbangan.

Akibatnya, jumlah wisatawan yang datang menurun dan memberikan efek domino, hotel dan penginapan sepi pengunjung dan bisa ditebak, berakibat pada roda perekonomian wilayah ini.

Selain alat tambahan yang diperlukan untuk memadamkan api dari helikopter, Agus Tantomo mengatakan, pihaknya juga harus menentukan, material apa yang akan digunakan untuk memadamkan api dari helikopter milik TNI Angkatan Darat ini.

“Tinggal kita tentukan, apakah pemadaman api ini menggunakan air, atau bahan kimia,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved