28 Kasus Karhutla di Lokasi Calon Ibu Kota Baru, BPBD Penajam Paser Utara Lakukan Rapat Koordinasi
Musim hujan diperkirakan mundur 3 kali dasaharian, yang artinya mundur 30 hari lagi. Oleh karena itu dibutuhkan antisipasi ekstra.
Penulis: Heriani AM | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Sudah 28 Kasus Karhutla di Lokasi Calon Ibu Kota Baru, BPBD Penajam Paser Utara Lakukan Rapat Koordinasi
Rapat Koordinasi (Rakor) pengendalian bencana kebakaran hutan dan lahan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang mengundang 59 pihak yakni Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Pemangku wilayah yakni Lurah dan Kepala Desa, termasuk di dalamnya unsur TNI/Polri serta perusahaan yang bergerak di wilayah Benuo Taka pada Rabu (4/9/2019).
Rakor tersebut menarik dua kesimpulan, yakni tindakan antisipasi dan tindakan penanggulangan.
Ex Officio Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) PPU, Tohar menjelaskan, pada tindakan antisipasi, perlu pemahaman dari seluruh stekholder terutama seluruh komponen masyarakat persoalan pembakaran lahan pada musim kemarau ini.

"Pertama dijelaskan oleh Kepala cabang BMKG bahwa, puncak musim kemarau berakhir pada akhir bulan Oktober, ditambah lagi dengan kemungkinan mundurnya musim hujan," jelasnya.
Musim hujan diperkirakan mundur 3 kali dasaharian, yang artinya mundur 30 hari lagi. Oleh karena itu dibutuhkan antisipasi ekstra.
Stuktur Pemerintah Daerah mulai dari lintas OPD tingkat Kabupaten, pejabat kewilayahan yakni Lurah, Kepala Desa dan Kepala RT serta unsur komando samping yakni Polres PPU dan Kodim 0913/PPU dengan satuan di bawahnya yakni Polsek, Koramil, hingga Babinsa dan Bhabinkamtibmas.
BACA JUGA
Lokasi Calon Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara Dihantui Karhutla, Lahan Semi Gambut Terbakar
Cegah Karhutla di Berau, Agus Tantomo Minta Satgas Tingkatkan Koordinasi dengan BMKG
Cegah Karhutla Semakin Meluas, BPBD Berau Lepas Tim Patroli Terpadu, Ini Tugasnya Selama 30 Hari
"Saya pikir perlu untuk tandem dalam memberikan sosialisasi pada masyarakat kita dilapangan. Jangan sampai, ada masyarakat kita yang membuka lahan dengan cara pembakaran, sehingga apinya tidak bisa dikendalikan," tambah Sekretaris Daerah (Sekda) ini.
Sedikitnya dari Januari 2019 hingga saat ini, tercatat 28 kasus kebakaran hutan dan lahan.
Satu di antaranya pada RT 04 Kelurahan Saloloang, menghanguskan lebih kurang 15 hektare lahan semi gambut.
Cara apapun bisa ditempuh pemangku wilayah juga pihak TNI Polri untuk mengedukasi masyarakat.
Pencegahan kebakaran hutan maupun lahan merupakan kemaslahatan bersama.
Pemilik konsesi, baik perkebunan maupun perhutanan wajib merawat lahan pada wilayah konsesinya.
Tindakan antisipasi yang paling tepat, yakni harus cermat dengan lahan di sekelilingnya karena berbatasan dengan lahan masyarakat.
"Sedangkan tindakan penanggulangan, saat ini sudah on the track, hanya butuh di cas kembali. Aturan main kita yang selama ini diterapkan, ada unsur komando yang menurut saya kurang nyaman.
Harus ada kemahfuman antar personel yang ada di lapangan.

Ketika kami teriak memerlukan bantuan personel, tinggal kontak sekarang karena kita sudah sama-sama paham," jelasnya.
Selain itu, dikoordinasikan juga terkait pemotongan kompas untuk penanggulangan bencana yang sifatnya darurat.
Hal tersebut untuk mengantisipasi timbulnya bencana yang lebih besar dan meluas.
"Terkait alat kelengkapan, kami hanya memiliki alat pada Damkar, BPBD, Satgas Hutbun, di keadaan darurat mungkin kami teriak.
Jika di Polres kita bisa menggunakan unit AWC, untuk wilayah yang dijangkau oleh kendaraan tersebut.
Sedangkan bagi perusahaan yang wilayah kerjanya dekat dengan kejadian, kami ingin kontak siapa yang berkompetensi mengendalikan peralatan tersebut, tidak perlu langsung ke pimpinannya," terangnya.
BACA JUGA
• Dishut Sebut Kebakaran di Samarinda Belum Terkategori Karhutla, Dapat Instruksi Jaga Bukit Soeharto
• Perusahaan Pengelola Kawasan di Kutai Timur Harus Bentuk Tim Pengendali Karhutla