2 Kelompok Mahasiswa Kaltim Demo KPK dan Kejagung RI, Desak Penuntasan Dugaan Korupsi Makmur HAPK
Aksi terkait berbagai kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Berau Makmur HAPK.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Front Aksi Mahasiswa (FAM) menggelar demo di kantor Kejaksaan Tinggi Kaltim di Samarinda Rabu kemarin unjuk rasa, kini giliran Generasi Kaltim dan Garda Muda Palapa beraksi pada Kamis (5/9/2019) di Jakarta.
Dua organisasi mahasiswa gabungan itu berasal dari Kaltim mendapatkan izin aksi damai di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Koordinator Lapangan Generasi Kaltim Irmansyah mengatakan, setelah mengantongi izin aksi damai dari Polda Metro Jaya, dipastikan menggelar demo di KPK dan Kejagung RI.
"Tadi siang kami sampaikan izin ke Polda Metro. Sore sudah keluar izin pemberitahuan untuk aksi besok. Aksi kita damai hanya menyampaikan aspirasi mahasiswa asal Kaltim," ungkap Irmansyah kepada Tribunkaltim.co, Kamis (5/9/2019).
Berdasarkan surat permohonan izin aksi gabungan mahasiswa Kalimantan Timur mengatasnamakan Generasi Kaltim bernomor : 25/GK/IX/2019, perihal : Izin melakukan aksi damai.
Surat tersebut menyebutkan menggelar aksi terkait berbagai kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Berau Makmur HAPK. Jumlah mahasiswa yang ikut aksi sekitar 50 mahasiswa.
Irmansyah menambahkan, aksi ini untuk mendesak KPK terkait laporan yang pernah diadukan oleh sebuah Lembaga Penegak Demokrasi dan Keadilan Masyarakat Kaltim, pada Februari 2010 dilaporkan terkait dugaan penyimpangan anggaran APBD Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008.
Diduga melibatkan Bupati Berau, Makmur HAPK.
Dugaan korupsi yang dilaporkan itu antara lain, terkait pekerjaan pemeliharaan kendaraan bermotor pada dinas tata kota, kebersihan dan pertamanan sebesar Rp 480,5 juta.
Selain itu, dugaan korupsi pertanggungjawaban penggunaan dana alokasi khusus pada 33 sekolah dasar sebesar Rp 7,26 miliar.
Dugaan mark up rumah Wakil Bupati, rehabilitasi Rumah Dinas Bupati sebesar Rp 2 miliar.
Dan penunjukkan langsung untuk proyek pembangunan air bersih sebesar Rp 138,862 miliar, dan lainnya.
Selain Generasi Kaltim yang menggelar demo, kelompok mahasiswa yang mengatasnamakan Garda Muda Palapa juga sudah mendapatkan izin aksi ke KPK dan Kejagung.
Hanya saja, GMP lebih fokus pada kasus penyalahgunaan wewenang dan dugaan penyimpangan lahan sawit 19.000 hektar dengan terduga mantan Bupati Makmur HAPK.
Dalam surat GMP bernomor : 33/B/Sek/GMP/9/2019 ditandatangani Ketua GMP Riswan Sannu dan Romadhon menyebutkan beberapa tuntutannya.
Antara lain, mendesak KPK dan Kejagung agar mengusut tuntas kasus yang melibatkan mantan Bupati Makmur HAPK. GMP juga mengingatkan agar KPK dan Kejagung tidak tebang pilih dalam mengusut perkara. Dan menuntut agar perkara tersebut segera diselesaikan secepatnya.
Ketua GMP Riswan membenarkan, telah mendapatkan izin aksi damai di KPK dan Kejagung dari intelkam Polda Metro. "Massa gabungan mahasiswa sekitar 75 orang. Kita ingin mendesak dan mengingatkan agar KPK dan Kejagung segera usut izin sawit itu. Harus tuntas dan jelas laporan itu," tegasnya.
Untuk diketahui sekitar 500 mahasiswa asal Kaltim menghadiri acara Boneo Muda di Gedung Joeang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat pekan ini. Agenda kegiatan tersebut mengadakan, konsolidasi pemuda Borneo se Nusantara.
"Kami para mahasiswa dari Generasi Kaltim ikut konsolidasi. Kita pantau perkembangan situasi politik lokal di Kaltim soal isu kasus dugaan korupsi pejabat. Salah satunya mantan Bupati Berau," tambah Irmansyah.
Terpisah, mantan Bupati Makmur HAPK enggan menanggapi isu tersebut. Pasalnya disinyalir banyak muatan politis.
Meski sudah berkali-kali dikritik terkait kinerjanya saat menjabat Bupati Berau, Makmur tidak menutup diri saat dikonfirmasi Tribun. Pasalnya, ia pernah mengalami saat ia mencalon sebagai bupati, mendapat kritikan dari berbagai pihak.
Saat dikabarkan bakal ada aksi demo gabungan mahasiswa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (6/9) siang, Makmur mengaku mempersilahkan mahasiswa aksi.
"Sabar saja lah. Saya nggak enak juga komentari, banyak politisnya. Dululan saya pernah juga (didemo) waktu mau jadi kepala daerah soal Rp 280 miliar. Ya silahkan saja ditelusuri. Sayakan bukan pengguna anggaran," ucap Makmur, usai menggelar rapat pembentukan tim penyusunan tata tertib DPRD Kaltim di Samarinda, Kamis (5/9/2019).
Terkait rencana aksi gabungan mahasiswa di KPK dan Kejagung, Makmur mengaku, kemarin juga ada aksi demo mahasiswa terkait lahan sawit.
"Yang kemarin juga ada. Yang penyerobotan tanah saya biarkan saja. Itukan pemerintahan. Ya ditanyakan ke bawah. Inikan soal jabatan ada SKPD (Dinas) ditanya ke bawah. Bukan pribadi. Kecuali saya minta uang, tangkap tangan," tuturnya menjelaskan.
Makmur yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Kaltim sementara mengaku, perlu mendapat masukan dari awak media terkait berbagai hal. Seperti isu-isu yang terkait laporan dugaan korupsi.
"Kalau saya senang bisa ada support. Bisa untuk masukan kita sebagai anggota Dewan," kata Makmur, politisi dari Partai Golkar Kaltim. Ia berharap, isu yang menimpa dirinya bisa cepat berlalu dan fokus sebagai legislator.
Ketua DPRD Sementara Provinsi Kalimantan Timur, Makmur HAPK, disebut-sebut kandidat kuat calon Ketua DPRD Kaltim.
Namun posisinya rentan dengan adanya laporan ke aparat penegak hukum yakni ke Kejaksaan Agung atau Kejagung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Usai dilantik sebagai anggota DPRD Provinsi Kaltim dan ditunjuk sebagai Ketua Sementara DPRD Kaltim, mantan Bupati Berau Makmur mengakui, bahwa ia pernah dilapori ke Kejaksaan Agung dan KPK.
Ia mengakui, pernah dilaporkan dan diperiksa Kejaksaan Agung, Kejagung RI terkait laporan dugaan penyelewengan lahan Perkebunan sawit di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Bahkan akhir tahun 2018, ia dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan masyarakat yang diserahkan ke KPK, terkait dugaan penyimpangan anggaran APBD Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008 yang diduga melibatkan Bupati Berau dan DPRD Berau.
Kebetulan ada juga demo-demo di KPK. Jadi yang dipersoalkan itu, saya dituding menyerobot tanah.
Inikan tanah milik saya. Kalau ada sesuatu, silahkan diperiksa saja.
Saya bukan sekali saja diperiksa.
Saya pernah diperiksa Kejaksaan Agung.
Dituding terima uang 15 ribu dollar lewat ajudan ke istri saya.
"Setelah diklarifikasi tidak pernah itu dan tidak terbukti," tutur Makmur menceritakan kepada Tribun, Senin (2/9/2019) sebelum menghadiri acara Ramah Tamah Anggota DPRD dengan Kajati Kalimantan Timur, Pangdam VI dan Kapolda Kaltim, di Hotel Bumi Senyiur.
Laporan yang dialamatkan ke Kejagung RI, dilaporkan oleh Direktur Utama PT. Rimba Anugrah Kaltim, Penny Isrianta. Atas laporan itu, Kejagung menindaklanjuti dengan meminta keterangan (mengklarifikasi) Makmur.
"Dalam surat panggilan, Makmur diminta hadir untuk memberikan keterangan, Kamis 25 Mei 2018 di lantai 4, Gedung Utama Kejagung. Dipanggil Jaksa Yusuf (Mantan Wakajati Kaltim)," kata Tata, sapaan akrabnya kepada wartawan, Senin (19/11/2018).
Dalam surat itu bernomor : S.1276/VII/KP/I/2018 perihal : Klarifikasi Peta Lokasi Rencana Perkebunan Sawit a.n PT Rimba Anugrah Kaltim di Provinsi Kaltim, tanggal 9 Oktober 2008. Luasan areal tersebut mencapai 23.000 hektar.
Sedangkan laporan ke KPK, ia dilaporkan sejumlah warga Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, (Sabtu 22/12), mendatangi kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
(Tribunkaltim.co/Budi Hartono)