Ibu Kota Baru
Wawancara Eksklusif Ketua Lembaga Adat Paser, Musa Berharap PPU Jadi Kota Besar seperti Jakarta
Sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara telah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai lokasi ibu kota negara baru.
Penulis: Heriani AM | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTIM.CO - Sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara telah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai lokasi ibu kota negara baru.
Kabupaten PPU memiliki luas 3.333,06 hektare dengan penduduk aslinya dari suku Dayak Paser.
Bagaimana tanggapan masyarakat adat Paser, wartawan Tribun Kaltim mewawancarai Musa, Ketua Lembaga Adat Paser Kabupaten PPU.
Berikut petikan wawancara bersama Musa di Lowu Adat Paser Kuta Rekan Tatau atau Rumah Adat Paser, Jl Provinsi Km 9, Kelurahan Nipah-Nipah, Kecamatan Penajam, belum lama ini.
Presiden Joko Widodo menetapkan sebagian Kabupaten PPU sebagai lokasi ibu kota baru, Bagaimana perasaan dan sikap Anda?
Saya pribadi sebagai Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) PPU mengucapkan terimakasih kepada Presiden RI Joko Widodo, juga kepada Allah SWT dengan ditetapkannya Kaltim, khususnya Kabupaten PPU dan Kukar sebagai lokasi ibu kota negara. Ini merupakan takdir dan anugerah. Kami menyetujui ibu kota di Kabupaten PPU.

Sejak kapan Anda mengetahui bahwa PPU masuk nominasi menjadi calon ibu kota negara?
Sebulanan lalu, saat Penajam secara khusus disebut di media nasional. Tapi saya pikir kembali, apakah mungkin? Ternyata memang inilah yang terjadi.
Apa keunggulan PPU sehingga akhirnya dipilih menjadi lokasi ibu kota negara?
Dari segi pembangunan infrastruktur, saat ini PPU masa pengembangan, terbukti pembangunan infrastruktur jalan, maupun fasilitas umum mulai berkembang.
Di sini kekayaan alamnya melimpah, mulai batu gunung, batu bara, termasuk hutan hijau. Saya rasa layak menjadi ibu kota sesuai tema pemindahan pusat pemerintahan.
Dari sosial kultur, kami terbuka. Mudah-mudahan dari kultur budaya yang berbeda ini, kami dari LAP berharap pembangunan bisa merata, juga masyarakat adat diberikan ruang dan peluang.
Bagaimana langkah selanjutnya Lembaga Adat, setelah mengetahui PPU ditetapkan sebagai bagian dari lokasi ibu kota?
Kami langsung menggelar ritual tepung tawar di Kantor Bupati sebagai wujud rasa syukur kami. Kami juga mengumpulkan pengurus LAP dari tiga wilayah yakni Paser, Balikpapan dan PPU untuk membahas langkah ke depan.

Apa harapan Anda dalam waktu setahun, lima tahun dan 25 tahun terkait pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, khususnya bagi PPU?
Kita berharap menjadi kota yang sangat besar seperti Jakarta. Hanya saja, khayalan saya pribadi, entah umur saya sampai di situ, anak cucu saya, masyarakat punya kapasitas sebagai pemilik rumah, yakni etnis Paser sendiri sebagai suku asli.
Bisa mengayomi semua suku yang ada di Kaltim, walaupun sudah menjadi kota besar.
Apa peran LAP terhadap keputusan pemindahan ibukota, terutama masyarakat lokal?
Mayarakat adat betul-betul akan menjadi contoh, walau dari suku, agama berbeda, tetap akan damai dan rukun.
• Pemindahan Ibu Kota Baru, Tim BPN/ATR Mulai Lakukan Identifikasi Lapangan di Kecamatan Sepaku PPU
• Bukan Kantor atau Istana, Inilah Bangunan Pertama Dibangun di Ibu Kota Baru, Jokowi: Supaya Berkah
• Lokasi Ibu Kota Baru RI di Penajam Paser Utara Banyak Bertebaran Buaya Liar, Bupati Berpesan Waspada
Kami mendorong terwujudnya hal itu. Bhineka Tunggal Ika bukan di mulut saja, namun kita buktikan, bahwa Kaltim dengan suku beragam, agama berbeda, bisa saling menghargai, menghormati, rukun dan damai.
Ibu kota baru pasti akan membawa konsekuensi dari ibu kota ke Kaltim dan PPU, misalnya banyaknya pendatang. Tanggapan Anda?
Harapan kami, khususnya masyarakat adat pemerintah tetap bekerja sama dan berkoordinasi dengan LAP. Apapun permasalahan nantinya yang timbul, baik persoalan kesukuan dan sebagainya.
Apa pesen untuk warga pendatang dalam kerangka menjaga budaya dan kearifan lokal di PPU?
Pesan saya kepada saudara dari luar yang akan datang di Benuo Taka, kami menerima dan menantikan kedatangan saudara kami.
Namun kami berharap, hargai kami sebagai masyarakat asli. Kami di Paser tidak memandang dari suku apapun, agama apapun. Jaga budaya dan kearifan lokal kami "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung".
Konon mafia/spekulan tanah banyak bermain dengan penetapan ibu kota. Bagaimana pihak LAP melihat hal ini di PPU? Adakah upaya meminimalisir hal tersebut?
Sudah disinggung oleh Pak Bupati bahwa untuk menjaga cukong-cukong tanah ini, akan dibuat Peraturan Bupati (Perbup), sehingga masyarakat kita tidak mudah dirayu oleh spekulan tanah.
Kami juga mengimbau dan berkoordinasi dengan tokoh dan kepala adat untuk menyampaikan kepada masyarakat, agar tidak menjual lahan atau hutan dulu.
Kalau itu dilakukan, mereka sendiri yang akan kebingungan mencari lahan nantinya, akan menjadi penonton nantinya. (m09)
• Tertangkap, Ibu Gores Mobil di Parkiran Supermarket Samarinda Minta Maaf, Tak Bisa Bahasa Indonesia
• Najwa Sebut Perihal Jumlah Korban Kerusuhan Papua Terkesan Ditutupi, Wiranto: Jangan Asal Tuduh
• Misteri 4 Jenazah Misterius di Kecelakaan Tol Cipularang, Satu Diduga Mahasiswi Pascasarjana ITB