Sungai Karang Mumus di Gang Nibung Sisi belakang Pasar Segiri Menyempit 15 Meter, Ini yang Terjadi
Sungai Karang Mumus di belakang Pasar Segiri mengalami penyempitan, ini menjadi penyebab banjir di Samarinda
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Tenaga Ahli Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, Eko Wahyudi mengungkapkan, telah terjadi penyempitan Sungai Karang Mumus atau Sungai Karang Mumus di Gang Nibung (Sisi belakang Pasar Segiri) selebar 14-15 meter.
Padahal, dibeberkan olehnya, seharusnya lebar sungai yang diperlukan 40 meter.
"Sesuai dengan penelitian dan tinjauan kami langsung di lapangan, telah terjadi penyempitan badan sungai selebar 14-15 meter di sisi belakang Pasar Segiri.
Tentu, ini sudah tidak sesuai dengan lebar aslinya," ujarnya saat dihubungi melalui saluran telepon selularnya, pada Kamis (5/9), siang
"Padahal, seharusnya badan sungai di sekitar daerah itu selebar 40 meter.
Tentu, dengan persoalan ini menjadikan lokasi di sekitaran daerah itu menjadi langganan banjir.
Sebab, sungai tidak bisa menampung debit air yang turun dari hulu sungai yang juga sudah mengalami penyempitan," lanjutnya.

Selain penyempitan sungai yang cukup parah, dijelaskan Eko, sedimentasi di lokasi tersebut juga cukup parah.
Tercatat, sedimentasi di belakang Pasar Segiri setebal 2 meter.
Karena sedimentasi ini, dibeberkan olehnya, kedalaman Sungai Karang Mumus di daerah tersebut hanya sedalam 2,5 meter.
• Pemkot Samarida Siap Bayar Uang Kerohiman ke Warga Karang Mumus, Nilainya Rp 15 Juta
• Sosialisasi Relokasi Permukiman di Sungai Karang Mumus akan Dilakukan Demi Atasi Banjir Samarinda
• Sepekan Pengerukan Sungai Karang Mumus, Terdapat Sekitar 1.296 Meter Kubik Sampah Terangkut
• Pengerukan Sungai Karang Mumus Samarinda Lebih Cepat, Dua Bulan Angkut Lumpur 10 Ribu Meterkubik
"Tebal sedimentasi 2 meter.
Kemudian, kedalaman di sana cuman 2,5 meter.
Padahal, kedalaman yang diperlukan oleh Sungai Karang Mumus di daerah itu sedalam 5 meter.
Kemudian, perlu saya sampaikan, di luar dari 40 meter lebar sungai yang diperlukan harus ada cadangan satu meter lagi yang harus disiapkan," jelasnya.
Persoalan banjir yang biasa dialami Samarinda, dibeberkan Eko, dikaranakan adanya ketidak mampuan Sungai Karang Mumus dalam menerima limpasan air dari hulu.
Seperti pengalaman banjir beberapa waktu lalu, Eko menyatakan, 400 milimeter perjam melalui anak Sungai Mahakam.
Dibeberpa titik, anak Sungai Mahakam mampu. Tapi, anak sungai lainnya tidak.
"Kalau sudah tidak mampu menahan air, maka limpasan air pasti akan masuk ke luar anak sungai dan mengakibatkan banjir.
Inilah yang terjadi selama ini di Samarinda.
Ketidak mampuan menahan air limpasan tersebut, karena sedimentasi anak Sungai yang cukup parah," pungkasnya.
Terlebih persoalan banjir Samarinda, dibeberkan Eko, juga lebih banyak dikarenakan adanya sumbatan-sumbatan pada drainase.
Seperti dicontohkan olehnya, sebelum dibangunnya pergudangan dan pemukiman di Gunung Sampah, Jalan Suryanata belum ada banjir dialami oleh warga.
Namun, karena tumbuhnya pembangunan secara pesat, banjir pun datang.
“Desain drainase di Samarinda saat ini, masih sama seperti tahun 1980-an silam.
Dikaitkan dengan sekarang, tentu sudah tidak relevan lagi.
Sudah banyak perubahan pembangunan dari tahun 80-an sampai sekarang.
Jadi, kita tidak bisa pakai pola lama. Perkembangan Samarinda ini sudah sangat pesat,” tuturnya.

Kapasitas saluran yang ada saat ini pun, dibeberkan Eko, sudah sangat tua.
Sehingga, saat hujan turun dengan intensitas sangat tinggi anak sungai yang menjadi tujuan limpasan air sudah tidak mampu lagi menahan.
Artinya, limpasan air yang lebih besar akan menerpa pemukiman penduduk.
“Itu yang terjadi sekarang. Jadi, kita harus rubah semua desainnya mengikuti perkembangan zaman.
Sembari pula, kita menyelesaikan pekerjaan di 50-an titik banjir. Dan sekarang ada beberapa yang sudah berkurang.
Untuk diketahui pula, 50-an titik banjir itu bukan hanya di daerah Samarinda Kota saja. Tapi di Samarinda Seberang juga,” ungkapnya.
Selain titik baru di daerah Gunung Sampah, Eko juga mendapati, ada 800 hektare daerah di sekitaran Sungai Karang Mumus yang dulunya tidak banjir sekarang banjir.
Pihaknya, disampaikan olehnya, sementara ini menghitung titik banjir secara luasan.
“Terjadinya ada daerah genangan baru ini, ya dikarenakan masih kita gunakannya pola lama pada sistem drainase kita, dan sudah tidak efektif lagi.
Jadi, dengan debit air yang tinggi itu tidak langsung tersalurkan.
Air harus antre keluar.
Belum lagi, kalau drainase itu tersumbat,” tuturnya. (*)