Berjalan Mulus, Inilah 7 Poin yang Disepakati dalam Revisi UU KPK, Termasuk soal Penggeledahan

DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati seluruh poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 atau UU KPK.

Editor: Doan Pardede
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.(SIGID KURNIAWAN)
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. 

Jokowi juga menegaskan bahwa substansi revisi UU KPK yang diinginkan pemerintah sampai saat ini tidak berubah dari yang sudah disampaikan sebelumnya.

Pemerintah menyetujui pembentukan Dewan Pengawas, penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas, wewenang KPK bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), hingga status penyidik KPK sebagai aparatur sipil negara.

Substansi yang disusulkan pemerintah itu hanya sedikit berubah dari draf RUU KPK yang diusulkan di DPR.

Misalnya, jangka waktu penghentian penyidikan yang diperpanjang dari satu tahun menjadi dua tahun.

Lalu, Jokowi juga menolak KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penuntutan. Jokowi juga tidak setuju jika pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari KPK.

"Saat ini pemerintah sedang bertarung memperjuangkan substansi-substansi yang ada di revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR seperti yang sudah sampaikan beberapa waktu yang lalu," kata Jokowi.

Salah satu kritik terhadap revisi UU KPK adalah berpotensi hilangnya KPK sebagai lembaga yang independen.

Sebab, revisi UU KPK akan menghapuskan frasa KPK sebagai lembaga negara yang independen dan "bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun".

Meski demikian, Jokowi tetap mengklaim bahwa revisi UU KPK dilakukan untuk memperkuat lembaga antirasuah itu.

Harapan itu kembali diungkap Jokowi. "KPK tetap dalam posisi kuat dan terkuat dalam pemberantasan korupsi. Ini tugas kita bersama," tuturnya.

Sebelumnya, revisi UU KPK mendapat kritik dan penolakan dari kalangan akademisi, aktivis antikorupsi, hingga pimpinan KPK sendiri.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai klaim Presiden Joko Widodo yang ingin memperkuat KPK lewat revisi Undang-Undang hanya delusi semata.

Donal menilai, sikap Presiden Jokowi atas revisi Undang-Undang KPK sebenarnya tak berbeda jauh dari draf yang disusun DPR.

Ia menyimpulkan Presiden dan DPR sama-sama ingin merevisi UU untuk melemahkan KPK.

"Kalau DPR itu drafnya sangat melemahkan, presiden kadarnya lebih kecil dari DPR. Itu saja. Poinnya tetap bertemu untuk memperlemah," ucap Donal.

Sementara itu, tiga pimpinan KPK menyatakan menyerahkan mandat pengelolaan lembaganya ke Presiden karena merasa tidak pernah diajak bicara dalam pembahasan revisi Undang-Undang KPK.

Tiga pimpinan KPK itu yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode Syarif. Ketiganya juga beranggapan revisi UU yang dilakukan bisa melemahkan KPK.

(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved