Berjalan Mulus, Inilah 7 Poin yang Disepakati dalam Revisi UU KPK, Termasuk soal Penggeledahan
DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati seluruh poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 atau UU KPK.
TRIBUNKALTIM.CO - DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati seluruh poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
"Ada beberapa hal-hal pokok yang mengemuka dan kemudian disepakati dalam rapat panja," ujar Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto saat menyampaikan laporan hasil rapat.
Menurut Totok, ada tujuh poin perubahan yang telah disepakati dalam revisi UU KPK.
Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.
Kedua, terkait pembentukan dewan pengawas.
Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.
Terus Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.
Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
Dengan demikian, pembahasan akan dilanjutkan dengan Rapat Kerja antara Baleg DPR dan pemerintah untuk mendengarkan pandangan seluruh fraksi.
Setelah itu, pembahasan revisi UU KPK akan dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Dengan demikian pembahasan dilanjutkan dalam pembahasan tahap II untuk ditetapkan sebagai undang-undang," kata Totok.
Di tengah mulusnya pembahasan revisi UU KPK ini, pimpinan lembaga antirasuah itu sendiri meminta dilibatkan.
KPK Minta Dilibatkan
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan akan mengirimkan surat ke DPR agar KPK dilibatkan dalam pembahasan RUU KPK.

"Hari ini (Senin), pimpinan juga akan mengirim surat kepada DPR sebagai terakhir yang akan membahas ini, nanti segera kita kirim. Mudah-mudahan kita masih mempunyai kesempatan untuk ikut bicara untuk menentukan UU tadi," kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Senin (16/9/2019).
Agus menuturkan, KPK merasa perlu dilibatkan karena hingga kini pihaknya sama sekali belum menerima draf resmi revisi UU KPK.
Selain itu, Agus juga meminta DPR untuk tidak buru-buru membahas revisi UU KPK.
Menurut Agus, pembahasan UU KPK perlu melibatkan banyak supaya aturan itu dapat disusun secara matang.
"Kalau bisa jangan buru-buru supaya ada pembahasan yang lebih matang lebih baik, dan lebih banyak melibatkan para pihak," ujar Agus.
Dorongan agar KPK dilibatkan dalam pembahasan RUU KPK juga datang dari mantan pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki.
"Kami para senior berharap pembahasan itu jangan terburu-buru, diperbanyak menyerap aspirasi, diperbanyak menyerap pendapat," kata Ruki di Gedung Merah Putih KPK, Senin.
Hal senada disampaikan oleh mantan Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah. Ia meminta DPR membahas revisi UU KPK dengan kepala dingin dan tidak tergesa-gesa seakan diburu waktu.
"Bagaimanapun, keputusan yang diambil dengan situasi hari yang panas, emosi, tergesa-gesa, potensial akan menghasilkan hal yang tidak baik," kata Chandra.
Presiden Jokowi pastikan revisi UU KPK terus berjalan
Presiden Joko Widodo menegaskan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jalan terus meski mendapat kritik dari banyak pihak.
Jokowi pun mengajak semua pihak untuk mengawasi jalannya pembahasan revisi UU KPK antara pemerintah dan DPR.
"Mengenai revisi UU KPK itu kan ada di (gedung) DPR (pembahasannya). Marilah kita awasi bersama-sama, semuanya awasi," kata Jokowi di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Jokowi juga menegaskan bahwa substansi revisi UU KPK yang diinginkan pemerintah sampai saat ini tidak berubah dari yang sudah disampaikan sebelumnya.
Pemerintah menyetujui pembentukan Dewan Pengawas, penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas, wewenang KPK bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), hingga status penyidik KPK sebagai aparatur sipil negara.
Substansi yang disusulkan pemerintah itu hanya sedikit berubah dari draf RUU KPK yang diusulkan di DPR.
Misalnya, jangka waktu penghentian penyidikan yang diperpanjang dari satu tahun menjadi dua tahun.
Lalu, Jokowi juga menolak KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penuntutan. Jokowi juga tidak setuju jika pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari KPK.
"Saat ini pemerintah sedang bertarung memperjuangkan substansi-substansi yang ada di revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR seperti yang sudah sampaikan beberapa waktu yang lalu," kata Jokowi.
Salah satu kritik terhadap revisi UU KPK adalah berpotensi hilangnya KPK sebagai lembaga yang independen.
Sebab, revisi UU KPK akan menghapuskan frasa KPK sebagai lembaga negara yang independen dan "bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun".
Meski demikian, Jokowi tetap mengklaim bahwa revisi UU KPK dilakukan untuk memperkuat lembaga antirasuah itu.
Harapan itu kembali diungkap Jokowi. "KPK tetap dalam posisi kuat dan terkuat dalam pemberantasan korupsi. Ini tugas kita bersama," tuturnya.
Sebelumnya, revisi UU KPK mendapat kritik dan penolakan dari kalangan akademisi, aktivis antikorupsi, hingga pimpinan KPK sendiri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai klaim Presiden Joko Widodo yang ingin memperkuat KPK lewat revisi Undang-Undang hanya delusi semata.
Donal menilai, sikap Presiden Jokowi atas revisi Undang-Undang KPK sebenarnya tak berbeda jauh dari draf yang disusun DPR.
Ia menyimpulkan Presiden dan DPR sama-sama ingin merevisi UU untuk melemahkan KPK.
"Kalau DPR itu drafnya sangat melemahkan, presiden kadarnya lebih kecil dari DPR. Itu saja. Poinnya tetap bertemu untuk memperlemah," ucap Donal.
Sementara itu, tiga pimpinan KPK menyatakan menyerahkan mandat pengelolaan lembaganya ke Presiden karena merasa tidak pernah diajak bicara dalam pembahasan revisi Undang-Undang KPK.
Tiga pimpinan KPK itu yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode Syarif. Ketiganya juga beranggapan revisi UU yang dilakukan bisa melemahkan KPK.
(*)