Update, Data PMI 7 Mahasiswa Alami Luka-luka usai Kericuhan Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Bersatu di depan Kantor DPRD Provinsi KaltimAliansi Kaltim Bersatu berakhir ricuh.
TRIBUNKALTIM.CO - Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Bersatu di depan Kantor DPRD Provinsi KaltimAliansi Kaltim Bersatu berakhir ricuh.
Aksi demo menolak revisi UU KPK dan beberapa revisi UU lainnya ini mulai memanas sekitar pukul 13.00 Wita. Saat itu
Mahasiswa mencoba menembus barikade polisi untuk masuk ke kantor DPRD Kaltim.
• Pasca Kericuhan Tolak RUU KPK, Sejumlah Kerusakan Terjadi di Sisi Depan DPRD Kaltim
• Soal Revisi UU KPK, Pengamat Hukum Sebut Bisa Dibatalkan Lewat Judicial Review ke MK
• 6 Fakta Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP, Bukan Buat Kaltim Saja Sampai Sepatu Melayang
• Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP Rusuh, Anggota DPRD Kaltim Ini Jelaskan Kronologisnya
Para mahasiswa lalu mendapat perlawanan dari aparat kepolisian, aksi saling dorong pun tidak dapat terhindari. Akibat dari ketegangan ini, pintu gerbang kantor DPRD Kaltim ikut roboh.
Aksi pelemparan batu oleh oknum peserta aksi, juga sempat terlihat sesaat setelah aksi saling dorong.
Petugas pun mencoba memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan water cannon.
Namun tindakan aparat ini tidak berhasil membuat massa membubarkan diri.
Akhirnya sekitar pukul 16.30 Wita, polisi pun menembakan gas air mata untuk membubarkan peserta aksi.
Untuk sementara data dari Palang Merah Indonesia (PMI) Samarinda, ada tujuh korban luka-luka dan sisanya mengalami pingsan akibat kericuhan ini.
Dedy Setiawan, Staf Bidang Relawan PMI Samarinda mengatakan korban luka yang perlu menerima tindakan medis lebih lanjut telah dilarikan menuju klinik Islamic Center dan Rumah Sakit Hermina.
"Kami sampai saat ini belum bisa pastikan berapa jumlah korbannya, tapi seingat saya kami sudah kirim 6-7 ambulans ke klinik Islamic Center dan Rumah Sakit Hermina. Tapi saat ini jumlahnya bisa lebih dari itu," papar Dedy, Senin (23/9/2019).
Dedy menuturkan keluhan yang dialami kebanyakan korban merupakan sesak napas, luka ringan, dan cedera lainnya.
"Untuk yang luka-luka kita belum tahu serius atau tidaknya, tapi ada yang mengalami luka di bagian badan dan kepala karena terkena pukulan benda tumpul," ungkapnya.
Hingga saat ini korban yang tercatat mengalami cedera baru berasal dari masa aksi, pihaknya pun belum menerima laporan korban yang datang dari masyarakat sekitar.
Korban diketahui tak hanya datang dari peserta aksi, dua orang anggota kepolisian yang sedang melakukan pengamanan juga mengalami luka-luka akibat aksi ini.
Hal ini diungkapkan oleh Ipda Danovan, Humas Polresta Samarinda.
"Saat ini ada 2 anggota kami yang mengalami luka akibat lemparan batu. Namun sudah ditangani oleh pihak medis," sebutnya.
Sementara dari beberapa mahasiswa aksi pun mengatakan, bahwa sebagian dari mereka banyak yang mengalami pingsan dan terpaksa dipulangkan.
Bahkan Gabriel salah satu mahasiswa IAIN mengaku sempat terkena pukulan dari aparat Kepolisian, padahal dirinya mengungkapkan bahwa dirinya diminta oleh Polisi untuk mengamankan massa aksi wanita, agar tidak mengalami luka-luka.
Namun saat dirinya menyanggupi permintaan tersebut, dirinya malah jadi bulan-bulanan aparat yang membuat kepalanya mengalami luka yang cukup serius.
"Iya saya menyesalkan atas tindakan beberapa anggota Polisi yang malah menghantam kepala saya dengan rotan, padahal sebelumnya atas permintaan mereka, saya diminta agar mengamankan massa yang wanita untuk menghindari cedera, namun saat saya berpaling ke arah teman-teman saya, dari arah belakang, malah saya dihantam," cerita Gabriel, salah satu mahasiswa IAIN Samarinda.
Selain dirinya, Rizaldi, mahasiswa Untag juga mengakui mengalami perlakukan tak menyenangkan dari aparat keamanan
"Saya sama ini dengan Gabriel, saya diminta untuk mengamankan yang cewek, tapi kok malah dikeroyok sampai pakaian yang saya kenakan robek, badan memar-memar. Apa begini caranya saat kami berusaha berbuat untuk membantu aparat," tegasnya.
Dan saat ini masaa aksi terpaksa membubarkan diri, akibat banyaknya korban yang mengalami luka-luka. Tak ingin kembali jatuh korban, maka merasa terpaksa mahasiswa mundur membubarkan barisan.