Jumlah Korban Tewas dalam Kerusuhan di Wamena Papua Bertambah jadi 21 Orang
Korban tewas kerusuhan di Wamena Papua terus bertambah karena saat ini proses evakuasi terhadap bangunan yang dirusak dan dibakar tengah berjalan
TRIBUNKALTIM.CO - Korban tewas kerusuhan yang terjadi di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terus bertambah karena saat ini proses evakuasi terhadap bangunan yang dirusak dan dibakar tengah berjalan.
Kabid Humas Polda Papua Kombes AM. Kamal mengkonfirmasi bila telah ditemukan beberapa jenazah lagi di Wamena yang diduga adalah korban kerusuhan.
"Pagi ini sudah ditemukan 4 jenazah di antara puing-puing bangunan yang terbakar, jadi total 21 tewas," ujarnya di Jayapura, Selasa (24/9/2019).
• 1 Prajurit TNI Gugur di Kerusuhan di Papua, Dibacok saat Istirahat Sejenak Usai Antar Pengunjuk Rasa
• Bentrok TNI/Polri dengan Massa di Papua, Satu Prajurit TNI Gugur di Jayapura
• Papua Rusuh Lagi, Aktivitas 120 Penerbangan Bandara Wamena di Lembah Baliem Dihentikan
• BREAKING NEWS Papua Kembali Rusuh di Wamena, Masyarakat Mengungsi dan Aktivitas Kota Lumpuh
Dijelaskannya, setelah kerusuhan pada Senin (23/9/2019), aparat TNI-Polri masih fokus melakukan pengamanan objek-objek vital.
Mulai pagi ini, aparat mulai melakukan evakuasi terhadap korban.
"Jadi kemarin sampai sore itu rekan-rekan kita setelah jam 15.00 WIT sebagian melaksanakan patroli, pengamanan beberapa objek vital dan melakukan pencarian terhadap para korban," kata Kamal.
Sebelumnya diberitakan, aksi unjuk rasa siswa di Kota Wamena, Papua, Senin (23/9/2019), berujung rusuh.
Kontributor Kompas.com di Wamena, John Roy Purba, melaporkan, demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat.
Unjuk rasa yang berujung rusuh itu diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswanya di Wamena.
Sementara Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar (hoaks).
"Wamena minggu lalu ada isu, ada guru yang mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas mereka melakukan aksi," ujarnya di Jayapura.
Rudolf mengklaim kepolisian sudah mengkonfirmasi isu tersebut dan memastikannya tidak benar.
Unjuk rasa berakhir ricuh
Kerusuhan terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (23/9/2019).
Kerusuhan tersebut tak hanya merusak bangunan dan fasilitas umum.
Kerusuhan dan bentrokan yang terjadi ternyata juga mengakibatkan korban jiwa.
Sebelumnya, demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat.
Unjuk rasa yang berujung kerusuhan itu diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswanya di Wamena.
Hal itu membuat siswa marah hingga kemudian kabar itu meluas dan memicu aksi unjuk rasa pelajar di Kota Wamena.
Aparat kepolisian dan TNI berusaha memukul mundur siswa demonstran.
Hal itu berlangsung sekitar 4 jam.
Namun, siswa demonstran tetap bertahan dan semakin membuat kerusuhan
Menurut Kontributor Kompas.com di Wamena, John Roy Purba, suara tembakan terdengar di mana-mana selama 3 jam.
John Roy menyebutkan, sebagian warga panik karena kehilangan anggota keluarga.
Selain itu, semua warga di kota itu sudah mengungsi ke kantor polisi dan Kodim.
Massa yang berunjuk rasa berusaha merangsek masuk ke pusat bisnis Wamena.
Namun, mereka segera dihadang aparat kepolisian.
Wamena merupakan ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua.
Kota ini merupakan satu-satunya yang terbesar di pegunungan tengah Papua.
Di Wamena juga terdapat pusat bisnis, sehingga ketika terjadi kerusuhan, kawasan itu dijaga ketat aparat kepolisian.
Presiden Joko Widodo pernah dua kali mengunjungi Kota Wamena, yakni pada 28 Desember 2014 saat membicarakan persoalan-persoalan yang ada di daerah itu.
Ribuan Orang Mengungsi
Kerusuhan yang terjadi di Wamena juga menyebabkan warga setempat ketakutan dan memilih mengungsi di tempat aman.
Laporan Kompas.com, sebanyak 1500 orang mengungsi di Markas Kodim 1702 Jayawijaya
"Saat ini ada 1.500 orang. Kondisi pengungsi sehat, mereka mengamankan diri," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letkol Inf Candra Dianto.
Banyaknya jumlah pengungsi mengakibatkan terbatasnya jumlah bahan makanan yang ada.
Alhasil para pengungsi terpaksa mengkonsumsi makanan seadanya.
"Makanan, sementara kami agak kesulitan, kami gunakan yang ada di kodim, kami buat dapur lapangan. Jadi, sementara untuk ganjal-ganjal perut dulu kami masak nasi dan mi instan," tutur dia.
Tak hanya di Kodim, pusat pengungsian juga ada di Mapolres Jayawijaya.
Sekitar tiga ribu warga mengungsi di tempat tersebut.
Bahkan warga juga mengungsi di sebuah rumah anggota polisi.
Mereka mengungasi lantaran masih takut jika keadaan kembali rusuh.
Selain itu, dari sebagian warga yang mengungsi, meraka juga kehilangan rumah akibat dibakar massa.
Jenab, seorang warga yang mengungsi, meminta kepada pemerintah untuk membantu warga yang kekurangan makanan.
"Kami berharap pemerintah ataupun pihak swasta membantu kami yang kekurangan makanan. Kami juga butuh baju karena yang kami bawa cuma baju di badan saja," kata Jenab.

Akses Internet Dibatasi
Pasca kerusuhan di Wamena, Pemerintah kembali membatasi akses Internet.
Kemkominfo meminta kepada operator seluler yang ada di Wamena agar membatasi akses Internet atau throttling.
"Pak Menteri sudah meminta operator untuk membatasi layanan data di Wamena dan sudah dilakukan oleh operator," kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, dikutip dari Kompas.com.
Permintaan dari Kemkominfo tersebut langsung ditanggapai pihak operator seluler.
VP Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin mengatakan, bahwa kantor layanan Telkom Group di kota Wamena tidak beroperasi hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada pelanggan agar dapat memanfaatkan layanan call center di nomor 188 untuk informasi lanjutan.
Sementara itu, operator seluler Indosat Ooredoo juga membatasi akses internet, namun untuk penggunaan telepon dan SMS masih berfungsi.
Polisi Dalami Kasus
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, kerusuhan di Papua diakibatkan adanya hoaks.
Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja mengungkapkan penyebab kerusuhan dari aksi demonstrasi ini awalnya dipicu oleh kabar hoaks soal ujaran rasial dari seorang guru kepada muridnya di sebuah SMA
Pihak kepolisian telah melakukan penelusuran terkait ujaran rasial yang dilakukan oleh guru tersebut, dan didapatkan kenyataan kabar ujaran rasial tersebut dipastikan hoaks.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karropenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, ada isu sensitif yang coba dikembangakan di papua.
Seperti dikutip dari Kompas.com, pihaknya akan menelusuri akun-akun yang menyebar hoaks terkait kasus tersebut.
"Yang mereka kembangkan isu yang sensitif di sana adalah tentang rasis. Dengan penyebar hoaksnya juga sedang didalami juga akun-akunnya oleh Direktorat Siber Bareskrim," ujar Dedi di Gedung Humas Divisi Polri, Jakarta Selatan, Senin (23/9/2019).
Lebih lanjut Ia mengatakan, saat ini kondisi situasi di Wamena sudah terkendali.
• Selain Membakar Rumah Warga, Massa Juga Membakar Kantor Bupati Wamena
• Rumah dan Supermaket Dibakar Akibat Kerusuhan di Wamena, Pegawai Terpaksa Lombat
• Dibonceng Pakai Motor Curian, Ketua KNPB Agus Kossay Dalang Kerusuhan Papua Ditangkap
• Kepala Suku Gelar Stukuran, Tiga Putra Suku Kanum Papua Jadi Prajurit TNI
Ia mengimbau kepada aparat yang bertugas untuk selalu melakukan pendekatan serta tak menggunakan cara kekerasan.
"Selalu kita imbau dengan pendekatan soft approach, dengan menggunakan tokoh gereja, tokoh agama, kemudian para tokoh adat yang ada di sana termasuk pemda, untuk tidak terprovokasi sebaran-sebaran berita hoaks," katanya.
(Tribunnews.com/Tio/Kompas.com/John Roy Purba/Dhias Suwandi)