Inilah Sejumlah Perdebatan yang Buat RUU PKS Tak Kunjung Bisa Disahkan, Satunya Terkait Judul
Informasi yang dihimpun, ada 3 poin yang menyebabkan pembahasan RUU PKS ini belum kunjung bisa diselesaikan.
TRIBUNKALTIM.CO - Hingga saat ini, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS belum kunjung disahkan.
Informasi yang dihimpun, ada 3 poin yang menyebabkan pembahasan RUU PKS ini belum kunjung bisa diselesaikan.
3 poin yang menjadi perdebatan tersebut, yakni: penentuan judul RUU PKS, definisi yang dinilai masih memiliki makna ganda dan terkait terkait pidana dan pemidanaan.
• Maraknya Kasus Asusila, Kohati Balikpapan Dorong Pemerintah Segera Sahkan RUU PKS
• Tengku Zulkarnain Sebut Pemerintah Akan Legalkan Zina Lewat RUU PKS, MUI: Itu Pendapat Pribadi
• Spanduk-spanduk Kocak Warnai Aksi Tolak RUU KUHP dan KPK, Ada yang Promosi Jasa Buat Skripsi
• Komika Arafah Ikut Aksi Tolak RUU KUHP dan KPK, Bertahan di Gedung DPR RI Sampai Malam
"Satu, mengenai judul. RUU Penghapusan Kekerasaan Seksual. Kedua, definisi. Definisi ini oleh teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadikan undang-undang ini terlalu bebas," kata Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Menurut Marwan, anggota panitia kerja (Panja) RUU PKS tidak ingin RUU tersebut bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Menurut teman-teman tidak layak kalau UU ini bertentangan dengan induk (KUHP)," ujarnya.
Berdasarkan hal itu, Marwan mengatakan, pihaknya sudah berkonsultasi dengan Komisi III, ditemukan ada 9 pemidanaan yang sudah masuk KUHP, seperti pasal terkait pencabulan dan pemerkosaan.
"Komisi III sarankan ke Komisi VIII, supaya panja RUU PKS menunggu disahkan (KUHP). Supaya DPR tak berkontribusi melahirkan UU yang saling bertabrakan," pungkasnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS.
"Kami dari pemerintah, apalagi dari Kementerian yang menangani masalah perempuan. Kami desak secepatnya harus disahkan,” ujar Yohana saat ditemui di Kawasan Berikat Nusantara, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (24/9/2019).
Pihak PP-PA sendiri sangat ingin RUU tersebut segera disahkan karena hal tersebut menjadi target mereka di periode akhir ini.
Selain itu, jika pembahasan RUU dilanjutkan oleh anggota parlemen periode baru, tentu dikhawatirkan pembahasan akan semakin lama.
Ditambah lagi, hal itu juga akan membuang-buang tenaga, biaya, dan pikiran PP-PA yang sudah dilakukan sejak dua tahun terakhir ke belakang.
“Karena kalau tidak disahkan kami rasa kami sudah buang tenaga, biaya, pikiran dan waktu yang cukup banyak di dua tahun terakhir untuk menyiapkan ini,” katanya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta revisi RUU Perkawinan juga dilakukan hal yang sama, yakni dipercepat pengesahannya.