Inilah Sejumlah Perdebatan yang Buat RUU PKS Tak Kunjung Bisa Disahkan, Satunya Terkait Judul
Informasi yang dihimpun, ada 3 poin yang menyebabkan pembahasan RUU PKS ini belum kunjung bisa diselesaikan.
Dalam RUU tersebut, pihaknya juga meminta kenaikan angka usia perkawinan menjadi 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
"Di meja Presiden sudah ditandatangani, semoga secepatnya bisa ditandatangani sehingga bisa disahkan DPR," imbuh dia.
Yohana juga mengaku pihaknya siap dipanggil DPR untuk segera membahas dan merealisasikan RUU PKS ini.
“Jadi kami pemerintah sudah siap dipanggil oleh DPR kami sudah siap penuh, sampai hal-hal yang kecil kami sudah siapkan kami tinggal tunggu dipanggil DPR,” tutur dia.
Adapun, RUU PKS hingga saat ini belum disahkan karena masih ada beberapa pembahasan yang belum mencapai titik temu.
Pasalnya, ada beberapa pasal dalam RUU PKS tersebut yang dianggap berpotensi dapat melegalkan praktik seks bebas.
Fraksi PKS Tak mendorong RUU PKS segera disahkan
Tak semua pihak setuju dan mendorong agar RUU PKS segera disahkan.
Sejumlah pihak menganggap isi RUU PKS tak sesuai dengan norma ketimuran dan mengesampingkan nilai-nilai agama.
Contohnya, sikap penolakan yang ditunjukkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai ketentuan mengenai definisi kekerasan seksual dan cakupan tindak pidana kekerasan seksual dominan berperspektif liberal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya ketimuran.
Bahkan, kata Jazuli, RUU PKS menciptakan budaya permisif atas perilaku seks bebas dan perzinaan.
Adapun, definisi kekerasan seksual diatur dalam Pasal 1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pasal itu menyatakan, "Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik".
Sementara, cakupan tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 20.