Pola Perusuh Setelah Demo Mahasiswa di DPR Dinilai Mirip Kerusuhan 22 Mei, Polisi Lakukan Pendalaman
Kepolisian menyebutkan pola yang dilakukan para pelaku kerusuhan pada Selasa (24/9/2019) sama dengan yang dilakukan perusuh pada 22 Mei 2019 lalu.
TRIBUNKALTIM.CO - Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi menyebutkan pola yang dilakukan para pelaku kerusuhan pada Selasa (24/9/2019) sama dengan yang dilakukan perusuh pada 22 Mei 2019 lalu.
"Para pelaku yang diamankan juga berasal dari luar daerah atau luar Jakarta, ini yang patut kita curigai dan akan terus kita dalami," kata Hengki dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/9/2019).
Hengki menyebutkan unjuk rasa terkait penolakan RKUHP dan UU KPK yang dilakukan mahasiswa di depan gedung DPR RI berakhir ricuh karena diduga telah disusupi provokator.
• Ada Demo Ricuh Warganet Keluhkan Twitter Down, Kemkominfo RI Klaim Tidak Lakukan Tindakan Apapun
• Awkarin Bagi 3000 Nasi Kotak untuk Pendemo, Mahasiswa Coret Tembok: Awkarin We Love You
• Demo Rusuh Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Jakarta, Bambu dan Batu Melayang ke Kepolisian
• Hari Tani Nasional 2019, Kangkung Dibagikan di Samarinda, Demonstran Sampaikan 5 Tuntutan
Menurut dia, momen demonstrasi menjadi kesempatan bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab merusak sejumlah fasilitas negara seperti pembakaran Pos Polisi yang berada di bawah kolong tol Slipi, Jakarta Barat.
Adapun saat ini belasan terduga pelaku pembakaran Pos Polisi telah diamankan oleh Kepolisian.
"Saat ini kami sudah mengamankan sebanyak 17 orang terkait kasus pengrusakan dan pembakaran pos lantas Slipi. Mirisnya, dari para pelaku yang berhasil diamankan rata-rata mereka masih dibawah umur," ujar Hengki.
Dijelaskan Hengki, selain menangkap belasan pelaku tersebut, Polisi juga menemukan barang bukti berupa bom molotov, gir, batu, dan petasan.
Saat ini Polres Metro Jakarta Barat bersama Polda Metro Jaya masih terus berusaha mendalami pola yang digunakan para pelaku.
Awal mula rusuh Kericuhan bermula ketika sekumpulan mahasiswa memaksa masuk ke dalam Gedung DPR.
Polisi yang bersiaga di dalam gedung menembakkan air dari mobil water cannon ke arah mahasiswa untuk menghalau mereka.
Setidaknya ada dua mobil water canon yang dikerahkan aparat kepolisian untuk menghalau mahasiswa yang berusaha menerobos masuk. Keriuhan pun pecah. Mahasiswa melawan.
Mereka melempar polisi dengan botol, bambu, dan bebatuan.
Polisi pun menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa.
Kerumunan mahasiswa mulau terpencar.
Sebagian besar mahasiswa memilih menjauh dari pusat ricuh.
Mahasiswa terpencar melarikan diri ke sejumlah titik.
Ketika mahasiswa sudah terpencar, perlawanan terus dilakukan terhadap aparat kepolisian.
Rata-rata mahasiwa melawan polisi dengan batu dan botol minum.
Namun, ketika malam makin larut, bentrokan semakin anarkis.
Mulai terjadi pembakaran tiga pos polisi yakni di Senayan, Palmerah, dan Slipi.
Mereka yang terlihat merusak pos polisi ada yang memakai jaket almamater namun lebih banyak yang tak berjaket.
Massa juga ada yang membakar sepeda motor warga di sekitar Stasiun Palmerah.
Gerbang tol Pejompongan dirusak
Massa aksi demo yang menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU KPK di depan Gedung DPR, Tanah Abang, Jakarta Pusat, membakar Gerbang Tol Pejompongan.
Aksi anarkis massa membakar Gerbang Tol Pejompongan tersebut, berlangsung ketika massa dipukul mundur oleh petugas menggunakan gas air mata.
Pantauan TribunJakarta.com, setelah massa membakar Gerbang Tol Pejompongan, kondisi gerbang tol tersebut pun rusak parah.
Sebagian atapnya, terlihat jebol dan habis terbakar si jago merah.
Seorang pria yang tengah membersihkan sisa-sisa kebakaran tersebut mengatakan, dirinya sempat menghalang massa untuk melampiaskan amarahnya ke Gerbang Tol Pejompongan.
"Sudah saya larang, saya bilang jangan ini fasilitas negara milik rakyat. Tapi namanya massa sudah emosi tidak terbendung," katanya pada TribunJakarta.com, Selasa (24/9/2019).
Hingga pukul 21.00 WIB, asap masih terlihat mengepul dari sisa-sisa material gerbang tol yang dibakar.
Api melalap Gerbang Tol Pejompongan, jalan tol S. Parman, Jakarta Pusat, tepatnya di depan Gedung BPK, Selasa (24/9/2019) malam.
Pengamatan Kompas.com pukul 20.40 WIB, api awalnya membakar bagian ujung pintu tol yang membuka akses kendaraan roda empat dari arah Slipi ke arah Semanggi tersebut.
Itu pun awalnya tidak disadari oleh polisi yang sedang berjaga di depan Gedung DPR/ MPR.
Setelah ada yang berteriak-berteriak "kebakaran," barulah polisi memantau titik api.
Tak butuh waktu lama, api kemudian merembet ke bangunan gerbang tol sehingga api semakin besar.
Belum diketahui siapa yang membakar gerbang tol tersebut.
Tapi, di sekitarnya, terdapat sejumlah orang.
Tidak diketahui pula apakah orang-orang tersebut adalah mahasiswa atau bukan.
Pasalnya, mereka mengenakan baju bebas.
Sekitar 10 menit kemudian, polisi mengerahkan kendaraan water canon ke Jalan Gatot Subroto yang berada sejajar dengan gerbang tol tersebut.
Dengan kendaraan tersebut, kepolisian menyemprotkan air ke arah pintu tol demi memadamkan api.
Hingga pukul 20.55 WIB, api belum berhasil dipadamkan.
Kericuhan yang terjadi di DPR RI Senayan, berujung aksi pembakaran pintu tol Pejompongan yang dilakukan oleh para mahasiswa.
Kebakaran pintu tol Pejompongan yang terjadi sekitar pukul 20.40 WIB tersebut, berawal ketika mahasiswa ricuh dengan petugas kepolisian,hingga pada akhirnya membakar pintu tol tersebut.
Api sempat membesar hingga membakar bagian kanan pintu tol Pejompongan arah Semanggi.
Atas pintu tol itu pun sempat terbakar hingga terlihat asap mengepul hitam.
Beruntung petugas kepolisian pun turut serta membantu pemadaman api dengan mengunakan satu unit water cannon.
Sehingga api tidak menghanguskan seluruh bagian pintu tol Pejompongan.
Kericuhan antara mahasiswa dan polisi masih terjadi setelah para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di DPR RI menolak RUU KUHP.
Bahkan Marinir pun turut serta membubarkan para mahasiswa ini, meski sempat meredam aksi ini kericuhan kembali terulang.
Bahkan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan melontarkan perkataan agar para mahasiswa menyudahi kericuhan ini.
• Rocky Gerung Bicara Soal Demo UU KPK dan RKHUP, Ini Mengejutkan Sekaligus Menggembirakan
• Awkarin Bagi 3000 Nasi Kotak untuk Pendemo, Mahasiswa Coret Tembok: Awkarin We Love You
• Viral Video Ketua BEM UI Sebut Dewan Pengkhianat Rakyat, Yenny Wahid Bereaksi: Hidup Mahasiswa!
• Twitter via Web Browser Down Hari Ini, Ada Hubungan dengan Demo Mahasiswa?
"Adik adik mahasiswa, Marinir sudah ikut serta membantu, ayo sudah-sudah," ujar Harry melalui pengeras suara, Selasa (24/9/2019).
Sementara itu aksi kericuhan semakin melebar hingga Pejompongan arah Palmerah hingga perempatan Slipi, Jakarta Barat.
Bahkan masih terdengar petugas kepolisian terus menembakan gas air mata.
Warga Pejompongan sempat usir pendemo
Warga Pejompongan meminta massa pendemo mundur dari wilayahnya lantaran ada rumah warga hampir terbakar terkena tembakan gas air mata.
"Tolong ya adik-adik mundur lagi ya, jangan pada di sini, kasihan rumah warga ada yang hampir terbakar," kata seorang warga kepada massa, Selasa (24/9/2019).
Warga juga meminta massa untuk melepas almamater kampusnya untuk menghindari sasaran gas air mata.
"Ini kan polisi mantau dulu pakai drone sebelum tembakin gas air mata, makanya tolong dilepas almamaternya biar enggak kepantau. Kasihan warga di sini," ujar warga lainnya.
Mendapat permintaan tersebut, mahasiswa yang sebelumnya sempat bertahan di ujung gang di seberang Gedung DPR MPR akhirnya menuruti.
Mereka mengalah dan membubarkan diri ke arah lain.
Saat ini gas air mata memang masih terus ditembakkan kepolisian untuk membubarkan massa yang masih bertahan mengepung Gedung DPR MPR.
Diketahui, pemukiman di Jalan Penjernihan, Pejompongan, memang menjadi akses massa membubarkan diri sewaktu polisi tembakkan gas air mata.
Pasalnya, gang di pemukiman ini menjadi akses utama massa menuju seberang Gedung DPR MPR RI.
Beberapa dari pendemo yang terluka bahkan sempat dibawa ke Masji Al Faalah yang ada di pemukiman warga.
Sudah tidak relevan
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto menyebut aksi demonstrasi mahasiswa di sejumlah kota di Indonesia untuk menolak beberapa rancangan undang-undang (RUU) sudah tidak relevan lagi.
Menurutnya mahasiswa bisa menyuarakan aspirasinya langsung kepada DPR RI selaku penyusun undang-undang karena Presiden Joko Widodo sudah memutuskan untuk menunda pengesahan beberapa RUU.
Seperti RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba, dan RUU Ketenagakerjaan.
“Sebenarnya dengan ada penundaan pengesahan RUU itu sudah tidak relevan lagi, sudah tidak penting lagi. Saya imbau agar rencana demonstrasi tersebut ditunda karena hanya menguras energi kita, membuat masyarakat tidak tenteram, mengganggu ketertiban umum,” ungkap Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/9/2019).
Lebih lanjut Wiranto mengimbau mahasiswa membangun komunikasi yang konstruktif dengan pemerintah maupun DPR RI dalam menyampaikan aspirasinya.
“Saya kira masukan-masukan dari masyarakat mengenai RUU tersebut akan didengarkan oleh DPR RI dan pemerintahan selanjutnya. Masukan dari masyarakat diperlukan agar tidak menimbulkan kerugian serta pro dan kontra di masyarakat,” katanya.
(Kompas.com, TribunJakarta, Tribunnews)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/tol-pejompongan-4.jpg)