Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Samarinda, 9 Mahasiswa Jatuh Pingsan Lantaran Hal Ini
Rata-rata mereka pingsan karena keletihan, karena dari awal kan mereka sebagian jalan kaki menuju kesini," papar Suntoro.
TRIBUNKALTIM.CO SAMARINDA - Demi memberikan pertolongan pertama, bila ada korban yang mengalami luka, 55 orang dari tim medis PMI Samarinda mengalokasikan 2 unit ambulance, di lokasi aksi demonstrasi oleh Aliansi Kaltim Bersatu, di DPRD Kaltim, Jl. Teuku Umar, Samarinda, pada Kamis (26/9/2019).
Aksi demonstrasi ini unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Suntoro Staff Markas PMI Samarinda Kota, mengungkapkan, saat ini 55 orang dari tim PMI Samarinda memonitor lokasi aksi demonstrasi mahasiswa yang usung unjuk rasa tolak revisi UU KPK dan RKUHP.
Ia menyebutkan, hari ini PMI mengalokasikan 2 unit ambulance untuk memberikan pertolongan, baik kepada massa aksi ataupun masyarakat sekitar, yang dikhawatirkan mengalami gangguan kesehatan.
Dan saat ini diungkapkannya juga, bahwa telah ada 9 mahasiswa yang ikut aksi unjuk rasa yang jatuh pingsan.
"Ada 2 unit ambulance yang stabdby dilokasi sekarang, siapapun yang mengalami gangguan kesehatan, secepatnya akan kami berikan pertolongan pertama.
Rata-rata mereka pingsan karena keletihan, karena dari awal kan mereka sebagian jalan kaki menuju kesini," papar Suntoro, Kamis (26/9/2019) saat ditemui dilokasi aksi.
"Mahasiswa yang pingsan ada 9 orang, dan 8 dari 9 mahasiswa yang pingsan, ada 8 perempuan, dan 1 laki-laki," urainya.
Suntoro menuturkan, untuk penanganan awal bagi korban yang jatuh pungsan, ialah dengan memindahkannya ke lokasi yang lebih lenggang, dan tidak pengap.
"Penanganan pertama kami pindahkan ke lokasi yang lenggang, dan tidak pengap. Tujuannya supaya korban tadi dapat pasokan oksigen yang cukup," tuturnya.
Lanjut Suntoro memaparkan, bahwa penyebab korban yang jatuh pingsan, karena kelaparan dan sesak nafas karena kekurangan oksigen.
"Sebagian dari mereka yang pingsan, kebanyakan disebabkan lapar karena belum sempat makan, ada juga yang sesak nafas. Jadi saat ini mereka kami beri makan dulu dan kami sarankan untuk istirahat," tuturnya.
Namun apabila korban pingsan telah siuman, dan berniat untuk kembali ikut aksi demonstrasi, pihaknyamemgakubtidak dapat melarang, karena keputusan tersebut adalah hak mereka yang turun aksi.
"Kalau mereka yang pingsan masih ngotot mau gabung lagi dengan massa aksi lagi kamo tidak bisa halangi, karena itu hak mereka. Kami disini murni bertujuan dan berusaha memberikan fasilitas kesehatan yang baik saja," tandasnya.
Saat Tribunkaltim.co bersua ke beberapa pelajar yang ikut demonstrasi, menyatakan, ikut unjuk rasa karena kemauan sendiri.
"Ini kemauan kami, siswa juga ingin berjuang bersama dengan kakak mahasiswa," ucap salah satu siswa, Kamis (26/9/2019).
Sebelum tiba di depan gedung wakil rakyat tersebut, massa aksi terlebih dahulu melakukan long march dengan titik kumpul di Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi.
Mahasiswa menjadi pelopor aksi, tapi tidak hanya mahasiswa yang ikut serta, namun juga terdapat LSM, hingga siswa SMA/STM.
Diantara ribuan mahasiswa yang menggunakan almamater dari masing-masing perguruan tinggi, juga terdapat diantaranya siswa yang masih lengkap menggunakan seragam sekolah.
Saat ini, massa telah memenuhi sepenuhnya Jalan Teuku Umar, tepat di depan gedung DPRD Kaltim.
Orasi telah berlangsung yang berisi seputar penolakan sejumlah UU KPK yang telah direvisi, serta UU lainnya yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Pada aksi kali ini, massa terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah massa sebelumnya, pada Senin (23/9) lalu.
Sementara massa menggelar orasi, Kepolisian telah siap di dalam sekitar gedung DPRD Kaltim. Guna antisipasi massa masuk ke dalam lingkungan DPRD Kaltim, Kepolisian telah memasang kawat berduri, serta melumuri pagar dengan menggunakan pelumas.
Salah satu siswa ditemui di lokasi aksi mengatakan, dirinya dan teman-temannya sengaja ikut serta untuk unjukrasa guna memberikan dukungan mahasiswa serta aksi itu sendiri.
Diawal kedatangan massa aksi telah berlangsung panas. Massa aksi yang merupakan siswa sekolah sempat tidak terkontrol dengan melepari botol air mineral ke arah dalam lingkungan DPRD Kaltim.
Kendati sempat berhasil diredam, kericuhan tidak terhindarkan, massa pun berhasil membuka dan merobohkan barikade kawat berduri.
Aldo, Humas aliansi Kaltim Bersatu menjelaskan, pihaknya tidak mau berkompromi dengan audiensi dari pihak DPRD Kaltim.
"Tidak ada terget kami untuk menemui anggota dewan, mereka yang harusnya mendatangi kami. Tidak ada kompromi untuk audiensi dan semacamnya," jelas Aldo.
"Saat ini kondisi kita semua resah, risih dengan kondisi saat ini," sambungnya.
Ditanya mengenai kedatangan siswa pada aksi kali ini, dirinya menyangkal ada mobilisasi terhadap siswa. Menurutnya, kehadiran siswa di tengah-tengah massa karena siswa memiliki pemikiran yang sama dengan mahasiswa atas kondisi yang meresahkan saat ini.
"Tidak ada mobilisasi massa, mereka dengan sadar ikut serta, mereka punya pemikiran yang sama," tegasnya.
Untuk diketahui, aksi unjukrasa hari ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya dilakukan Senin (23/9) lalu. Pada aksi unjukrasa hari ini, terdapat sejumlah tuntutan untuk Pemerintah dan juga DPR, diantaranya :
1. Mendesak Presiden mengeluarkan Perpu terkait UU KPK
2. Tolak segala UU yang melemahkan demokrasi
3. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
4. Bebaskan aktivitis Pro demokrasi
5. Hentikan militerisme di tanah Papua
6. Tuntaskan pelanggaran HAM, adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan.
Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia Imbau Anak di Bawah Usia 18 Tahun Tidak Ikut Unjuk Rasa
Terkait ditahannya ratusan Anak-anak di berbagai kantor kepolisian di Jakarta terkait aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada tanggal 25 dan dinihari 26 September 2019 di seputaran gedung DPR RI, saat ini sejumlah pelajar di Kaltim pun turut aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim.
Mendengar hal itu Aktivis Anak di Indonesia minta pelajar untuk tidak diprovokasi ikut aksi.
• Anak-anak STM Ikut Demo dan Terlihat Lebih Beringas Guru Besar UGM Ini Ungkap Sesuatu di Baliknya
• Video Viral Anak STM Ikut Demo di Depan Gedung DPR RI, Tagar #STMmelawan Trending Topic Twitter
• Video Viral Detik-detik Polisi Tendang Pelajar, Lalu Langsung Dikejar dan Dikeroyok Siswa Lainnya
• Detik-detik Pelajar Serang Polisi di Pinggir Jalan, Terungkap Penyebab Amarah Tersulut
Helga Inneke Worotitjan, aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan mengatakan, anak memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran sebagai bagian dari proses menemukan jati diri.
Untuk itu, semua anak membutuhkan lingkungan yang ramah agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal serta memiliki karakter tangguh dan welas asih untuk menghadapi tantangan hidupnya.
Ia menambahkan, anak juga baik terlibat dalam kegiatan penyampaian pendapat, agar memiliki pengalaman dan mampu menghayati dirinya sebagai warga suatu masyarakat, asalkan sepanjang kegiatan ada jaminan situasi selalu ramah untuk Anak.
"Saya dan kawan-kawan lagi proses pendampingan anak-anak yang ditahan. Meski kami gak setuju mereka ikut aksi, tapi sesuai amanah UU SPPA, anak bermasalah hukum itu harus ada pendamping saat diperiksa," Kata Helga, Kamis (26/9/2019) saat dihubungi Tribunkaltim.co melalui sambungan telpon selulernya.
Kendati anak memiliki hak untuk berpartisipasi, namun Helga menjelaska , bila suatu kegiatan penyampaian aspirasi berpotensi menimbulkan konflik, apalagi pempertontonkan kekerasan dalam kata, apalagi perbuatan, sebaiknya anak dijauhkan dari kegiatan yang dimaksud, karena akan menjadi pembelajaran yang mendatangkan ingatan buruk.
"Sebenarnya anak punya hak partisipasi, tapi melihat kondisinya dilapangan, khususnya di Indonesia ini, kalo aksi ada kemungkinan potensi kejadian yang bermuatan kekerasan saat berhadapan dengan aparat cukup besar.
Ini yang kami khawatirkan. Dan ada amanah juga, di UU juga untuk tidak melibatkan anak dalam aksi demonstrasi," jelasnya.
Dirinya mengimbau, kepada orang tua, penyelenggara sekolah, aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk menghindari adanya pelajar atau anak, yang berniat ikut dalam aksi unjuk rasa yang situasinya jelas membahayakan.
Karena adanya pro kotra yang sangat kuat pada beberapa level masyarakat, malah sudah sempat terjadi benturan antar elemen.
Keterlibatan anak pada unjuk rasa kali ini, disebutkan Helga dapat membahayakan fisik dan dapat menimbulkan trauma serta berjatuhan korban, khususnya anak.
"Kami dari aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan, untuk itu menghimbau kepada para orang tua, penyelenggara sekolah, Aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk mencegah keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa yang di dalamnya berpotensi terjadi kekerasan," himbau Helga
"Batasan usia anak yang boleh turun aksi. Sepertinyang tertuang di UU perlindungan anak di bawah 18 tahun, sangat dilarang ikut aksi demonstrasi. Sekarang saja banyak yang menyandingkan urusan aksi anak di luar negeri yang diketahui tertib sekali.
Sementara kita tau sendri kan di kita kalo aksi bagaimana, ada penumpang gelap dan provokator selalu ikutan.
Mereka ini yang menyebabkan adanya kericuhan. Akhirnya aksi untuk menyuarakan demokrasi jadi tercoreng.
Nah, inilah sebabnya mengapa berbahaya melibatkan anak dalam aksi dan demonstrasi," tutupnya menjelaskan.
Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia menyampaikan beberapa point, sebagai sikap sebagai berikut:
1. Anak dihindarkan dari kegiatan politik praktis. Orang tua, Guru, Ustadz, Sekolah punya kewajiban menjaga Anak-anak terhindar dari kegiatan politik praktis.
2. Meminta Kepolisian menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas provokasi pengerahan massa anak anak ke gedung DPR RI, 25 September 2019.
3. Meminta pihak kepolisian untuk tetap mengedepankan tindakan tanpa kekerasan, persuasif dan memperhatikan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam menjalankan tugas.
4. Anak bisa menyampaikan pendapat di ruang yang aman. Karena memperhatikan tingkat pemahaman (kognitif), tumbuh kembang dan perkembangan emosional anak.
5. Penyampaian pendapat wajib memperhatikan kepentingan dan keselamatan semua pihak, termasuk Anak.
6. Mengecam keras provokasi pengerahan massa berusia anak, dalam kegiatan unjuk rasa di seputaran gedung DPR RI 25 September 2019, yang kemudian menjadi kerusuhan.
Karena pengerahan massa berusia Anak, justru menempatkan Anak dalam posisi beresiko dan berbahaya.
7. Tindakan ini bertentangan dengan Undang Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia
8. Meminta semua pihak ikut aktif melindungi anak. (*)