Mengenal Sosok Dandhy Laksono, Jurnalis Idealis Sampai Kini Dituding Sebarkan Kebencian

Nah, Dandhy Laksono dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.

Editor: Budi Susilo
Twitter / @Dandhy_Laksono
Dandhy Dwi Laksono 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Sutradara, aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi di rumahnya pada Kamis (26/9/2019) malam.

Menurut kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, Dandhy ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.

Dhandy dituding telah melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebelumnya, Dandhy sempat dijemput oleh polisi di rumahnya pada Kamis (26/9/2019) malam.

Namun, pihak kepolisian akhirnya memutuskan untuk tidak menahan Dandhy.

"Hari ini beliau dipulangkan, tidak ditahan. Kita menunggu proses selanjutnya dari kepolisian," ujar Alghifari.

Lantas, siapakah Dandhy Dwi Laksono? Diberitakan Harian Kompas, 7 Januari 2014, Dandhy Laksono lahir di Lumajang, Jawa Timur, 29 Juni 1976. Ia merupakan lulusan dari jurusan hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Bandung.

Pernah sebagai jurnalis Dandhy memiliki beberapa pengalaman di bidang jurnalis, di antaranya media cetak, radio, dan televisi.

Selain itu, ia juga pernah mendirikan media perdamaian acehkita.com dan WatchdoC. Namun, dalam pengalamannya sebagai jurnalis, kerap menemui hambatan.

Dandhy pernah "diusir" dari stasiun TV swasta di tempatnya bekerja karena memberitakan tentang korban darurat militer di Aceh membuat marah pihak yang berkuasa.

Padahal, rencana peliputan sudah disetujui rapat redaksi. Di stasiun televisi swasta lain tempatnya bekerja sesudah itu, ia diminta menghentikan pemberitaan suatu kasus.

Sebenarnya, Dandhy sudah bekerja sebagai jurnalis pada tahun 1998 pada satu tabloid ekonomi.

Saat itu, ia dibenturkan pada pertarungan idealisme di industri media. Hal sama juga terjadi saat ia bergabung dengan satu stasiun radio swasta. Ia tak bisa lagi bersikap naif pada notion "tugas mulia" jurnalisme.

"Metodologinya tak bermasalah, ontologinya yang bermasalah," ujar Dandhy suatu pagi di kantornya, di ujung Jakarta Timur. Jurnalisme model demikian terus dia temui sepanjang kariernya di media cetak, radio, dan televisi. "Jadi saya tidak mulai di media yang ideal. Saya langsung bertemu yang buruk," kenangnya.

Pendiri WatchdoC Pada tahun 2009, ia bersama sahabatnya Andhy Panca Kurniawan, mantan Pemimpin Redaksi kantor Berita Radio Voice of Human Rights, mendirikan rumah audio-visual WatchdoC.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved