Ziarah Makam jadi Wisata Religi, Pengemis di Makam Kutai Lama Mulai Dibina
Sultan Kutai Adji Mohammad Arifin didampingi Bupati Kukar Edi Damansyah dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kutai Kartanegara be
Penulis: Rahmad Taufik | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Hari ini Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara tepat berusia 237 tahun pada Sabtu (27/9/2019).
Kali ini Sultan Kutai Adji Mohammad Arifin didampingi Bupati Kukar Edi Damansyah dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kutai Kartanegara berziarah ke makam raja-raja Kutai di samping Keraton Kesultanan Kutai Ing Martadipura.
Mereka juga berziarah ke makam pendiri kota Tenggarong, yakni Aji Imbut yang bergelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin sebagai Raja Kutai ke-15.
Bahkan 6 negara peserta Tenggarong International Folk Arts Festival (TIFAF) ikut juga ziarah ke makam raja Kutai.
Bupati berharap ziarah ke makam raja-raja Kutai ini menjadi wisata religi terutama bagi wisatawan muslim di tanah air.
Selain di samping Keraton, makam Raja Kutai juga bisa dijumpai di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara.
Di Kutai Lama ini, ada tiga makam yang dibanjiri peziarah pada hari-hari tertentu.
Yakni makam ulama Habib Hasim bin Musaiyah atau Tuan Tunggang Parangan sebagai penyebar agama Islam di Kerajaan Kutai, Raja Aji Mahkota I dan Raja Aji Dilanggar.
Namun kehadiran sekumpulan pengemis anak-anak yang meminta-minta di lokasi makam Raja Kutai di Kutai Lama ini kerap dikeluhkan para peziarah.
Sekarang sudah mulai kita bina dulu karena mereka ini tidak bisa langsung ditertibkan, tim Dinas Pariwisata di sana bentuk Pokdarwis (kelompok sadar wisata).
"Paling tidak ini sama-sama memberikan pemahaman dulu karena model ini tiruan dari Kalsel," kata Edi.
Ada beberapa sudah dilakukan di Kutai Lama.
"Kita menyiapkan stan bagi pelaku UKM, secara bertahap ini bisa meminimalisir serbuan pengemis anak-anak, namun dengan cara yang membuat nyaman pengunjung, karena pengunjung juga ada pemahaman bersedekah," ujarnya.
Edi mengatakan, dari laporan yang diterimanya tidak semua pengemis anak-anak ini merupakan warga Kutai Lama, namun banyak juga datang dari luar Kutai Lama.
"Ada manajer yang mengoordinir kedatangan pengemis anak-anak itu," ucap Edi.
Ke depan, lanjutnya, beberapa lokasi makam Raja Kutai ini akan dibenahi infrastrukturnya.
"Seperti pemakaman Kelambu Kuning di Tenggarong, tahun ini kita beri dukungan infrastruktur dengan memperluas area di sana, sehingga area parkir dan lokasi kegiatan untuk haul bisa lebih nyaman karena daya tampungnya lebih besar," kata Edi.
Begitupun di Kutai Lama, tiap tahun ada agenda prosesi haul.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kukar Sri Wahyuni mendampingi partisipan 6 negara ziarah ke makam Raja Kutai.
Dia memberikan penjelasan singkat tentang keberadaan Raja-Raja Kutai di lokasi makam itu.
Ia memperkenalkan Aji Imbut sebagai pendiri kota Tenggarong yang namanya dipakai sebagai nama stadion kebanggaan warga Kukar.
Beberapa nama Sultan Kutai diabadikan sebagai nama bangunan monumental karena mereka telah berjasa besar.
Seperti nama bandara internasional di Balikpapan, Sultan AM Sulaiman, lalu bandara APT Pranoto di Samarinda merupakan nama kerabat kesultanan," ujar Sri.
Ia memberi penjelasan kepada masing-masing direktur delegasi kesenian karena ini merupakan hal yang baru bagi mereka.
Upacara pembukaan Tenggarong International Folk Art Festival atau TIFAF berlangsung meriah di Stadion Rondong Demang Tenggarong, Minggu (22/9/2019), Kalimantan Timur.
Kegiatan festival seni budaya internasional ini dibuka langsung Gubernur Kaltim Isran Noor.
Nah, Gubernur Kaltim Isran Noor didampingi Sultan Kutai Adji Muhammad Arifin dan Bupati Kukar Edi Damansyah menabuh gendang bersama sebagai tanda dibukanya TIFAF yang digelar selama sepekan ke depan, mulai 21 sampai 29 September 2019.
Acara diawali dengan parade barisan marching band dari SMAN 1 Tenggarong, disusul barisan partisipan dari 6 negara, yakni Belanda, Thailand, Sri Lanka, Rusia, Rumania dan Mesir.
Sedangkan satu negara lagi batal datang, yaitu Timor Leste.
Partisipan dari Belanda yang didominasi para penari tua melakukan gerakan dansa sembari melompat-lompat dan berputar dalam formasi melingkar.
Alas kaki mereka yang berwarna putih mirip terompah menghasilkan bunyi ketukan setiap mereka melangkah.
Berikutnya delegasi Thailand menampilkan kesenian wayang yang melakonkan kisah Ramayana.
Tiga pria memainkan wayang tokoh Hanoman.
Sedangkan tiga perempuan memainkan wayang dengan sosok seorang putri cantik.
Penampilan mereka mendapat aplaus meriah dari seluruh pengunjung yang memadati stadion.
Tak mau kalah, delegasi Sri Lanka menyuguhkan Puja Dance.
Grup yang terdiri dari 25 orang ini menari dengan lincah dalam busana tradisional mereka. Empat penari perempuan membawa bunga teratai merah.
Sedangkan beberapa penari pria bermahkota mengiringinya dengan gerakan penuh semangat.
Delegasi Mesir tampil terakhir dengan mempersembahkan Tarian Tongkat.
Penari pria memainkan 2 bilah tongkat yang saling dipukulkan, sedangkan penari perempuan menari dengan lincah.
Dari negeri sendiri, kesenian yang ditampilkan antara lain, tarian jepen Begenjoh Mahakam hingga Tari hudoq dari Dayak Modang.
Pengunjung juga disuguhkan Tari Kolaborasi dari Kesultanan Kutai.
Beberapa tarian keraton dipersembahkan oleh putra-putri Kesultanan, termasuk Tari Topeng Kemindu.
Tarian masal Menapak Jejak Mustika di bawah asuhan Yayasan Gubang menjadi penutup dari rangkaian Upacara Pembukaan TIFAF.
Seratus penari berlari ke tengah lapangan sembari membawa kain putih dan kuning.
Mereka menari jepen khas Kutai. Penampilan mereka menjadi pusat perhatian partisipan dari negara asing.
Partisipan dari Belanda merekam penampilan mereka dari atas tribun stadion.
"Lewat TIFAF ini, Kukar makin dikenal di mata internasional. Kita bisa mengenalkan dan mempromosikan daya tarik dan ragam seni Kutai hingga ke kancah internasional," kata Edi Damansyah, Bupati Kukar Edi Damansyah.
Pada 2018 lalu, Edi mengatakan, lebih dari 1,7 juta wisatawan yang berkunjung ke Kutai Kartanegara.
Ia berharap festival ini semakin besar ke depannya. Gubernur Kaltim Isran Noor sangat mendukung penyelenggaraan TIFAF ini.
"Yang penting dari festival ini bukan pengunjungnya, tapi bagaimana budaya, kesenian dan adat istiadat itu harus dijaga dan dipertahankan, terutama di Indonesia," ujar Gubernur Kaltim Isran Noor.
Menurutnya, budaya di Kaltim ini masih banyak yang belum dikembangkan, terutama budaya dari kawasan pedalaman.
Sedangkan budaya di kawasan pesisir justru mengalami akulturasi.
"Kalau wilayah pesisir justru mengalami percampuran adat istiadat antara masyarakat lokal dengan pendatang, seperti dari Nusa Tenggara dan Sulawesi," ucapnya.
(Tribunkaltim.co)