Jusuf Kalla Anggap Penerbitan Perppu KPK Merupakan Jalan Terakhir

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak sependapat atas rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)

Penulis: Januar Alamijaya | Editor: Amalia Husnul A
Tribunnews.com/Rina Ayu Panca Rini
Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019). 

"Pandangan resmi kami di fraksi, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review," kata Hendrawan.

Perppu KPK, jika jadi diterbitkan Jokowi, memang akan langsung berlaku. Namun, perppu itu tetap membutuhkan persetujuan DPR.

Hal ini diatur di Pasal 22 Undang- Undang Dasar 1945. Pasal tersebut mengatur dalam kegentingan memaksa, presiden berhak menetapkan perppu.

BACA JUGA:

Perppu KPK Tak Kunjung Terbit, Pakar Sebut Jokowi Sedang Berhitung, Khawatir Ditolak Mentah-mentah

Ini Penyebab Presiden Joko Widodo Belum Kunjung Terbitkan Perppu KPK, Masih Terganjal Parpol

Ayat berikutnya mengatur, peraturan tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, perppu itu harus dicabut. Hendrawan pun menilai tidak elok jika polemik revisi UU KPK ini harus diselesaikan lewat tarik menarik kepentingan politik.

Ia menilai akan lebih baik diselesaikan lewat proses uji materi di MK atau revisi ulang di DPR dan pemerintah.

"Sedikit memakan waktu, tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik-menarik kepentingan politik," kata Hendrawan.

Terpisah, Masinton Pasaribu meminta semua pihak untuk tak menekan Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi.

"Jangan ada siapa pun coba menekan-nekan presiden dalam hal menerbitkan perppu. Itu hak subyektif presiden, hormati," kata Masinton dalam diskusi bertajuk "Habis Demo Terbitkah Perppu? di kawasan Tebet, Jakarta.

"Tidak boleh ada satu kekuatan pun yang menekan. Bahaya kalau ketatanegaraan di konstitusi kita, kita letakkan pada tekanan-tekanan," ucap Masinton lagi.

Meski itu hak subyektif presiden, ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi untuk menerbitkan perppu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138 Tahun 2009.

Beberapa syarat pengeluaran perppu di antaranya adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu diselesaikan.

"Ikhwal kegentingan itu dalam putusan MK itu kegentingan yuridis.

Meskipun itu kan hak subyektif presiden bukan kegentingan yang digenting-gentingkan, karena ada massa protes keluarkan perppu, konferensi pers keluarkan perppu," kata dia.

"Bukan itu yang dimaksud kegentingan, kegentingan yuridis. Apakah itu terpenuhi? Tidak. Secara obyektif itu belum," ucap Masinton. (tribun network/gle/kompas.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved