Jokowi Didukung Menkopolhukam Mahfud MD Tak Terbitkan Perppu KPK, Ini Langkah Agus Rahardjo Cs di MK

Jokowi didukung Menkopolhukam Mahfud MD tak terbitkan Perppu KPK, Saut Situmorang Cs ajukan Judicial Review UU KPK

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribun Kaltim
Perppu KPK tak diterbitkan Presiden Jokowi, ini langkah Agus Rahardjo CS di Mahkamah Konstitusi 

TRIBUNKALTIM.CO - Jokowi didukung Menkopolhukam Mahfud MD tak terbitkan Perppu KPK, Saut Situmorang Cs ajukan Judicial Review UU KPK.

Presiden Joko Widodo tegas mengatakan tak akan menerbitkan Perppu KPK, pernyataan Jokowi ini pun mendapat dukungan dari Menkopolhukam Mahfud MD.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi  atau KPK pun sepakat melakukan Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, institusi yang dulu dipimpin Mahfud MD.

Dilansir dari Kompas.com, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) akan menjadi pemohon dalam Judicial Review atau uji materi atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Sebelumnya, Judicial Review diajukan koalisi masyarakat sipil ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/11/2019) hari ini.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, pimpinan KPK akan ikut menjadi pemohon karena merasa mempunyai legal standing dalam polemik revisi UU KPK.

 Kabar Buruk Ketum PKB Muhaimin Iskandar Mangkir Panggilan KPK, Cak Imin Saksi Penerima Hadiah Proyek

 Disinggung Janji Kampanye Tak akan Gusur, Anies Baswedan Pasangan Sandiaga Uno Beri Respon Ramah Ini

 MUI Bersikap Meski Sukmawati Tante Puan Maharani Minta Maaf, dan Mengaku Cinta Nabi Muhammad SAW

 Surya Tjandra, Wakil Menteri dari PSI akan Hapus IMB dan Amdal Demi Perintah Jokowi Soal Investasi

"Kita punya legal standing-nya, artinya memang itu mungkin yang dipertanyakan karena kemarin ada perdebatan civil society itu kan legal standingnya apa, AD/ART-nya apa.

Sehingga teman-teman civil society juga bertanya yang punya legal standing dari awal memang kita," kata Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Rabu siang.

Saut Situmorang menilai, status KPK sebagai pelaksana undang-undang tidak menghalangi langkah para pimpinan KPK untuk mengajukan Judicial Review.

Namun, ia tidak membeberkan alasan detailnya.

"Kalau bicara undang-undang, Anda harus bahas apa yang namanya sosiologis, filosofis, judis formalnya.

Kan yang kami bahas juga itu, apakah ada itu, filosofinya gimana," kata Saut Situmorang.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pimpinan KPK masih berharap Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK yang baru.

"Kalau Perppu KPK lebih baik, kalau berkenan menerbitkan Perppu KPK lebih baik, tapi hari ini kita akan mengantarkan Judicial Review ke MK," kata Agus Rahardjo.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana membenarkan bahwa Pimpinan KPK akan menjadi pemohon dalam gugatan tersebut.

Adapun gugatan yang dilayangkan atas nama Tim Advokasi UU KPK itu rencananya akan didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu siang ini pada pukul 14.00 WIB.

Jokowi Tunggu Mahkamah Konstitusi

Menkopolhukam Mahfud MD, yang juga eks Ketua Mahkamah Konstitusi memastikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak akan terbitkan Perppu KPK.

Sebelumnya, banyak pihak, termasuk ICW yang berharap Mahfud MD bakal bisa mendorong Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Menkopolhukam Mahfud MD memastikan Presiden Joko Widodo tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Mahfud MD, Presiden Jokowi masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi UU KPK yang tengah berlangsung.

"Kalau itu kelanjutannya jelas Presiden sudah menyatakan, Presiden itu menunggu putusan Mahkamah Konstitusi.

Karena bagi Presiden tidak pantas Mahkamah Konstitusi sedang memeriksa perkara lalu ditimpa," ujar Mahfud MD di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Mahfud MD mengatakan, bisa saja putusan Mahkamah Konstutusi nantinya sama dengan isi Perppu KPK, yakni membatalkan sejumlah pasal di UU KPK sesuai dengan tuntutan dalam sidang.

Jika hal itu terjadi maka percuma jika Perppu KPK dikeluarkan.

"Jangan-jangan nanti putusan Mahkamah Konstitusi sama dengan isi Perppu KPK kan enggak enak.

Jadi Presiden mengatakan belum memutuskan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu KPK, menunggu perkembangan, minimal proses di Mahkamah Konstitusi itu kayak apa," tutur Mahfud MD.

Sebelum menjabat Menkopolhukam, Mahfud MD secara terbuka pernah menyatakan dukungan terhadap dirilisnya Perppu KPK.

Bahkan, Mahfud MD pernah menyatakan bahwa meninggalnya mahasiswa akibat penanganan aparat kepolisian terhadap aksi unjuk rasa yang meminta diterbitkannya Perppu KPK, sebagai situasi darurat yang bisa dijadikan alasan penerbitan Perppu KPK.

Saat ditanya bagaimana sikapnya terkait Perppu KPK sekarang, Mahfud MD memastikan sikapnya sama seperti Presiden.

"Sikap saya ya sikap Presiden dong.

Kan sudah diumumkan Presiden hanya punya satu visi," tutur dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, tidak akan menerbitkan Perppu KPK.

Presiden Jokowi beralasan, pemerintah menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).

"Kita melihat, masih ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain.

Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," ucap dia.

Kata Pengamat Feri Amsari

Tak terbitkan Perppu KPK, sopan santun Jokowi dipertanyakan, singgung Mahfud MD dan Quraish Shihab.

Sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang tak akan menerbitkan Perppu KPK, dipertanyakan sejumlah kalangan.

Diketahui, Perppu KPK diperlukan agar UU KPK hasil revisi yang dinilai melemahkan lembaga anti rasuah tersebut, tak dilaksanakan.

Termasuk dari Direktur Pusat Studi Konstitusi atau Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, yang turut memertanyakan alasan Presiden Jokowi tak terbitkan Perppu KPK.

Dilansir dari Kompas.com, Feri Amsari mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo yang tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perppu KPK.

Sebelumnya, Jokowi beralasan, ia menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).

Selain itu, Jokowi menekankan sopan santun dalam ketatanegaraan.

"Saya sendiri mempertanyakan sopan santun ketatanegaraan Presiden.

Satu, sopan santun ketika membahas revisi UU KPK, itu ada atau tidak?

Ketika kemudian partisipasi publik tidak dilibatkan, dan KPK sebagai lembaga yang konon katanya dianggap lembaga eksekutif juga tidak dilibatkan dalam pembahasan itu," kata Feri Amsari dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, Minggu (3/11/2019).

Padahal, kata Feri Amsari, seharusnya Presiden Jokowi juga bisa mengutus KPK dalam proses pembahasan revisi.

Sebab, KPK merupakan lembaga yang paling berkepentingan dan terdampak dari hasil revisi ini.

Kedua, kata Feri, Jokowi dianggap sudah berperan meloloskan revisi UU KPK ini sejak bergulir di DPR.

Padahal, saat itu pengesahan revisi UU KPK dinilainya tidak memenuhi kuorum di DPR.

"Ketiga, apakah Presiden sopan ketika berjanji akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK dan segera memberi tahu tokoh senior itu bahwa apa yang akan jadi pilihannya.

Sampai hari ini tidak dikasih tahu.

Disampaikan hanya melalui media," kata Feri Amsari.

Tokoh senior yang dimaksud Feri Amsari adalah mereka yang diundang Jokowi datang ke Istana Merdeka pada 26 September 2019.

Saat itu, sejumlah tokoh diundang Jokowi, seperti Mahfud MD, Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, hingga Azyumardi Azra.

Setelah pertemuan itu, Jokowi mempertimbangkan akan keluarkan Perppu KPK.

"Kan seharusnya adalah undang lagi itu orang-orang senior, dan sampaikan, 'Ibu, bapak sekalian mari kita makan bakso lagi, kita diskusi soal Perppu KPK, saya mau menyampaikan sesuatu yang saya pahami soal perppu'," kata Feri Amsari.

Feri Amsari juga menyoroti bunyi Pasal 69A Ayat (1) UU KPK hasil revisi yang berbunyi, "Ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia"

"Itu terdapat kekuasaan dominan yang diberikan pada Presiden.

Kekuasaan dominan itu Pasal 69A Ayat (1), yaitu Presiden satu-satunya orang yang bisa menunjuk dan melantik Dewan Pengawas KPK yang memiliki kekuasaan yang sangat dominan di KPK suatu saat nanti.

Kalau ditunjuk Desember besok.

Sementara presiden berikutnya harus melalui Pansel," ujar Feri Amsari. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved