CPNS 2019

Takut Terjadi Sesuatu antara Jaksa dan Napi, Kejagung Tetap Tolak LGBT di CPNS 2019, Kemendag mundur

Berbagai komentar seputar Kejagung menolak pelamar LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS 2019 berdatangan, alasan utama penolakan terungkap

Editor: Doan Pardede
Kolase KOMPAS.com
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Mukri di Kejaksaan Negeri Depok, Jumat (1/2/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO - Takut terjadi sesuatu pada Jaksa & napi, Kejaksaan Agung (Kejagung) keukeuh tetap tolak LGBT di CPNS 2019, Kemendag mundur.

Berbagai komentar seputar Kejagung menolak pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi CPNS 2019 berdatangan. 

Anggota Komisi II dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid menilai bahwa Kejaksaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan terhadap pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi CPNS 2019 di Kejagung.

• Gadis 19 Tahun Tewas Overdosis Setelah Bercinta, si Pria Bawa Keliling lalu Buang di Samping Stadion

• Promo Indomaret Hari ini Hingga 3 Desember 2019, Beli 2 Gratis 1 dan Banyak Diskon lainnya Buruan

• Kabar Buruk Agnez Mo, Usai Dikecam Gara-gara Wawancaranya, Fadli Zon Juga Beri Julukan Negatif Ini

• Kabar Buruk Rizieq Shihab Belum Bisa Balik, Ini Hasil Rapat Mahfud MD, Tito Karnavian, Fachrul Razi

Dalam membuat kebijakan, Kejagung harus berpegang pada pedoman pada peraturan penerimaan CPNS.

“Kejaksaaan Agung pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan LGBT jadi PNS/ASN. Dasar berupa Permen, Perpes, PP, UU, sampai kepada nilai dan semangat UUD dan Pancasila dalam memandang LGBT,” kata Sodik dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (27/11/2019).

Menurutnya dalam negara pancasila, LGBT mendapatkan semua hak sebagai warga negara Indonesia. Yang tidak boleh dilakukan kaum LGBT hanya menyebarkan pahamnya.

“Satu satunya hak yang tidak mereka peroleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan perilaku nya bersama dan kepada masyarakat umum karena hal tersebut tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” katanya.

Menurutnya semua warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Salah satu kewajiban dasar kaum LGBT adalah menghormati dan mengikuti hukum serta norma Pancasila.

Tim medis dan psikolog akan bertugas mendeteksi pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) yang mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil ( CPNS) 2019 di Kejaksaan Agung.

Sebagai informasi, Kejagung melarang pelamar LGBT untuk mengikuti CPNS 2019 di institusi tersebut.

Alasan Kejagung terungkap

"Kita punya tim medis dan tim psikolog. Nanti untuk urusan itu kita serahkan kepada tim medis dan psikolog kita," ungkap Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Mukri menjelaskan, ketentuan itu dibuat karena diduga berpotensi mengganggu kinerja calon Jaksa tersebut.

Menurut dia, seorang Jaksa memiliki kewenangan penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.

Kejagung khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan apabila jaksa memiliki, seperti yang dituturkan Mukri, yaitu kelainan.

"Di setiap hari-harinya dia bergelut dengan para tahanan, para terpidana, yang notabene berada dalam kekuasaannya. Ketika seorang jaksa mempunyai kelainan, kemungkinan akan terjadi hal yang tidak diinginkan," katanya.

Menurut dia, telah ada aturan internal terkait ketentuan larangan LGBT.

Selain itu, Mukri mengatakan, landasan hukum lain yang menjadi acuan adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019.

Di bagian lampiran nomor J poin 4 disebutkan bahwa instansi diperbolehkan menambah syarat sesuai karakteristik jabatan.

"Instansi dapat menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan karakteristik jabatan dan kebutuhan masing-masing jabatan, kecuali persyaratan akreditasi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada angka 3," seperti dikutip dari peraturan tersebut.

Kemudian, Kejaksaan Agung juga melihat ketentuan tersebut dari segi norma yang berlaku di Indonesia.

"Kita lihat dari sisi norma agama, semua agama di Indonesia ini belum ada yang menerima terkait dengan LGBT," ujar Mukri.

Polemik Dilarangnya Peserta LGBT Ikut Tes CPNS 2019

Ombudsman RI mengungkap adanya dugaan praktik diskriminasi dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS) 2019.

Salah satunya, yaitu larangan bagi peserta dengan orientasi seksual lesbian, gay, biseksual dan transgender ( LGBT) untuk mengikuti seleksi tersebut.

Temuan itu didapatkan dari laporan masyarakat yang masuk melalui layanan pengaduan yang dibuka Ombudsman.

Larangan itu diketahui menjadi salah satu syarat yang ditentukan Kejaksaan Agung dan Kementerian Perdagangan.

Belakangan, Kemendag telah menghapus syarat tersebut.

Sedangkan Kejaksaan Agung masih mempertahankan persyaratan itu.

Kompas.com pun menelusuri persyaratan yang diwajibkan itu melalui laman rekrutmen.kejaksaan.go.id.

Hasilnya, persyaratan itu berlaku untuk seluruh formasi, baik itu umum, cumlaude, putri/putri Papua dan Papua Barat, serta disabilitas.

Adapun secara lengkap persyaratan itu berbunyi:

"Tidak buta warna baik parsial maupun total, tidak cacat fisik, tidak cacat mental, termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender), tidak bertato, tidak bertindik (khusus untuk laki-laki) dan mempunyai postur badan ideal dengan standar Body Mass Index (BMI) antara 18-25 dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat dengan tinggi badan untuk laki-laki minimal 160 (seratus enam puluh) centimeter dan perempuan 155 (seratus lima puluh lima) centimeter".

Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Kejagung Mukri menilai hal itu sebagai sesuatu yang wajar.

Meski demikian, ia enggan berkomentar soal potensi diskriminasi yang timbul atas larangan tersebut.

"Artinya, kita kan pengin yang normal-normal, yang wajar-wajar saja. Kita tidak mau yang aneh-aneh supaya mengarahkannya, supaya tidak ada yang... ya begitulah," tutur Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019).

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo setuju dengan larangan tersebut.

Menurut dia, tidak ada persoalan dalam aturan tersebut.

Ia pun menilai, apa yang dilakukan Kejaksaan Agung hanya bertujuan agar instansi ini bisa mendapatkan pegawai terbaik pada saat proses seleksi dilaksanakan.

"Saya setuju dengan Kejaksaan. Enggak ada masalah," kata Tjahjo usai menghadiri ‘Penyampaian Hasil Evaluasi dan Penghargaan Pelayanan Publik Wilayah II Tahun 2019’di bilangan Pecenongan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).

Diskriminatif

Larangan pelamar LGBT untuk mengikuti proses seleksi CPNS berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari.

Menurut Direktur Riset Setara Institute, Halili, larangan itu merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap calon pelamar yang memiliki perbedaan orientasi seksual.

"Itu diskriminatif, kan orientasi seksual, identitas personal seseorang kan mestinya tidak bisa menghalangi,” kata Halili usai menghadiri sebuah acara di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).

Selain itu, tidak ada dasar hukum yang melarang LGBT untuk mengikuti tes CPNS.

Bila hal ini terus didiamkan, maka persoalan akan semakin berlarut-larut.

"Kalau kita misalnya akhirnya harus melihat orang dari sisi orientasi seksualnya, apa dasar hukum paling legal, paling formal, paling tepat, untuk mengidentifikasi orientasi seksual itu, kan tidak ada," ujar Halili.

"Jadi rekrutmen itu harus inklusif, jangan ada restriksi berdasarkan latar belakang primordial seseorang," kata dia.

Sementara itu, menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, sepanjang tidak melakukan pelanggaran hukum, tidak ada persoalan seorang LGBT melamar sebagai CPNS.

Di Amerika Serikat, ia mencontohkan, LGBT hanya dilarang masuk militer.

Sementara untuk posisi pelayanan seperti aparatur sipil negara (ASN), tidak ada larangan.

"Untuk jabatan yang umum, seperti jabatan aparatur sipil negara ya, yang tidak terkarakteristik tertentu, ya enggak usah dilarang karena status orang," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jumat (22/11/2019).

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan, setiap warga negara memiliki hak, kedudukan dan tanggung jawab yang sama di dalam memperoleh kepastian hukum.

Oleh karena itu, ia meminta, tidak ada kementerian/lembaga negara yang membuat kebijakan yang justru membedakan kelompok tertentu.

"Maka mari kita tidak boleh mengkotak-ngotakkan atas berdasarkan berbagai pembeda dan hal yang menciptakan diskriminasi," kata Hasto di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (23/11/2019).

Ia menambahkan, seharusnya yang menjadi ukuran seseorang bisa atau tidak menjadi seorang CPNS dilihat dari profesionalitas, kompetensi, komitmen, integritas, serta komitmennya dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

"Konstitusi telah mengatur dan kita punya benteng Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa dari sila ketiga Pancasila itu bersifat wajib," kata dia.

"Tidak boleh ada perbedaan warga negara atas dasar suku, agama, status sosial, jenis kelamin dan sebagainya," sambung Tjahjo.

• Mau Lihat Jumlah Saingan Formasi Pilihan CPNS 2019? BKN Beri Alternatif Lain, Sebentar Lagi Ditutup

• Sulit Daftar CPNS 2019? Data Disdukcapil Tak Update & Tak Respons? Ini Kata BKN, 5 Instansi Favorit

• Pemerintah Kota Tarakan tak Terima CPNS 2019 dan 2020, Alasannya Analisa Jabatan Belum Disusun

• Pendaftaran CPNS di Kubar baru Dibuka Senin Nanti, Terkendala Sistem Portal Siapkan 159 Formasi

Langganan berita pilihan tribunkaltim.co di WhatsApp klik di sini >> https://bit.ly/2OrEkMy

Langganan Berita Pilihan Tribun Kaltim di WhatsApp

Sumber: Kompas.com (Penulis : Devina Halim, Dian Erika Nugraheny, Haryanti Puspa Sari, Achmad Nasrudin Yahya)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved