PKS Sebut Jokowi Keliru, Hukuman Mati Koruptor Berdasar UU Tipikor dan Tak Bisa Atas Kehendak Rakyat
PKS mengingatkan Presiden Joko Widodo tak boleh keliru dalam menyampaikan hukuman mati bagi terpidana Korupsi atau biasa disebut koruptor
TRIBUNKALTIM.CO - Pernyataan Presiden Jokowi yang membuka peluang hukuman mati untuk koruptor menjadi perbincangan hangat.
Berbagai komentar termasuk dari kalangan DPR RI dilayangkan menanggapi pernyataan Jokowi soal hukuman mati untuk koruptor tersebut.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengingatkan Presiden Joko Widodo tak boleh keliru dalam menyampaikan hukuman mati bagi terpidana korupsi.
• Sulit Dibedakan, Honorer Kini Dilarang Pakai Seragam PNS, Cukup Pakaian Putih & Hitam, Termasuk Guru
• Nonton TV Sambil Rebahan, Perempuan Ini Dibunuh Pria 73 Tahun di Depan Anaknya yang Masih Balita
• Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Rabu 11 Desember 2019, Cancer Hanya Dimanfaatkan, Virgo Berselingkuh
• Gara-gara Omongan Ariel NOAH, Cut Tari Sampai Nangis, Ini Kisah Masa Lalu Calon Istri Richard Kevin
Ia mengatakan, hukuman mati bagi terpidana korupsi sudah tercantum dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah diatur juga dalam UU tindak pidana korupsi, jadi tidak harus kemudian apa kalau dikehendaki oleh masyarakat. Pak Jokowi menurut saya keliru, kalau mengatakan hukuman mati itu berdasarkan kehendak masyarakat," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Nasir mengatakan, UU Tipikor mencantumkan hukuman mati bagi koruptor dalam dua kriteria, yaitu dalam keadaan krisis ekonomi dan bencana alam.
"Misalnya melakukan korupsi di dua kondisi itu, maka UU mengatakan bahwa dia layak dihukum mati," ujar dia.

Berdasarkan hal itu, Nasir mengatakan, Presiden tidak perlu membuat retorika dalam komitmen pemberantasan korupsi.
Presiden Jokowi, kata dia, sebaiknya mengoreksi keputusan yang dibuat dalam memberikan grasi terhadap terpidana korupsi Annas Maamun.
"Pesiden jangan hanya retorika saja ya, jangan mengatakan terkait hukuman mati, tetapi (perlu) mengoreksi terkait dengan pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya, Kita harap Presiden bicara soal korupsi tetap konsisten," pungkasnya.
• Para Siswa Antusias Ikuti Lomba Memeriahkan Peringatan Hari Anti Korupsi 2019 di Bulungan
• Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember, Iwan Fals Justru Berikan Ucapan Selamat Kepada Para Koruptor
• Bontang Tertinggi Kembalikan Kerugian Negara dan Paling Produktif Ungkap Kasus Korupsi
Sebelumnya, Jokowi menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.
Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat, maka DPR akan mendengar.
Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.
"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," kata dia.
Saat ditanya apakah pemerintah akan menginisiasi rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor, Jokowi tak menjawab dengan tegas.
Wakil Ketua DPR Minta Tak Disamaratakan
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sepakat dengan penerapan hukuman mati yang sempat dilontarkan Presiden Joko Widodo. Namun, Dasco menyebutkan bahwa penerapan hukuman mati bagi koruptor tak bisa disamaratakan.
"Ya jangan disamaratakan. Kan juga ada kekhilafan ya... kecil-kecil gitu, lho," kata Dasco di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Dia mengatakan, ada syarat-syarat tertentu jika hukuman mati mau diterapkan terhadap koruptor.
Salah satu contoh, kata Dasco, korupsi dilakukan dalam urusan anggaran bantuan bencana alam.
Menurut Dasco, penyelewengan dana bantuan bencana alam merupakan tindak pidana korupsi berat.
"Kalau itu saya setuju. Karena bencana alam adalah urgensi, ketika bencana alam, ada orang-orang yang susah dan menderita. Kalau kemudian bantuan atau pengelolaan anggaran itu dikorupsi, itu kelewatan. Saya setuju kalau itu," tutur politikus Partai Gerindra itu.
Dasco pun memandang pernyataan Jokowi soal penerapan hukuman mati bagi koruptor itu merupakan peringatan bagi pejabat eksekutif dan legislatif agar bekerja lebih baik.
Namun, ia sekali lagi menekankan soal syarat penerapan hukuman mati bagi koruptor tersebut.
"Warning yang keras itu merupakan suatu sinyal bahwa Pak Presiden tidak akan pandang bulu dan akan tegas memberantas korupsi," kata Dasco.
"Itu kita apresiasi walaupun mungkin untuk hukuman mati perlu kemudian ditimbang tingkat kesalahannya, seberapa berat yang dilakukan," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.
Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).
• Peringati Hari Anti Korupsi Internasional, Pegawai Kejari Kutai Kartanegara Bagi-bagi Stiker & Bunga
• Tetes Air Mata Ketua DPP FPI Rindu Habib Rizieq Shihab, Beliau Bukan Koruptor
• Sejumlah Kasus Korupsi yang Ditangani Kejari Bulungan 2019, Selamatkan Uang Negara Rp 944.989.739
• Upaya Melarang Koruptor Maju Pilkada Terganjal Putusan MA dan MK, Jangan Khawatir,Ini Ada Novum Baru
(*)