Tak Cuma TNI, Nelayan Juga Dilibatkan, Cara Tak Biasa Indonesia Atasi Polemik dengan China di Natuna
Tak cuma TNI, nelayan juga dilibatkan, begini cara tak biasa Indonesia mengatasi polemik dengan China di Natuna demi kedaulatan wilayah
TRIBUNKALTIM.CO - Tak cuma TNI, nelayan juga dilibatkan, begini cara tak biasa Indonesia mengatasi polemik dengan China di Natuna demi kedaulatan wilayah.
Kabar polemik di natuna antara Indonesia dengan China masih terus berlangsung.
Kali ini Pemerintah Indonesia tak main-main dengan China, apalagi jika menyangkut kedaulatan negara di Natuna.
Buktinya TNI sudah siap tempur berjaga di kawasan Natuna agar terhindar dari kapal nelayan asing.
Diketahui ada 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Selain TNI, rupanya Pemerintah Indonesia juga punya cara tak biasa dlam menangani polemik dengan China di Natuna.
Salah satunya yakni melibatkan para nelayan yang ada di tanah air.
• Santainya Prabowo ke China Soal Natuna Dikritik, Beda Sikap Pemerintah ke Vietnam & Malaysia Disorot
• NEWS VIDEO Soal Natuna, NU Minta Pemerintah Tak Lembek Meski China Investor Besar
• Ketahuan, Manuver Kapal China di Natuna Ternyata Jebakan, Fatal Bila Termakan, TNI Juga Pakai Taktik
• China Ributkan Natuna Gara-gara Ada Simpanan Senjata Mematikan? Kekuatannya Ternyata Tak Main-main
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pihaknya siap mengirim 120 nelayan dari pantai utara Pulau Jawa (Pantura) ke perairan Natuna.
Pengiriman nelayan-nelayan tersebut merupakan salah satu upaya dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia, terutama di Natuna.
Sebab Natuna kini sedang berpolemik karena adanya klaim China atas wilayah tersebut.
"Kami mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura dan mungkin pada gilirannya dari daerah-daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas kekayaan laut, mencari Ikan dan sebagainya di sana (Natuna)," ujar Mahfud MD saat bertemu 120 nelayan asal Pantura di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, mobilisasi nelayan ini dilakukan karena perairan Natuna tengah dimasuki kapal-kapal asing pencuri Ikan asal China.
Bahkan China mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari mereka.
Tindakan tersebut, kata Mahfud MD, merupakan tindakan yang melanggar hukum karena dilakukan secara ilegal.
Apalagi, wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya laut yang melimpah dan merupakan perairan sah Indonesia.
"Itu sebenarnya hak Indonesia, hak warga negara Indonesia seperti saudara-saudara (nelayan) juga berhak atas Ikan - Ikan dan pemanfaatan sumber daya laut yang ada di sana berdasar hukum internasional," kata dia.
"Kita yang berhak mengeksplorasi maupun mengeksploitasi kekayaan laut yang di situ, termasuk 200 meter ke bawahnya dari dasar perairan itu.
Itu menurut hukum hak kita," ucap Mahfud MD.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, perairan Natuna tersebut bisa dimasuki oleh kapal asing karena kurangnya kehadiran negara dan nelayan yang melaut di sana.
Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengirim para nelayan dari wilayah lain, seperti Pantura, ke Natuna.
Ha ini sesuai dengan perintah dan Keputusan Presiden setahun yang lalu bahwa negara harus hadir dalam bentuk patroli rutin dan kegiatan melaut nelayan.
"Intinya, Pemerintah akan mendukung saudara-saudara untuk ke sana, nanti bagaimana perizinan, fasilitas apa yang akan dicarikan oleh Pemerintah," ujar dia.
Nelayan Dikawal
Sementara itu, Badan Keamanan Laut ( Bakamla) menyatakan bakal mengawal nelayan asal pantai utara Jawa yang akan melaut di perairan Natuna, Kepulauan Riau, sebagai strategi menghadapi kapal-kapal China di sana.
"Tindakan yang dilakukan China kita imbangi dengan strategi yaitu dengan abaikan peraturan perikanan.
Kirim semua kapal besar Ikan di Pantura ke Natuna dan Bakamla RI akan kawal sambil kita gaungkan bahwa China telah melanggar hukum internasional," kata Kepala Bakamla Madya Achmad Taufieqoerrochman dalam keterangan tertulis, Senin (6/1/2020) melansir Kompas.com.
Taufieq menambahkan, ada beberala alasan yang membuat China mulai memasuki perairan Natuna, yakni penguasaan sumber daya alam, keamanan, dan geopolitik.
Taufieq mengatakan, Laut Natuna adalah akses menuju Samudera Hindia.
Karena itu, China hendak mendominasi jalur pelayaran tersebut secara niaga dan militer.
Untuk mengamankan jalur tersebut, China membuat pangkalan-pangkalan di Laut China Selatan di beberapa pulau buatan.
"Sehingga apa pun yang kita kerjakan di sana, China tidak akan mundur.
Bakamla RI saat ini berada di depan karena area tersebut adalah area berdaulat yaitu lebih kepada penegakan hukum," ujar Taufieq.
"Jadi biarlah Bakamla RI sebagai Indonesian Coast Guard menghadapi China Coast Guard tidak secara militer," kata dia.
• Soal Natuna, Guru Besar UI Sebut China Mau Ngetes Prabowo dkk, Harusnya Tiru Langkah Jokowi Dulu
• Sikap Prabowo Soal Polemik di Natuna Disorot Susi Pudjiastuti, Jokowi Tegaskan Tak Ada Tawar Menawar
• Sikap Tegas Mahfud MD Usir Cina dari Laut Natuna, Bandingkan dengan Prabowo Subianto dan Menteri KKP
• Soal Polemik Natuna, Beda Reaksi Menteri KKP Anak Buah Prabowo Subianto dan Susi Pudjiastuti
Diketahui, sejumlah kapal asing asal China masuk ke perairan Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Pemerintah Indonesia mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui Duta Besar yang ada di Jakarta.
Sementara itu, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus disiagakan di Perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana.
Penjagaan ini dilakukan karena sejumlah kapal milik China masih ada di sana.
(*)