Pengikut Beber Sumber Dana & Kegiatan Asli Keraton Agung Sejagat, Puji: Kita Biasa Datang Naik Motor
Salah seorang anggota atau yang disebut sebagai punggawa Keraton Agung Sejagat, mengungkapkan kisahnya masuk menjadi bagian dari keraton.
TRIBUNKALTIM.CO - Kehebohan melanda Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dengan munculnya Kerajaan atau Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Keraton Agung Sejagat.
Salah seorang anggota atau yang disebut sebagai punggawa Keraton Agung Sejagat, mengungkapkan kisahnya masuk menjadi bagian dari keraton.
Puji mengaku bergabung dengan Keraton Agung Sejagat sejak 2015.
Dia bergabung karena adanya ajakan dari Sinuhun atau Totok Santoso Hadiningrat.
• NEWS VIDEO Raja Keraton Agung Sejagat Wajibkan Pengikutnya Bayar Iuran hingga Puluhan Juta Rupiah
• Polisi Tangkap Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, Ini Alasan dan Kronologinya
• NEWS VIDEO Heboh Keraton Agung Sejagat di Purworejo
• Munculnya Keraton Keraton Agung Sejagat, Ada Pengikutnya Bernama KAS, Warga Sekitar Dibuat Resah
Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat menurutnya adalah trah Eyang Hanyokrokusumo.
Puji diajak oleh Sinuhun bersama dengan suaminya.
Dia bertugas seperti penyambut tamu, persis berada di depan pintu masuk keraton.
Sedangkan suaminya, bertugas di depan pintu gerbang keraton sekaligus mencatat daftar hadir para pengunjung.
Ia mengungkapkan, anggota Keraton Agung Sejagat berasal dari berbagai daerah, di antaranya Purbalingga dan Wonosobo.
Tetapi banyak juga yang warga asli Purworejo.

Puji mengungkapkan, Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat kerap menguraikan sejarah.
"Nenek moyang saya menceritakan jika, akan ada istilahnya 'pasar ilang kumandange' dan percaya akan kedatangan Kaisar Sinuhun yang merupakan titisan keturunan eyang Majapahit," katanya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).
Para punggawa termasuk juga Puji percaya jika dulunya daerah Pogung yang saat ini dijadikan keraton tersebut dilewati sebuah kereta kencana dan merupakan bekas keraton.
"Makanya dipilih di sini karena ada kisah seperti itu.
Bahasanya adalah 'ndililah' atau kebetulan dan membuat para pengikut percaya dengan panggilan alam," ungkapnya.
• Awak Kabin Garuda Indonesia Beber Sejumlah Kebijakan Aneh Zaman Ari Askhara, Seperti Gaya Keraton
• Cukup Menggali Sedalam 1 Meter, Harta Karun Keraton Sriwijaya Bermunculan di Lokasi Karhutla
Puji mengaku selama menjadi punggawa tidak ada iuran atau dana yang keluar selama masuk Keraton.
"Paling kalau keluar uang kalau kita berangkat ke sini naik motor, bensinnya sendiri," jelasnya.
Terkait dengan keterlibatan Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dalam organisasi JOGJA-DEC, Puji menerangkan, DEC adalah bagian dari fahsal-fahsal di bawah kekuasaan Keraton Keraton Agung Sejagat.
"DEC itu bagian dari keraton tujuannya adalah untuk mensejahterakan keluarga, utamanya adalah sandang pangan papan," ungkap Puji.
Adapun, kondisi keramaian pengunjung sekarang yang mendatangi keraton menurutnya adalah bagian dari keinginan sekaligus bukti bahwa Keraton Keraton Agung Sejagat terbuka.
Ketika ditanya terkait bagaimana pembiayaan dalam sistem Keraton, termasuk seragam, menurut Puji, semuanya menggunakan biaya sendiri.
"Tidak ada janji-janji, paling adalah wejangan seperti menceritakan sejarah Jawa, dan misinya adalah menyejahterakan masyarakat dalam hal sandang pangan papan," pungkasnya.

Nama Ratu adalah ibunda Raja Hayam Wuruk
Publik Indonesia tengah digegerkan dengan keberadaan Keraton baru yang dinamai Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo.
Betapa tidak, sang pemimpin Keraton, Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat - Kanjeng Ratu Dyah Gitarja mengklaim menguasai seluruh dunia.
Keduanya juga mengklaim jika merupakan pewaris takhta Majapahit.
• Setelah Duet Bareng Anies Baswedan, Raja Dangdut Rhoma Irama Kena Musibah, Rumahnya Terendam Banjir
• 35 Tahun Dampingi Rhoma Irama, Beginilah Kondisi Ricca Rachim Istri si Raja Dangdut Sekarang
Keraton mereka terletak di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo.
Di lokasi yang mereka sebut sebagai "keraton", Totok dan pengikutnya kerap menggelar acara "acara" Keraton.
Menilik dari sejarah, memang ada hubungan antara nama Dyah Gitarja dengan Majahapit.
Dyah Gitarja merupakan ibunda dari raja Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk yang memimpin Majapahit pada periode 1350-1389 itu membawa Keratonnya ke masa keemasan.
Dyah Gitarja bersuamikan Cakradhara yang kemudian bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel.
Totok Santoso Hadiningrat alias Sinuhun sebagai Raja Keraton Agung Sejagat, dan Dyah Gitarja sebagai Kanjeng Ratu.
Sebelum Hayam Wuruk naik takhta, Dyah Gitarja, adalah Ratu Majapahit yang dikenal dengan nama Tribhuwana Wijayatunggadewi.
Selain ibunda raja terbesar Majapahit, Dyah Gitarja juga merupakan anak pendiri Keraton tersebut, Raden Wijaya.
Tribhuwana jadi Ratu Majapahit setelah kakaknya, Jayanagara meninggal tanpa punya keturunan pada 1328.
Mengutip dari Wikipedia, Tribhuwana turun takhta pada 1350 bersamaan dengan meninggalnya sang ibu, Gayatri.
Selain istri Raden Wijaya, Gayatri adalah putri bungsu Sri Maharaja Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Sumpah Palapa
Pada masa Tribhuwana memimpin Majapahit, banyak peristiwa penting yang terjadi.
Sebagai seorang ratu, Tribhuwana pernah menjadi panglima dalam penumpasan pemberontakan daerah Sadeng dan Keta.
Kala itu, Tribhuwana didampingi sepupunya, Adityawarman.
Pada masa Majapahit di bawah kekuasaan Tribhuwana pulalah, Gajah Mada mengucap sumpah terkenalnya, Sumpah Palapa.
Di masa pemerintahan Dyah Gitarja itu pulalah, Majapahit mulai memperluas wilayahnya sebagai upaya mewujudkan Sumpah Palapa Gajah Mada.
Saat Tribhuwana Wijayatunggadewi digantikan putranya, Hayam Wuruk, perluasan Majapahit terus dilakukan.
Namun Gajah Mada lalu disusul Hayam Wuruk meninggal dunia, Keraton terbesar di Nusantara itu pun meredup hingga keruntuhannya di 1478.
Kini nama Dyah Gitarja menghebohkan jagat maya Indonesia di mana ia bersama suaminya, Totok Santoso Hadiningrat mengklaim sebagai keturunan Majapahit.
Berdasarkan informasi mereka telah memiliki 425 orang pengikut.
Bikin Heboh Yogya
Sebelum bikin geger dengan KAS, Totok ternyata pernah "berulah" beberapa tahun silam.
Dilansir tribunjogja.com, Totok merupakan Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia Wilayah Nusantara Jogja Development Commitee (DEC).
DEC merupakan organisasi yang kala itu disebut-sebut mirip dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Pada koferensi pers di Ndalem Pujokusuman, Keparakan, Mergangsan, Yogyakarta Jumat (11/3/2016) silam, Totok menjanjikan bakal memberi 100-200 dolar Amerika Serikat (AS) ke tiap anggotanya.
Dana kemanusiaan itu, lanjut Totok, disalurkan melalui koperasi yang akan dibentuk.
Totok menyebut, dana itu berasal dari lembaga keuangan tunggal dunia yang bernama Esa Monetary Fund.
Lembaga yang disebut Totok punya uang tak terbatas itu berpusat di Swiss.
"Namun semua program tadi akan kami mulai tahun 2017 nanti karena sekarang masih dalam proses perizinan," kata dia kala itu.
Dilanjutkannya, untuk mempermudah penyaluran, DEC menargetkan akan mendirikan koperasi di tiap desa di DIY.
Totok juga mengklaim jika telah lebih dari 10 ribu orang yang mendaftar.
Mereka menargetkan bisa merekrut 500 ribu anggota hingga nanti menjalankan program pada tahun 2017.
Tak Jelas
Namun apa yang dijanjikan Totok dan DEC tak juga jelas.
Di akhir 2017, mengutip dari pemberitaan pitunews.com, sejumlah anggota Jogja DEC justru mengaku kecewa dan mundur teratur dari kepengurusan organisasi.
Namun demikian, masih ada anggota yang tetap bertahan jadi pengurus organisasi itu.
Alasan banyaknya pengurus yang mundur karena ketidakjelasan mengenai biaya.
Tiap kegiatan, seperti yang dikatakan pengurus yang tak mau namanya disebutkan, ia harus bayar sendiri.
Bukan hanya untuk kegiatan, namun juga ada setoran ini dan itu. (jti)
• Ribuan Warga Makan Bareng Sultan Adji Muhammad Arifin di Depan Keraton Kesultanan Kutai
• Dinyatakan Meninggal Oleh Dokter Usai Sujud di Keraton Solo, Pria Ini Hidup Lagi Saat di Sampang
• Tim Gabungan Lanjutkan Pencarian, Lokasi Jatuhnya Aldi Tak Jauh Dari Keraton Sadurengas
• Berburu Foto Instagramable di Keraton Yogyakarta, Berikut Informasi Harga Tiket Masuknya
(*)