Perayaan Imlek
Imlek, Mengenang Peran Gus Dur Dibalik Kebebasan Merayakan Tahun Baru China di Indonesia
Perayaan Imlek untuk etnis Tionghoa, Mengenang peran Gus Dur dibalik kebebasan merayakan Tahun Baru China di Indonesia
TRIBUNKALTIM.CO - Perayaan Imlek, Mengenang peran Gus Dur dibalik kebebasan merayakan Tahun Baru China di Indonesia.
Sebentar lagi etnis Tionghoa di China merayakan Tahun Baru Imlek.
Tahun ini, perayaan Tahun Baru Imlek jatuh pada Sabtu, 25 Januari 2020.
Tentang perayaan Tahun Baru Imlek, berikut ini peran penting Gus Dur dibalik kebebasan merayakan Tahun Baru China di Indonesia.
Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memang tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru China atau Imlek di Indonesia.
Pria yang akrab disapa Gus Dur itu memiliki peran besar hingga akhirnya etnis Tionghoa dapat merayakan Imlek secara terbuka.
Pada era Orde Baru, di bawah kepemimpiman Presiden Soeharto, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka.
• Liburan Tahun Baru Imlek 2020 di Semarang, Rekomendasi 7 Hotel Murah di Bandungan Mulai Rp 150 Ribu
• Sejarah dan Makna Kostum, Berikut 5 Fakta Seputar Barongsai yang Meriahkan Perayaan Tahun Baru Imlek
• Tarif Mulai Rp 200 Ribu Rekomendasi 8 Hotel Murah di Gunungkidul untuk Liburan Tahun Baru Imlek 2020
• Dari Hidangan Pembuka hingga Penutup Berikut ini 6 Kuliner di Pasar Imlek Semawis 2020 Kota Semarang
Larangan itu tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat agar tidak mencolok di depan umum, tetapi dilakukan dalam lingkungan keluarga.
Sementara itu, untuk kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.
Imlek dan Cap Go Meh kemudian masuk dalam kategori tersebut.
Bebaskan perayaan Imlek di Indonesia
Setelah Soeharto lengser pada 1998, diskriminasi terhadap etnis tertentu tak serta merta menghilang.
Tindakan diskriminatif kerap kali muncul, salah satunya saat etnis Tionghoa diwajibkan menyertakan surat bukti kewarganegaraan RI ketika mengurus dokumen kependudukan.
Namun, saat Gus Dur menjabat sebagai presiden, perubahan pun terjadi.