Sederet Polemik Penegakan HAM dalam 100 Hari Kerja Jokowi, Nasib Perempuan hingga Kasus Tamansari

Jokowi dan Maruf Amin sudah 100 hari menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024.

Editor: Doan Pardede
KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG
100 HARI JOKOWI - Aktivis HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM memperingati 10 Tahun Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/1/2017). Kamisan sebagai bentuk perlawanan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia dalam melawan lupa telah berlangsung selama 10 tahun sejak aksi pertama di depan Istana Merdeka pada 18 Januari 2007. 

Kedua, aturan mengenai pesangon dalam UU 13/2003 yang justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, yakni tunjangan PHK yang hanya enam bulan upah.

Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah.

Ketiga, buruh menolak istilah fleksibilitas pasar kerja.

Iqbal menilai, istilah ini dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT).

Keempat, Omnibus Law ini juga dikhawatirkan menghapus berbagai persyaratan ketat bagi tenaga kerja asing.

Kelima, jaminan sosial yang berpotensi hilang diakibatkan karena sistem kerja yang fleksibel.

Keenam, buruh menolak adanya wacana penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tak memberikan hak-hak buruh.

3. Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat

100 HARI JOKOWI - Aktivis mengikuti aksi kamisan ke-588 yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani.
100 HARI JOKOWI - Aktivis mengikuti aksi kamisan ke-588 yang digelar oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang hingga kini belum ditangani. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu sampai saat ini belum juga rampung.

Pada periode kepemimpinannya yang pertama, Jokowi berjanji menuntaskan masalah pelanggaran HAM masa lalu.

Namun hingga akhir masa jabatannya belum juga selesai.

Kemudian di periode kedua, baik pada visi-misi ataupun sesi debat calon presiden, Jokowi sama sekali tidak menyinggung penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

Hal yang lebih mencengangkan kemudian terjadi jelang 100 hari Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

Jaksa Agung Sianitiar (ST) Burhanuddin kemudian menyebut tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.

Ucapan itu disampaikan Burhanuddin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu.

Burhanuddin merujuk pada hasil rapat paripurna DPR periode 1999-2004 yang menyatakan tragedi Semanggi I dan II tidak termasuk pelanggaran HAM berat.

Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.

Hasil rapat paripurna tesebut juga ditolak oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Burhanuddin kemudian mengklarifikasi pernyataannya.

Dia menegaskan, prinsipnya, Kejaksaan Agung siap untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Dia menjelaskan, kasus pelanggaran HAM siap dituntaskan apabila berkas dari kasus tersebut memenuhi syarat materil dan formil.

"Kami akan lakukan penelitian apakah memenuhi materil dan formil, itu adalah janji saya. Saya ingin perkara ini tuntas agar tidak jadi beban," ujar dia.

Dia menambahkan, Kejaksaan Agung pun akan bekerja sama dengan Komnas HAM yang difasilitasi oleh Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Insya Allah akan kerja sama Komnas HAM dan mungkin nanti fasilitasinya adalah Menko Polhukam," kata dia.

Tanggapan Mahfud MD soal Penegakkan Hukum Dianggap Buruk

Terkait HAM di Indonesia ini juga pernah diulas oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa Trans 7 pada Rabu (29/1/2020).

Mahfud MD mengakui dirinya juga khawatir pada masalah penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Mulanya, presenter Najwa Shihab menyinggung kekhawatiran publik mengenai penanganan HAM di Indonesia pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Rasanya itu juga tidak sepenuhnya menghilangkan kekhawatiran orang bahwa Pemerintahan ini rasanya memandang HAM sebelah mata," tanya Najwa Shihab.

Menanggapi itu, Mahfud MD mengakui dirinya juga khawatir.

Meski demikian ia lantas menyinggung 12 pelanggaran HAM berat yang bukan terjadi di masa kepemimpinan Jokowi.

"Saya sebenarnya juga khawatir sama dengan Anda dan orang lain gitu."

"Tetapi begini mbak, urusan HAM yang sekarang harus diselesaikan dalam arti pelanggaran HAM berat itu ada 12," ungkap Mahfud.

Sehingga, itulah alasan mengapa Mahfud MD mengatakan dirinya pernah bilang tidak ada pelanggaran HAM berat di era Jokowi.

"Dan 12 itu terjadi jauh sebelum Pak Jokowi jadi presiden, itu dalam konteks yang saya katakan tidak pelanggaran HAM berat," lanjut Mahfud MD.

Kemudian, Mahfud MD membeberkan mengapa sejumlah pelanggaran HAM sulit diatasi.

Ia menyebut sering kali ada masalah ketimpangan antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM

"Dan itu mbak masalahnya, saya tunjukkan Komnas HAM menyatakan, ini pelanggaran HAM serahkan ke Kejaksaan, Kejaksaan Agung bilang berdasar undang-undang wawancara ndak bisa karena Anda ndak punya alat bukti."

"Lalu Komnas HAM bilang mencari bukti itu urusan Anda, kalau Anda merasa tidak punya bukti di SP3."

"Jaksa Agung belum bisa SP3 dong ini belum memenuhi syarat untuk disidik sehingga tidak di SP3," jelas Mahfud MD.

Sehingga, menteri yang juga Pakar Tata Hukum Negara ini mengajak presiden untuk mencari solusi agar tak terjadi perdebatan yang berulang.

"Itu selalu terjadi sampai sekarang, maka saya katakan marilah Presiden minta ini selesai jangan berdebat hal yang sama selama bertahun-tahun setiap dipertemukan," kata dia.

Ia sempat membuat undang-undang KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) namun sayangnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.

Kini, Mahfud MD menegaskan pihaknya akan mencari solusi lain terkait penanganan HAM berat di Indonesia.

"Maka saya menggagas adanya sebuah undang-undang sementara sebutlah undang-undang KKR yang dibatalkan MK."

"Maka cari jalan tengah kalau undang-undang manusia merasa tidak bisa melanjutkan, Anda berdasar undang-undang ini merasa sudah cukup lalu ini ndak jalan mari kita ketemu di sini, masukkan ke dalam undang-undang sehingga melaksanakan tugas itu berdasar undang-undang," terang Mahfud MD.

Lihat videonya sejak menit awal:

Anak Buah Megawati dan Jokowi Disorot Gegara Ini, Hingga Dituding Hambat Kasus Harun Masiku

Ditanya Siapa Jokowi, Jawaban Mengejutkan Pria yang Ancam Penggal Kepala Jokowi Buat Hakim Penasaran

Rocky Gerung Beri Nilai 9 untuk 100 Hari Jokowi-Maruf, Penjelasan buat Said Didu yang Kaget Tertawa

Ditanya Siapa Jokowi, Jawaban Mengejutkan Pria yang Ancam Penggal Kepala Jokowi Buat Hakim Penasaran

(TribunWow.com/Mariah Gipty)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved