Unjuk Rasa Tarif BPJS Kesehatan

BREAKING NEWS PMII Gelar Demonstrasi Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan, Sudah 3 Kali Naik Iuran

Aksi demonstasi PMII Samarinda tersebut dilangsungkan di Jalan Basuki Rahmat, depan gedung DPRD Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Budi Susilo
TribunKaltim.Co/Muhammad Riduan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) Kota Samarinda Menggelar aksi, unjuk rasa atau demonstrasi mengenai naiknya iuran BPJS Kesehatan yang dianggap secara mencolok, sangat tinggi. Aksi demonstasi di depan gedung DPRD Samarinda Kalimantan Timur pada Senin (10/2/2020). 

TRIBUNKALTIM. CO, SAMARINDA - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) Kota Samarinda Menggelar aksi, unjuk rasa atau demonstrasi mengenai naiknya iuran BPJS Kesehatan yang dianggap secara mencolok, sangat tinggi. 

Aksi demonstrasi PMII Samarinda tersebut dilangsungkan di Jalan Basuki Rahmat, depan gedung DPRD Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (10/2/2020) pagi. 

Demonstran menyuarakan tuntutannya.

Disampaikan untuk pemerintah pusat dan daerah. 

Mereka para mahasiswa ingin pemerintah segera menurunkan harga iuran BPJS Kesehatan yang menurut kalangan mahasiswa meningkat 100 persen.

Fatimah Assegaf Koordinator Lapangan (Koorlap) dalam pantauan Tribunkaltim.co 

Baca Juga:

 Sesumbar Gubernur Kaltim Isran Noor Bakal Stop Pembangunan Ibu Kota Negara Jika Ini yang Terjadi

 Gubernur Isran Noor Stop Proyek IKN Jika Rusak Hutan, Luas Ibu Kota Baru Vs Perkebunan Sawit Kaltim

 Isran Noor Berani Ancam Proyek Ibu Kota Baru jika Hutan Rusak, Inilah Profil Gubernur Kaltim

 Kalimantan Timur jadi Ibu Kota Negara, Permintaan Properti Ternyata Belum Signifikan

Dia mengungkapkan jika dihitung selama lima tahun berjalan.

Pihak BPJS Kesehatan sudah tiga kali menaikan iuran pembayaran.

Yaitu pada 2015, 2016, dan 2020,

Menurutnya kenaikan pada tahun 2020 lebih parah daripada tahun - tahun sebelumnya.

Kenaikan ini dilakukan pada awal tahun (1/1/2020),

Pembayaran perbulannya untuk kelas I yang asalnya Rp. 80.000 menjadi Rp. 180.000,

Kelas II Rp. 51.000 menjadi Rp. 110.000,

Dan kelas III Rp. 25.000 menjadi Rp. 42.000.

Menurut imma kenaikan sebanyak itu sangatlah tidak logis,

Ia menambahkan, ada hal yang kontradiksi, masyarakat kesannya diwajibkan atau dipaksakan ikut BPJS Kesehatan namun tarif iuran bulanan tidak bersahabat bagi masyarakat yang berekonomi lemah dan menengah. 

"Masyarakat yang belum mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan akan dikenakan sanksi," ujarnya.

Sesuai peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2013 yaitu masyarakat tidak dapat mengurus pelayanan publik lainnya seperti mengurus IMB, SIM, sertifikat tanah, Paspor dan STNK.

"Kami menyanyangkan hal itu bisa terjadi, itu sangat memberatkan bagi masyarakat," ungkapnya Fatimah.

Ada beberapa tuntutan yang PMII Samarinda Ajukan:

1. Menuntut DPRD Kota Samarinda untuk mendesak pemerintah pusat agar segera mencabut perpes No 75 tahun 2019 terkait kenaikan iuran kepersertaan BPJS Kesehatan kesehatan.

2. Meminta kepada DPRD kota Samarinda untuk mengevaluasi sistem pelayanan kesehatan di kota Samarinda.

3. Menuntut DPRD kota Samarinda untuk mendesak pemerintah pusat agar bersikap tegas dalam menghadirkan sistem pelayanan kesehatan yang memadai seperti yang termaktub dalam pasal 5 ayat 1 UU No 36 tahun 2009.

4. Menolak segala bentuk intimidasi dan penghilangan hak sipil bagi rakyat yang tidak mampu membayar BPJS Kesehatan.

5. menuntut DPRD Kota Samarinda untuk mendesak pemerintah pusat agar mewujudkan kesehatan gratis tanpa diskriminasi.

Apabila tuntutan mereka tidak didengar oleh DPRD Kota Samarinda, Kalimantan Timur tentu ada gerakan lainnya. 

"Maka akan datang lagi ke DPRD Provinsi Kalimantan Timur," beberanya. 

Morahajat Pasien Buat BPJS Kesehatan Defisit

Berita sebelumnya, soal BPJS Kesehatan

Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan diakibatkan karena adanya defisit angka biaya kesehatan yang membengkak.

Diketahui, yang menjadi salah satu faktor dari penyebab adanya defisit anggaran BPJS adalah disinyalirnya Morahajat yang banyak diinginkan oleh pasien.

Morahajat atau yang lebih dikenal dengan istilah Fraud tersebut merupakan keinginan dari peserta untuk mendapat pelayanan lebih dengan melakukan manipulasi.

Hal itu disampaikan Maya A Rusadi selaku Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Kantor Pusat di kegiatan kunjungan Komisi IX DPR RI ke pemerintah Kalimantan Timur, di kantor Walikota Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur pada Kamis (30/1/2020).

Baca Juga:

 Curhat 3 Desainer Balikpapan Terkait Tantangan Fashion Lokal Seiring Ibu Kota Baru di Kaltim

 Presiden Jokowi Inginkan Tahun 2024 Pindah Semua, Draf RUU Ibu Kota Baru Masuk Babak DPR

 Alibaba Cloud Bakal Ikut Berperan dalam Pembangunan Ibu Kota Baru Indonesia di Kalimantan Timur

 Ibu Kota Baru Indonesia, Jokowi Ingin Bak London New York Masdar City Konsep Metropolitan Smart City

Dalam kesempatannya Maya mengatakan untuk mengatasi hal ini pihaknya telah mengusulkan untuk diadakan iur BPJS bagi penyakit yang diinginkan oleh peserta.

"Adanya morahajat ini membuat kami memberikan usulan untuk menurunkan defisit dengan adanya iur biaya bagi penyakit yang memang menjadi keinginan peserta," ujar Maya, Kamis (30/1/20).

Morahajat yang dimaksudkan seperti adanya sakit yang tidak ada, namun keberadaannya diada-adakan oleh peserta.

Dicontohkan misalnya pegal karena duduk yang tidak standart, namun hal itu membuat pasien meminta klinik untuk dirujuk fisioterapi.

Baca Juga:

 Jepang Lirik Investasi di Ibu Kota Baru Kalimantan, Bangun Listrik Tenaga Air, Tawarkan Harga Murah

 Tatap Ibu Kota Baru, Borneo Bay City Plaza Balikpapan Bakal Bangun Taman Besar, Target Rampung 2021

Sementara itu, untuk fisioterapi tidak hanya dilakukan dalam sekali saja, namun bisa dilakukan hingga berkali-kali, dan biaya yang dikeluarkan tentu cukup besar.

Hal ini, dianggap tidak sebanding dengan biaya pengeluaran yang dikeluatkan pihak BPJS dengan biaya yang dibayarkan oleh peserta BPJS.

"Misalnya sekali fisioterapi biaya keluar Rp 1 juta, sementara bayar iurannya hanya Rp 25 ribu atau Rp 50 ribu, dan ini yang membuat BPJS jadi defisit," terangnya.

Baca Juga:

 Lihat Detik-detik Pasien Terinfeksi Virus Corona dari Diberi Selimut Tebal, Menggigil, Kejang-kejang

 Cuka Sari Apel hingga Minyak Kelapa, Ini 7 Cara Memutihkan Gigi secara Alami yang Bisa Kamu Coba

Maya menjelaskan bukan pihak BPJS tidak mau memberikan rujukan, namun sebetulnya beberapa penyakit bisa ditangani di pelayanan primer atau PPK I.

Ia menilai sebaiknya untuk penyakit-penyakit yang akan menimbulkan Morohajat, pasien harusnya tidak masuk di JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

"Kami mohon jangan semuanya all in harus JKN purna, itu yang harus dirubah maindsetnya," tutup Maya mengakhiri keterangannya.

(Tribunkaltim.co/Riduan dan Mitha)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved